Jumat, 28 April 2017

IMAM MAHDI AL MUNTAZHAR








IMAM MAHDI

Imam Mahdi: Pemimpin Manusia yang Adil

Dr. Abdulaziz A. Sachedina

(* Beliau adalah Profesor Kajian Keagamaan di Universitas Virginia, AS. Penerjemah buku yang aslinya berbahasa Persia ini lahir di Tanzania, 12 Mei 1942.)
Dengan Nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang

Saya merasa sangat bahagia karena mendapat kepercayaan untuk menerjemahkan buku mengenai Imam Keduabelas yang menjadi keyakinan pribadi saya.


Semula tugas ini diserahkan secara pribadi oleh penulis bukunya, yakni Ayatullah Ibrahim Amini selama kunjungan saya di Teheran di musim panas tahun 1993. Namun saya harus menundanya lantaran tugas mengajar dan tugas administratif saya selaku Direktur Studi Timur Tengah di Universitas Virginia dan mencari waktu yang tepat untuk memulai terjemahan yang sangat berharga ini. Permohonan Ayatullah Ibrahim Amini tidak hanya mencerminkan keyakinannya pada kemampuan saya dalam menerjemahkan karya besar menyangkut akidah Syi`ah Duabelas Imam ini secara akurat ke dalam bahasa Inggris, tapi juga menyatakan keyakinannya kepada keimanan pribadi saya terhadap Imam Keduabelas.

Musim panas tahun 1993 juga merupakan saat yang penuh dengan karunia Allah karena beberapa alasan penting. Dalam wawancara dengan editor Kayhan-i Farhangi di Qum, saya mendapat kesempatan menerangkan studi akademis agama berdasarkan perspektif studi saya sendiri ihwal kepemimpinan Islam di masa depan dan perbedaannya dengan metode penelitian yang dilakukan di pusat studi Islam tradisional. Seluruh wawancara tersebut, yang telah ditulis dalam bahasa Inggris dan Prancis, bisa menjadi contoh baik untuk dialog ilmiah antara lembaga pendidikan tinggi tradisional dan modern.

Saya terpacu menerjemahkan buku ini karena ingin merespon orang-orang yang mengaitkan saya dengan kesalahan yang bukan keyakinan saya dan bukan pula bagian dari riset akademi saya. Dalam perampungan karya ilmiah yang senada dengan buku ini, saya merujuk pada referensi Syi`ah Duabelas Imam (Syî` ah Imâmiyyah Itsnâ' Asyariah). Saya meneliti dokumen yang menjadi acuan riset saya secara cermat dan kritis berasaskan al-Quran dan hadis-hadis Ahlulbait yang autentik.

Saya senang sekali karena Dadgustar-i Jihan karya Ayatullah Amini, yang saya terjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan tajuk Al-Imam Al-Mahdi: The Just Leader of Humanity [yakni buku ini] bisa memerikan Imam Keduabelas secara utuh dan ditata berdasarkan studi sejarah yang diambil dari sumber-sumber rujukan yang telah saya teliti dan pakai dalam Islamic Messianism: The Idea of Mahdi in Twelver Shi`ism. Yang lebih luar biasa lagi adalah meskipun metode riset saya dan Ayatullah Amini amat berbeda namun kami mencapai kesimpulan yang sama mengenai keyakinan terhadap Imam yang akan muncul dari kegaiban untuk memimpin dunia secara adil.

Perbedaan metodologi yang dipakai disebabkan oleh objek pembaca yang berbeda: Yang pertama [yakni, Al-Imam Al-Mahdi-peny.] ditujukan bagi 'orang-orang dalam' yang terpelajar (orang-orang yang percaya); sedangkan yang kedua [yakni Islamic Messianism-peny.] ditulis untuk 'orang-orang dalam' dan 'orang-orang luar' (orang-orang yang tidak percaya). Perlu diketahui, para pembaca sudah dapat menilai objek pembaca yang dituju Ayatullah Amini, yaitu para pembaca yang percaya, sedangkan objek yang saya tuju adalah orang-orang yang tidak percaya namun akan mengapresiasi mazhab Syi`ah Duabelas Imam secara intelektual.

Saya menulis Islamic Messianism untuk mengenalkan mazhab Syi`ah kepada para akademis Barat yang didominasi oleh para sarjana orientalis yang tidak hanya meminggirkan mazhab Syi`ah sebagai bentuk Islam yang menyimpang dan jahat, namun juga menganggapnya dipengaruhi langsung oleh ide mesianisme Kristen dan Yahudi.

Saya juga ingin mengoreksi kesimpulan ulama Sunni dan sarjana Barat perihal konsep imam maksum dalam Syi`ah dan menandaskan bahwa kabar akan datangnya Imam Mahdi yang akan menata masyarakat yang adil dan beretika bersumber dari al-Quran. Sebaliknya, usaha Ayatullah Amini dalam buku Al-Imam Al-Mahdi: The Just Leader of Humanity dimaksudkan untuk merespon keraguan yang dibuat orang-orang Syi`ah yang skeptis dan orang Sunni yang gemar berpolemik.

Keputusan menjadikan lapisan pembaca tertentu yang berbahasa Persia sebagai sasaran tulisannya memeragakan metodologi yang dipakainya benar-benar berdasarkan sumber-sumber mengenai hadis. Masing-masing argumen berdasarkan interpretasi ayat al-Quran tertentu dan riwayat hadis yang mendukung interpretasi tersebut.

Oleh sebab itu, hadis menjadi sumber hujjah agama yang fundamental dan mesti diperiksa secara kritis sebelumnya. Hadis yang dipakai diteliti supaya valid dan bisa dijadikan dalil bermanfaat bagi agama. Selain itu, Ayatullah Amini juga memperkenalkan argumen rasional guna menyingkirkan beberapa kisah mengenai pertemuan dengan Imam Keduabelas yang diterima begitu saja oleh beberapa ulama hadis. Misalnya, kisah terkenal perihal "Pulau Hijau" (dalam Bab 10 buku ini-peny.) yang menjadi kediaman Imam Keduabelas dibantah olehnya karena dinilai palsu dan berlawanan dengan pernyataan si perawi itu sendiri. Lebih jauh lagi, penelitian mutakhir tentang umur panjang dituliskan secara luas dan berdasarkan sumber-sumber Barat untuk membuktikan bahwa ilmu pengetahuan tidak memustahilkan usia panjang Imam Keduabelas.

Bagian yang paling mencerahkan dan membelalakkan mata dalam buku ini adalah berkenaan dengan pencapaian Imam Keduabelas setelah kemunculannya (Bab 14 buku ini). Pada bagian ini, ditulis informasi mengenai "Kebaruan Penjelasan Al-Mahdi"; juga disertai penilaian kritis tentang latar belakang sikap pengikut Imam Keduabelas yang mengabaikan nilai Islam yang benar dalam kehidupannya dan mengedepankan ritual tanpa mengejawantahkan nilai moral dan etika yang merupakan intisari dari ketaatan beragama .

Dalam hal ini, Ayatullah Amini menulis (hal.setting akhir):

Umat manusia, setelah meninggalkan prinsip-prinsip yang absolut dan ajaran-ajaran Islam yang pokok, hanya mengikuti lapisan luar agama dan menganggap sikapnya itu sudah mencukupi. Inilah orang-orang yang-selain shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, dan penghindaran diri dari najis-tidak tahu apa-apa tentang Islam.

Selain itu, beberapa dari mereka membatasi agama di mesjid saja sehingga amat sedikit pengaruhnya pada sikap dan tindakan mereka. Ketika mereka keluar dari mesjid, yaitu di pasar atau di tempat kerja, tidak ada tanda-tanda keislaman dalam dirinya. Mereka tidak menganggap tingkah laku yang etis dan nilai-nilai moral sebagai bagian dari Islam. Mereka tidak peduli pada tindakan-tindakan amoral dan membuat-buat alasan atas tindakannya, tidak mengikuti bimbingan moral sebab adanya perselisihan ihwal kewajiban dan larangan-larangan berdasarkan syarat-syarat tertentu.

Mereka jauh melangkah sejajar dengan larangan agama-dengan jalan tipu daya-dan menjadikannya sesuatu yang boleh dilakukan. Mereka juga menghindari tanggung jawab untuk menunaikan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada mereka oleh syariat. Dengan kata lain, mereka terlibat dalam menafsirkan agama sesuai dengan keinginan mereka belaka.

Ketika berhadapan dengan al-Quran, mereka menganggap cukuplah bagi mereka untuk memperhatikan bacaan formal saja dan menghormati kebiasaan yang berhubungan dengannya. Oleh karena itu, ketika Imam Keduabelas muncul, dia pasti akan bertanya kepada mereka, yaitu mengapa mereka meninggalkan intisari agama dan menafsirkan al-Quran dan hadis sesuai dengan kehendak mereka sendiri.

Mengapa mereka meninggalkan kebenaran Islam dan puas dengan ketaatan lahiriah belaka? Mengapa mereka tidak menyesuaikan karakter dan perbuatan mereka dengan ruh Islam? Mengapa mereka memutarbalikan makna agama agar sesuai dengan ketamakan mereka pribadi? Sebagaimana mereka begitu memperhatikan bacaan al-Quran yang benar, mereka pun harus mempraktikkannya. Imam Keduabelas berhak bertanya, "Kakekku, Imam Husain, tidak terbunuh demi duka cita. Mengapa kalian mengabaikan tujuan yang dipegang kakekku dan menghancurkannya ?"

Imam akan menyuruh mereka mempelajari ajaran sosial dan moral Islami dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka harus menghindari perbuatan-perbuatan tercela dan memperhatikan kewajiban-kewajiban menyangkut keuangan, tanpa membuat alasan- alasan lemah. Mereka juga harus ingat, mengingat jasa-jasa Ahlulbait dan meratapi penderitaan mereka tidak akan dapat menggantikan zakat dan khumus serta melunasi utang-utang seseorang.

Perbuatan-perbuatan itu tidak dapat menggantikan perbuatan dosa semisal mengambil bunga (bank-penerj.) dan suap, menipu manusia lain dan memperlakukan mereka dengan tidak jujur. Mereka mesti menyadari bahwa menangisi dan berkeluh kesah demi Imam Husain tidak pernah dapat menggantikan perbuatan buruk kepada orang yatim dan janda-janda. Lebih penting lagi, seyogianya mereka tidak membatasi ketakwaan hanya di mesjid. Namun mereka pun harus berperan serta aktif di masyarakat dan melaksanakan amar makruf nahi munkar serta menumpas bid`ah-bid`ah yang merusak Islam.

Tentu saja, agama semacam ini akan tampak baru dan sulit bagi orang-orang tersebut. Bahkan boleh jadi mereka menganggapnya bukan Islam, karena mereka membayangkan Islam sebagai sesuatu yang lain. Orang-orang semacam ini terbiasa berpikir bahwa kemajuan dan kebesaran Islam terletak pada pendekorasian mesjid-mesjid dan pengkostruksian menara-menaranya. Bila Imam Keduabelas berkata, "Kebesaran Islam bergantung pada tindakan yang benar, kejujuran, kepercayaan, penepatan janji, dan penghindaran diri dari perbuatan yang terlarang", pernyataan ini akan terasa benar-benar baru bagi mereka! Mereka dulu menganggap bahwa ketika Imam muncul, dia akan membuat perubahan bagi semua perilaku Muslim dan akan mengistirahatkan mereka di pojok-pojok mesjid. Tetapi ketika mereka menyaksikan bahwa darah bercucuran dari pedang Imam, menyeru umat untuk berjihad dan beramar makruf nahi munkar, membunuh para ahli ibadah yang berbuat zalim, serta mengembalikan barang-barang yang mereka curi kepada pemiliknya, maka tindakan semacam ini sungguh akan terasa baru!

Penilaian umat yang jujur dan terbuka serta tanggung jawab yang para pengikut harus lakukan kepada Imam Keduabelas jarang ditemukan dalam literatur mengenai hal ini. Sekarang saatnya kita berkomitmen pada tujuan Islam dan bekerja secara tulus demi reformasi diri untuk memenuhi kewajiban kita kepada Muslim dan non-Muslim di sekitar kita. Adalah baik sekali bila kita mengingat kandungan doa yang bersumber dari Imam Keduabelas dan yang kita baca pada saat yang berbeda dengan sungguh-sungguh nasihat Imam as kepada para pengikutnya. Doa tersebut berbunyi:

Ya Allah, anugrahi kami taufik (berupa) ketaatan, menjauhi kemaksiatan, ketulusan niat, dan mengetahui kemuliaan.

(Ya Allah) Muliakanlah kami dengan hidayah dan istiqamah, luruskan lidah kami dengan kebenaran dan hikmah, penuhilah hati kami dengan ilmu dan makrifat, bersihkan perut kami dari haram dan syubhat .

(Ya Allah) Tahan tangan kami dari kezaliman dan pencurian, tundukkan pandangan kami dari kemaksiatan dan pengkhianatan, palingkan pendengaran kami dari ucapan yang sia-sia dan umpatan.

(Ya Allah) Karuniakan kepada ulama kami kezuhudan dan nasiha; kepada para pelajar, kesungguhan dan semangat; kepada para pendengar, ketaatan dan peringatan; kepada kaum Muslimin yang sakit, kesembuhan dan ketenangan; kepada kaum Muslimin yang meninggal, kasih sayang dan rahmat; kepada orang tua kami, kehormatan dan ketentraman; kepada para pemuda, kembali (ke jalan Allah) dan taubat; kepada para wanita, rasa malu dan kesucian; kepada orang-orang kaya, rendah hati dan kemurahhatian; kepada orang miskin, kesabaran dan kecukupan; kepada para pejuang, kemenangan dan penaklukan; kepada para tawanan, kebebasan dan ketenangan; kepada para pemimpin, keadilan dan rasa sayang; kepada seluruh rakyat, kejujuran dan kebaikan akhlak.

(Ya Allah) Berkatilah para jamaah haji dan para peziarah dalam bekal nafkah, sempurnakan haji dan umrah yang Engkau tetapkan bagi mereka dengan karunia dan rahmat. Wahai Yang Paling Pengasih dari semua yang mengasihi.

Akhirnya, saya ucapkan terima kasih atas dukungan moral dan motivasi dari Ayatullah Ibrahim Amini dan para koleganya di Majlis-i Khubragan, Hujjatul-Islam Hadawi Tihrani dan para koleganya di Jami' Mudarrisin Hauzah Ilmiyah Qum, serta para pembaca di seluruh dunia yang menjadi tujuan saya dalam menerjemahkan buku yang berisi ajaran kami (Syi`ah Duabelas Imam) yang amat berharga ini .

London, Inggris

18 Dzulhijjah 1416/6 Mei 1996
4
IMAM MAHDI

Mukadimah
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang

BULAN Sya'ban dalam penanggalan kaum Muslim merupakan bulannya peringatan. Awal bulan Sya'ban ditandai dengan kelahiran Imam Ketiga Syi`ah, Husain bin Ali, saudara sepupunya, Abbas bin Ali; putranya, Ali bin Husain Zain al-Abidin, dan terakhir, keturunannya yang paling termasyhur, al-Qâ ` im dari Ahlulbait, Imam Keduabelas, al-Mahdi as .

Saya menghadiri sebuah pertemuan yang direncanakan untuk merayakan kelahiran Imam Keduabelas?salam atasnya?pada malam 15 Sya'ban di salah satu sekolah tinggi di Teheran. Acara yang diatur dengan baik ini diikuti oleh semua lapisan masyarakat. Akan tetapi, mayoritas hadirin berasal dari kalangan terdidik, termasuk para siswa yunior dan senior dari sekolah tersebut. Pertemuan itu disponsori oleh Asosiasi Islam dari sekolah tadi.

Acara dibuka dengan pembacaan ayat suci al-Quran oleh siswa muda, yang, melalui lantunannya yang merdu, memberi nuansa spiritual kepada peristiwa tersebut. Setelahnya, seorang siswa lain membacakan sebuah puisi yang telah digubahnya bertemakan Imam Gaib as, dan acara ketiga menampilkan makalah yang ditulis dengan baik dan sangat relevan mengenai topik tersebut. Di penghujung acara, Tn. Hosyyar, salah seorang pengajar terkemuka, menyampaikan pembicaraan yang relevan seputar topik Imam Zaman as. Ceramah ini disampaikan sampai menjelang sore .

Pertemuan tersebut meninggalkan kesan mendalam kepada saya. Bukan sekadar sisi seremonialnya yang menarik perhatian saya, namun juga pengalaman yang diselimuti ruh keikhlasan dan ketakwaan yang mengalir dari kawula muda. Mereka telah mengorganisasikan agama dan pengetahuan serta terdorong dalam menyebarluaskan kebenaran-kebenaran agama dan memahami masyarakat banyak, mencerahkan pemikiran mereka dengan keimanan. Atmosfer pada pertemuan tadi didominasi oleh niat suci dan keikhlasan dalam bertindak dari kawula muda ini, yang berinteraksi dengan hadirin memancarkan kehangatan dan perenungan.

Antusiasme di kawula muda ini dan gairah keagamaan mereka, dipandu oleh pemikiran yang bening, membuat hati saya penuh harapan akan masa depan umat Islam. Saya hampir menyaksikan kepemimpinan masa depan dari peradaban dan tanggung jawab untuk kemajuan manusia terletak pada bahu mereka.

Pandangan saya dipenuhi dengan air mata harapan dan saya berdoa kepada Allah Yang Mahakuasa dengan semua ketulusan demi kejayaan Asosiasi Islam milik para siswa tersebut dan sekolah-sekolah yang telah merintis misi suci ini di kalangan generasi muda.

Pada momen itu juga, Ir. Madani, yang duduk di sebelah Tn. Hosyyar, mengajukan pertanyaan, "Apakah Anda benar-benar percaya terhadap eksistensi Imam Gaib? Apakah pendapat Anda didasarkan pada riset atau Anda semata-mata membela kepercayaan tersebut berdasarkan dugaan Anda?"

Tn. Hosyyar menjawab, "Kepercayaanku tidak didasarkan pada keimanan buta ataupun taklid buta. Justru, saya mengakuinya melalui kajian dan riset yang cermat. Bagaimanapun, saya tetap terbuka untuk banyak melakukan riset dan bersedia mengubah pendapatku berdasarkan itu semua ."

Tn. Madani meneruskan, "Karena topik Imam Zaman tidak cukup jelas bagi saya. Dan sepanjang saya belum bisa untuk meyakinkan diri saya pada realitasnya, saya lebih suka untuk mendiskusikan dan meriset tentang topik itu."

Di antara mereka yang hadir pada saat itu dan turut menyimak perbincangan tadi adalah Dr. Emami dan Fahimi. Kedua-duanya mengungkapkan minat mereka pada tema tersebut apabila diskusi-diskusi itu diselenggarakan. Tn. Hosyyar setuju datang dan mengarahkan perbincangan kapanpun kelompok itu untuk memutuskan. Sebelum berpisah, mereka sepakat untuk bersua kembali pada hari Sabtu berikutnya, di kediaman Tn. Madani, tempat pertemuan pertama diadakan. Halaman-halaman selanjutnya merupakan catatan ini semua dan mungkin lebih banyak lagi pertemuan-pertemukan diselenggarakan, untuk menelaah tema eksistensi Imam Keduabelas as.[]


BAB 1

Asal Usul Kepercayaan terhadap Imam Mahdi
Dr. Emami: Kapankah kepercayaan terhadap Imam Mahdi menjadi merata di lingkungan Islam? Adakah pembicaraan tentang al-Mahdi selama masa Nabi saw atau apakah tema itu muncul setelah mangkatnya beliau sehingga tersebar luas di tengah kaum Muslimin? Ada sebagian pihak yang telah menulis bahwa tidak ada Mahdiisme pada permulaan Islam. Ide tersebut baru mencuat di antara kaum Muslimin pada paruh kedua abad pertama Hijrah (abad ke-7 M). Ada pula sekelompok orang yang menganggap bahwa Muhammad bin Hanafiyyah sebagai al-Mahdi dan menyampaikan kabar gembira kepada orang-orang tentang nasib baik Islam yang tercapainya melaluinya. Kelompok itu pun percaya bahwa Muhammad bin Hanafiyyah belum mati namun hidup di Gunung Radhwah dan suatu saat akan kembali.

Tn. Hosyyar: Kepercayaan terhadap al-Mahdi berkembang luas selama masa Rasul. Nabi saw telah menyampaikan masa depan menjelang kemunculan al-Mahdi lebih dari satu kesempatan. Dari waktu ke waktu, beliau selalu memberi tahu manusia ihwal pemerintahan al-Mahdi dan tanda-tanda kemunculannya, menyampaikan nama dan julukannya. Ada sejumlah laporan dan riwayat yang telah sampai kepada kami baik dari jalur Sunni dan Syi`ah perihal tema ini.

Secara asasi, sebagian dari riwayat itu telah disampaikan sedemikian sering dan tanpa penyimpangan dari setiap zaman yang tak seorang pun bisa meragukan autentisitasnya. Umpamanya, kita membaca hadis berikut yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas`ud, yang mendengar Nabi saw bersabda:
Dunia tidak akan berakhir sampai seorang lelaki dari keluargaku (ahl al-bayt), yang disebut al-Mahdi, bangkit untuk mengurus umatku.1

Hadis lain diriwayatkan oleh Abu al-Hujaf yang mengutip pernyataan Nabi saw sebanyak tiga kali:

Dengarkan kabar gembira tentang al-Mahdi! Dia akan bangkit pada saat manusia dihadapkan dengan konflik keras dan dunia akan digoncang dengan getaran keras. Dia akan memenuhi dunia dengan keadilan dan persamaan sebagaimana ia dipenuhi dengan kezaliman dan tirani. Dia akan memenuhi hati para pengikutnya dengan ketaatan dan akan menyebarkan keadilan di mana-mana.2

Nabi saw telah menyatakan:

Hari Kiamat tidak akan terjadi sampai al-Qâ` im al-Haq muncul. Ini akan terjadi ketika Allah mengizinkannya untuk bangkit. Barangsiapa yang mengikutinya akan selamat, dan barangsiapa yang menentangnya akan binasa. Wahai hamba-hamba Allah, ingatlah Allah dalam pikiran kalian dan larilah kepadanya [al-Mahdi] meskipun itu terjadi di atas es, karena sesungguhnya dia adalah khalifah Allah Azza wa Jalla dan penggantiku.3

Dalam hadis lain, Nabi saw dilaporkan telah berkata: "Barangsiapa yang menolak al-Qâ` im dari keturunanku berarti menolakku."4 Masih dalam hadis lain, Nabi saw menjamin umatnya dengan menyatakan:

Dunia tidak akan berakhir sampai seorang lelaki dari keturunan Husain mengurus dunia dan memenuhinya dengan keadilan dan persamaan sebagaimana ia dipenuhi dengan kezaliman dan tirani.5


Al-Mahdi Berasal dari Keturunan Nabi saw
Hadis-hadis semacam itu jumlahnya banyak. Ide utama yang berkembang dalam semua hadis itu mengandung topik masa depan menjelang al-Mahdi dan al-Qâ` im selama masa Nabi saw yang begitu terkenal. Sebenarnya, pelbagai riwayat yang membahas tema itu menunjukkan bahwa ia bukanlah sesuatu yang baru yang kemudian disampaikan kepada orang-orang. Bahkan, riwayat-riwayat tersebut memuat tanda-tanda dan ciri-ciri orang yang akan bangkit sebagai al-Mahdi, seperti dalam ungkapan "Al-Mahdi yang dijanjikan berasal dari keturunanku."

Hadis berikutnya mencerminkan pola yang sama dalam ungkapan-ungkapannya. Diriwayatkan, Amirul Mukminin Ali bin Thalib as berkata:

Aku bertanya kepada Nabi saw: "Apakah al-Mahdi berasal dari kalangan keluarga kita sendiri ataukah dari yang lainnya?" Beliau menjawab: "Dia berasal dari kalangan kita. Allah akan menyempurnakan agama-Nya melalui dia, sebagaimana Dia mengawali agama dengan kita. Melalui kitalah, manusia akan mendapatkan keselamatan dari fitnah. Melalui kita pula, mereka selamat dari kemusyrikan. Malah, melalui kitalah Allah akan menyatukan hati-hati mereka dalam ikatan persaudaraan menyusul pertikaian yang tersebar karena fitnah, sebagaimana mereka dipersaudarakan dalam agama mereka setelah pertikaian yang berkembang karena kemusyrikan."6

Abu Sa`id al-Khudri, sahabat dekat Nabi saw berucap:

Aku mendengar perkataan Nabi dari mimbar: "Al-Mahdi berasal dari keturunanku, keluargaku, akan bangkit menjelang Hari Kiamat ketika langit mencurahkan hujan dan bumi menumbuhkan rerumputan hijau baginya. Dia akan mengisi dunia dengan keadilan dan persamaan sebagaimana ia dipenuhi dengan tirani dan kezaliman sebelumnya."7

Dalam hadis lain dari Ummu Salamah, istri Nabi, ada keterangan yang lebih spesifik yang diberikan kepada umat. Nabi saw mengatakan: "Al-Mahdi berasal dari keluargaku, dari anak-anak Fathimah."8

Pada kesempatan lain, Nabi saw mengatakan:

Al-Qâ` im berasal dari keturunanku. Namanya sama dengan namaku, julukannya sama dengan julukanku. Ciri-cirinya sama dengan ciri-ciriku. Dia akan mengajak manusia kepada sunahku dan Kitab Allah. Barangsiapa menaatinya berarti menaatiku, dan sebaliknya, mereka yang berpaling darinya berarti berpaling dariku. Barangsiapa yang menolak keberadaannya selama kegaibannya berarti menolakku, dan barangsiapa yang mendustakannya berarti mendustakai aku. Barangsiapa yang membenarkan eksistensinya berarti membenarkan keberadaanku. Kalau mereka diminta untuk memalsukan apa-apa yang telah kukatakan tentang al-Mahdi dan dengan demikian menyesatkan umatku, aku akan mengadukan mereka kepada Allah."9

Abu Ayyub al-Anshari mengatakan:

Saya mendengar Nabi saw berkata: "Akulah penghulu para nabi dan Ali penghulu para pengganti. Dua cucuku adalah orang-orang terbaik dari keturunanku.

Para imam maksum berasal dari keturunan kami melalui Husain. Bahkan, Mahdi umat ini berasal dari kami." Saat itu seorang Arab berdiri dan bertanya: "Wahai Nabi Allah, berapa jumlah imam yang akan muncul setelah Anda?" Beliau menjawab: "Sama dengan jumlah para utusan Isa dan para pemimpin Bani Israil."10

Sebuah hadis lain dengan keterangan yang sama telah dinukil dari Hudzaifah, sahabat lain Nabi saw, yang mendengar Nabi berkata:

Para imam sepeninggalku sama dengan jumlah para pemimpin suku dari kalangan Bani Israil. Sembilan di antaranya adalah keturunan Husain. Al-Mahdi umat ini berasal dari kami. Waspadalah! Kebenaran bersama mereka dan mereka bersama kebenaran. Karena itu, hati-hatilah kalian dalam memperlakukan mereka sepeninggalku."11

Masih dalam hadis lain Sa`id bin Musayyib melaporkan dari Amr bin Utsman bin Affan, yang berkata:

Kami mendengar dari Nabi saw bersabda: "Para imam sepeninggalku akan berjumlah dua belas orang. Sembilan di antaranya berasal dari keturunan Husain.

Bahkan, al-Mahdi umat ini berasal dari kami. Barangsiapa yang berpegang kepada mereka sepeninggalku berarti berpegang kepada Allah. Dan barangsiapa yang meninggalkan mereka, berarti telah meninggalkan Allah."12

Ada sejumlah hadis bernada sama dalam sumber-sumber yang siapapun bisa menelitinya.


Hadis-hadis Sunni tentang Topik Al-Mahdi
Dr. Fahimi: Tuan Hosyyar! Kawan-kawan kita mengetahuinya. Namun biarkan saya mengatakan kepada Anda bahwa saya mengikuti mazhab Sunni. Oleh karenanya, penilaian positif saya bahwa Anda mempunyai hadis riwayat Syi`ah, sementara saya tidak. Sangat boleh jadi, kaum ektremis Syi`ah, apapun alasannya, setelah menerima riwayat-riwayat tentang Mahdiisme, pasti mempunyai hadis-hadis buatan demi mendukung pandangan-pandangan mereka dan menganggap hadis-hadis itu berasal dari Nabi. Bukti bagi dalil saya adalah bahwa hadis-hadis tentang al-Mahdi hanya dicatat dalam buku-buku Syi`ah Anda.

Tidak ada jejak akan hal ini dalam kompilasi hadis-hadis autentik kami?Shihah. Memang, saya tahu bahwa ada sebagian hadis tentang tema tersebut dalam kompilasi kami kurang bisa dipercaya.13

Tn. Hosyyar: Meski kondisi-kondisi tidak menyenangkan di bawah rezim Umayyah dan Abbasiyyah, yang kebijakan politik dan pemerintahan opresifnya tidak membiarkan adanya diskusi tersebut ataupun penyebaran hadis ihwal wilâyat dan imâmat dan Ahlulbait atau semuanya tersimpan dalam kitab-kitab hadis, kompilasi hadis Anda tidak sepenuhnya memuat hadis-hadis al-Mahdi. Apabila Anda tidak letih, saya akan mengutipkan sebagian hadis tersebut untuk Anda .

Ir. Madani: Tuan Hosyyar! Silakan teruskan pembicaraan Anda .

Tn. Hosyyar: Dr. Fahimi! Dalam kompilasi hadis Anda, Al-Shihah, ada bab-bab yang menempatkan topik al-Mahdi yang merekam hadis-hadis Nabi saw.

Misalnya, berikut ini:

Abdullah meriwayatkan dari Nabi, yang bersabda: "Dunia tidak akan berakhir sampai seorang lelaki dari keluargaku, yang namanya sama dengan namaku, memerintah bangsa Arab."

Tirmidzi telah mencatat hadis ini dalam Shahih-nya14 dan berkomentar: "Hadis tentang al-Mahdi ini bisa dipercaya, dan telah diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib, Abu Sa`id, Ummu Salamah, dan Abu Hurairah":

Ali bin Abi Thalib telah meriwayatkan dari Nabi saw yang bersabda: "Meski umur dunia hanya tersisa satu hari, Allah akan memunculkan seorang lelaki dari keturunanku sehingga ia akan memenuhi dunia dengan keadilan dan persamaan sebagaimana ia dipenuhi dengan tirani."15

Dalam hadis lain Ummu Salamah meriwayatkan bahwa ia mendengar Nabi berkata: "Mahdi yang dijanjikan berasal dari keturunanku, yakni dari keturunan Fathimah." 16

Abu Sa`id al-Khudri berkata:

Nabi saw bersabda: "Mahdi kami memiliki dahi yang lebar dan hidung yang mancung. Ia akan memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana ia dipenuhi dengan kezaliman dan tirani. Ia akan memerintah selama tujuh tahun."17

Ali bin Abi Thalib as meriwayatkan sebuah hadis dari Nabi saw yang memberitahunya perihal Imam al-Mahdi:

Mahdi yang dijanjikan berasal dari keluargaku. Allah akan mengadakan persiapan bagi kemunculannya dalam satu malam.18

Abu Sa`id al-Khudri meriwayatkan sebuah hadis dari Nabi saw yang menyatakan:

Dunia akan diisi dengan kezaliman dan kerusakan. Pada saat itu, seorang lelaki dari keturunanku akan muncul dan akan memerintah selama tujuh atau sembilan tahun dan akan memenuhi dunia dengan keadilan dan persamaan.19

Rincian yang lebih luas terperikan dalam hadis lain yang dilaporkan oleh Abu Sa`id al-Khudri:

Malapetaka hebat dari arah penguasa mereka akan menimpa umatku ketika Hari Kiamat. Ia berupa bencana yang, dalam kehebatannya, tidak pernah terjadi sebelumnya. Ia merupakan bencana dahsyat sehingga bumi berikut kezaliman dan kerusakan akan terasa sempit bagi penduduknya. Orang-orang beriman tidak akan menemukan tempat perlindungan dari penindasan. Pada saat itu Allah akan mengutus seorang lelaki dari keluargaku untuk memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan sebagaimana ia dipenuhi dengan kezaliman dan tirani. Para penduduk langit dan bumi ridha terhadapnya. Bumi akan menumbuhkan apa yang di atasnya untuknya dan langit akan mencurahkan hujan berlimpah-limpah. Dia akan hidup di tengah-tengah manusia selama tujuh atau sembilan tahunan. Dari semua kebaikan yang Allah turunkan pada penduduk bumi, orang yang meninggal akan hidup lagi.20
................................................................................................................................................................................................................................................
..............................................
hsndwsp masih tersimpan persoalan tentang tulisan ini semoga tidak lama lagi akan mendapat ketetapan yang haq mengenai bagaimana Imam Mahdi al Muntazhar dan Nabi 'Isa bin Maryam (al Masieh) membangun system Islam Murninya sebagai System Islam terakhir sebelum Kiamat Dunia. Apakah melalui Revolusinya ataukah melalui Power khusus yang dikurniakan Allah swt tanpa memakan korban pertumpa han darah sedikitpun. Hemat saya mereka berdua tidak memecahkan salib seba gaimana sangkaan kebanyakan orang tetapi orang Kristiani sendiri yang meme cahkan sendiri setelah mendapat penjelasan dari Nabi 'Isa. Babipun tidak lagi di pelihara, bukan Nabi 'Isa yang membunuhnya. Semua binatang itu Islami tidak bo leh kita manusia membunuhnya kecuali binatang yang halal mdimakan, baru bisa disembelih dengan petunjuk Allah swt.


Ada 2 perkara besar yang terjadi paska nabi 'Isa dan Nabi Muhammad saww. Per tama Nabi 'Isa dipertuhankan. Kedua kenapa perpanjangan keimamahan Nabi Muhammad saww dinafikan. Nabi 'Isa dighaibkan Allah setelah tempat pengajian nya diserbu tentara zalim atas laporan seorang muridnya dimana ketika tentara hendak menangkap Nabi 'Isa untuk disalib, murid Nabi 'Isa yang hypocrite itu dimi ripkan Allah persis Nabi 'Isa hingga disalip walau mengaku diri bukan nabi 'Isa. Se dangkan Nabi 'Isa diselamatkan Allah (baca  Ghaib kubra)


Adalah hal yang sama terjadi terhadap Imam Mahdi dimana ketika beliau lahir, tentara Bani Abbaisiah menggerebek rumahnya tetapi mereka tidak mampu me lihat Imam Mahdi disebabkan dighaibkan Allah swt dengan ghaib syughra. Baru setelah meninggalnya 4 orang wakilnya, Imam dighaibkan dengan ghaib kubra.


Kalau pembaca merasa aneh keghaiban Imam Mahdi, anda juga patut merasa aneh saat Allah menggaibkan Nabi 'Isa. Andaikata anda merasa aneh bagai ma na Imam Mahdi diselamatkan Allah saat tentara menggerebek rumahnya, anda ju ga patut merasa aneh saat Allah menyelamatkan Nabi Musa ketika tentara-tenta ra Fir'un menggerebek rumah bundanya dan bahkan justeru Allah mengirim Nabi Musa ke istana Fir'un dan mendapat lindunganNya via wanita terbaik di Dunia saat itu, yaitu Asiah.(baca isteri Fir'un sendiri)


 Perlu dicamkan:

"Kalau Nabi 'Isa dan Musa hendak dizalimi oleh tentara-tentara kafir, Imam Mahdi hendak dizalimi oleh tentara-tentara yang munafiq alias hypocrite" (baca sepakter jang kaum takfiri sekarang yang berasal dari 80 negara, bergentayangan di Suriah. Islamkah mereka?) 

Saat Imam Mahdi dimunculkan kembali, Imam bertanya kepada penduduk Dunia, kenapa perpanjangan keimamahan Rasulullah dinafikan sebahagian besar ma nusia? Sedangkan Nabi 'Isa as akan menanyakan, kenapa beliau dipertuhankan, padahal beliau memperkenalkan diri sebagai hamba Allah.


Zaman kita ini adalah zaman "penantian", tetapi bukan "penantian pasif" melainkan "penantian aktif". Untuk memahami "keghaiban kubra" Imam Mahdi silakan klik disi ni: http://achehkarbala.blogspot.no/2009/06/kabar-gembira-dalam-al-qur-anulkarim.html


Dizaman penantian inilah maka terjadi bermacam-macam penafsiran tentang Imam Mahdi dan Nabi 'Isa bin Maryam, kenapa? Sebabnya mereka tidak menge nal para Imam sebelumnya, maka terperangkap pada pemikiran tersendiri bagi o rang-orang yang tidak memiliki pemandu paska kenabian. 


Akibat daripada tidak mengenal para Imam yang diutus Allah paska kenabian, maka bermunculanlah orang-orang yang mengaku dirinya sebagai Imam Mahdi dan Nabi 'Isa bin Maryam serta aliran-aliran yang berbeda satu sama lainnya. Sebagai contoh mari kita lihat di Indonesia. Di Indonesia juga banyak aliran agama yang berbeda satu sama lainnya. Mereka secara mayoritas mengaku Islam Sunni. Diantaranya pengikut Imam abu Hanifah, Maliki, Syafi'i dan Hanbali. Kemudian ada lagi Muhammaddiah, Ahmadiah dan Nahdlatul 'Ulama. Kemudian ada lagi Islam JIL,Wahabi dan Islam Al-Qiyadah. Terahir sekali Islam Syiah Imamiah 12 atau pengi kut Ahlulbayt Rasulullah saww. (mohon maaf kalau ada yang lupa saya sebutkan)


Ironisnya diantara satu sama lainnya kerap terjadi bentrok dan saling sesat-menye satkan atau bahkan saling kafir-mengkafirkan. Bagi kami Islam Syiah Imamiah 12 pantang mengkafirkan pihak lain yang mengaku beragama Islam. Keyakinan kita semua yang mengaku beragama Islam sebetulnya pantang bentrok dengan pihak manapun kecuali untuk membela diri sebagaimana prinsip teguh yang dianut Re publik Islam Iran. Dan realitanya di Iran paska revolusi, rakyat bersatupadu dan rah mat bagi seluruh penduduknya, apapun latar belakang agama mereka. Me ngapa demikian? Jawabannya, firman Allah surah al Kafirun: 


 لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ  


 "Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku".(QS: 109 : 6)

 (Hanya kaum takfirilah yang tidak beriman dengan ayat tersebut diatas, hingga membunuh siapapun yang berbeda agama dengan mereka, tidak memiliki perike manusiaan)

Belakangan ini penganut Islam mayoritas di Indonesia bersikap arogan terhadap pengikut Islam Ahmadiah Kadian, Islam Al-Qiyadah dan juga Islam Syi'ah Imamiah 12. Islam yang mendapat support dari penguasa dan majlis "Ulama" bahkan sering berdemo dan menyerang Islam Ahmadiah dengan alasan mereka bukan pemeluk Islam. Bagi kita penganut Islam Syi'ah Imamiah 12 sangat pilu melihat serangan terhadap Islam Ahmadiah. Sebab sesuai keyakinan kami, kita harus berpihak kepada kaum mustadhafin. Dalam hal ini Ahmadiah Kadian di Indonesia adalah pihak yang terzalimi daripada persekongkolan 'trinitas berlavel Islam'. 



Kalau alasan mereka bahwa Ahmadiah itu bukan Islam, mereka terperangkap da lam 2 kesalahan fatal. Pertama mereka yang bersatupadu dalam system despotik yang menzalimi kaum mustadfhafin (baca penduduk Indonesia yang hidup mela rat di bawah titi kota Metropolitan, di gubuk-gubuk derita dan di kawasan-kawasan kumuh lainnya), lebih sesat dari pihak yang dituduh sesat. 

Kedua Islam agama yang benar tidak dibenarkan menzalimi pihak non moslem, a palagi Ahmadiah bukan non moslem. Hal ini berdasarkan ayat Allah dalam surah al Kafirun diatas. Kalau begitu kenapa Islam mayoritas di Indonesia resah berhada pan dengan Ahmadiah, Al-Qiyadah dan Syiah? Untuk ini silakan simak jawaban yang diberikan pemimpin Al-Qiyadah bahwa mereka resah disebabkan tidak pu nya konsep yang benar dalam beragama. Silakan saksikan di video ini: 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar