Sabtu, 12 November 2011

LOGIKA YANG LEPAS DARI AL QUR-AN SEBAGAI PLATFORMNYA ORANG BERIMAN KELIRU 180 DERAJAT



DEMOKRASI BARU DAPAT DITERAPKAN 
KETIKA UMMAH MEMAHAMI POLITIK ISLAM (SIASAH FATANAH)
BUKAN POLITIK YANG AROGAN
MEMBENARKAN SEGALA CARA DEMI TERCAPAINYA NAFSU SERAKAH 
YANG BERTENTANGAN DENGAN TUJUAN HIDUP DI DUNIA 
MENURUT "KACA MATA" ALLAH SWT
(Angku di tampok djok)

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Si Indrya mengajak orang lain untuk berfikir. Sepertinya dia lupa bahwa berpikir juga butuh platformnya. Sepertinya dia belum tahu apa platformnya ketika kita menganalisa suatu fenomena. Berbicara persoalan Acheh - Sumatra adalah berbicara "Perjuangan". Dalam kamus perjuangan tidak ada istilah "Demokrasi" disaat musuh belum dikalahkan dengan telak. Berbicara tentang musuh pastinya banyak juga variasinya. Musuh di zaman Nabi Muhammad dulu ada juga yang jujur walaupun kita juga dituntut waspada. Musuh di zaman kita sekarang kebanyakan tidak jujur, terutama sekali "Indonesia pura-pura", pakai istilah Wali Neugara Acheh - Sumatra. Dari itu kita dituntut untuk super ketat "Waspadsa". MoU Helsinki sudah berlalu dan realitanya adalah prototype perundingan "Lamteh", sepagai sepakterjang Indonesia yang licik untuk menipu Bangsa Acheh - Sumatra.  Sampai disini MoU Helsinki adalah keliru 180 derajat bagi bangsa Acheh. Andaikata bangsa Acheh - Sumatra memiliki pemimpin sekaliber DR hasan Ditiro yang lain saat beliau tidak lagi produktif dalam berfikir disebabkan menderita penyakit stroke : http://www.metris-community.com/penyakit-stroke/, MoU Helsinki dapat dipastikan tidak akan pernah eksist. Disebabkan sudah terlanjur basah sekarang, saya pribadi tidak juga menyalahkan 100 %, pihak yang bersedia berunding dengan Indonesia yang terkenal penipu itu. Justeru itulah saat banyak pihak menuduh pihak PM dan Meuntroe Zaini sebagai propokator macam tuduhan si Indrya ini, saya masih ambil peduli untuk membantahnya.

Syarat keberhasilan daripada suatu perjuangan adalah kepatuhan 100 % kepada pimpinan "Top Leader" Kalau segelincir bangsa Acheh yang tidak mematuhi top leader, tidak akan membuahkan perpecahan. Tetapi kalau pembantah itu lumaian banyaknya, besar kemungkinan perjuangan tersebut akan collap. Sejatinya setiap perjuangan atau "Revolusi" terdiri dari dua komponent yang mantap, yaitu Top Leader (baca Imamah) dan pengikutnya (baca Ummah). Imamah adalah pribadi yang mantap Ideologynya. Dalam hal ini Tgk Hasan Muhammad di Tiro memenuhi syaratnya. Untuk membukti kannya cukup disimak isi videonya yang ini saja:  http://www.youtube.com/watch?v=Z99-cYE__4Q&feature=related.           Kedua adalah ummah yang bersatu padu pada suatu poros (baca Imamah tadi). Lazimnya orang yang tidak memiliki ideology yang benar dalam suatu perjuangan, kerap menuduh Imam sebagai "Diktator". Tuduhan tersebut dapat dipahami bahwa kalaupun dikatakan diktator adalah diktator yang mendapat bimbingan Ilahi. Dari gambaran tersebut dapat dipahami bahwa ada 2 type diktator (baca diktator bimbingan Allah dan diktator bimbingan Taghut, macam Namrut, Firun, Suharto, Syah reda Palevi, Saddam Irak, Muammar Gaddafi, Husni Mubarrak, Raja Saudi Arabya dan sebagainya)

Logikanya kalau kita benar tunduk patuh pada Nabi Muhammad, kita juga harus tunduk patuh kepada siapapun yang ditunjuk oleh Nabi tanpa alasan. Kalau kita hanya patuh pada Nabi tetapi tidak patuh pada Imam Ali secara otomatis kepatuhan kepada Nabi sirna sama sekali. Realita inilah yang terjadi di awal revolusi Islam hingga fenomena seperti itu kerap terulang di zaman kita sekarang ini. Ketika Allah memerintahklan kepada seluruh Malaikat agar sujud kepada Nabi Adam tidak ada alasan atau logika bahwa haram hukumnya "menyembah" selain Allah. Logikanya justeru Allah yang suruh. Realitanya semua malaikat sujud kepada Adam kecuali Iblis. Adalah hal yang sama berlaku terhadap kepatuhan kita terhadap Imam Ali. Ideology inilah yang seharusnya dimiliki oleh Bangsa Acheh agar tunduk patuh kepada siapapun yang diangkat Wali Negara Tgk Hasan Muhammad Ditiro, yaitu PM Malek dan Meuntroe Zaini, kendatipun kedua beliau tidak memiliki kemampuan seperti Hasan Tiro. Logika ini membuktikan kebohongan Irwandi Yusuf cs yang mengatakan tidak mengaku pemimpin selain Wali Nanggroe Acheh. Ketidakpatuhan Irwandi kepada PM dan Meuntroe cs sama dengan ketidakpatuhan dia kepada Wali sendiri. Apakah logika ini terlalu rumit untuk dipahami?

Mungkin timbul pertanyaan: "Apakah harus kita patuhi juga walau pikiran PM dan Meuntroe tidak benar?  Ini pertanyaan yang kerap dibincangkan oleh sebahagian bangsa Acheh - Sumatra di Luar Negeri dan bahkan sampai kepada saya pertanyaan tersebut. Sayangnya, belum saya jawab disebabkan memang pertanyaan yang mnyelemet. Jadi butuh tempat yang tepat untuk kita jawab. Kalau kita jawab saat dialog di kedai kopi, besar kemungkinan terlalunmcepat ditanggapi sebelum kesimpulan kita tiba. Apa lagi kalau "lawan" bicara dalam kondisi emosi.

Kembali kepersoalan ideology perjuangan untuk menjawabnya. Kalau sipenanya tidak memahami ideology revolusi, besar kemungkinan tidak dapat menerima penjelasan apapun yang kita kemukakan. Bayangkan Nabi saja dibantah dulu oleh orang-orang yang terlanjur dipuji sampai zaman kita sekarang ini. Disangkanya tokoh yang mereka puji tersebut sekaliber Nabi. Inilah yang namanya "korban sejarah".

Pembaca yang mulia
Pastinya orang-orang yang diangkat Wali Nanggroe Acheh tidak sekaliber orang yang diangkat Nabi dulu. Hasan Tiro saja tidak sekaliber sahabat Nabi yang setia kecuali sebatas mengikuti ideology sahabat Nabi yang setia. Buktinya dapat anda ulang menyimak kembali video wali diatas. Kendatipun PM dan Meuntroe tidak sekaliber para sahabat Nabi yang setia, secara ideology bangsa Acheh juga harus mematuhinya demi keberhasilan perjuangan dan tanggung jawab ummah kepada Imam. Pastinya ummah dibenarkan untuk mengkritisi Imam paska 12 orang Imam maksum. Dengan kata lain saya ingin mengingatkan bahwa orang yang benar Imannya tidak berhak mengkritisi hanya terhadap Imam maksum. (baca dari Imam Ali sampai Imam Zaman,  Imam Muhammad Mahdi al Muntazhar)  plus Fatimah az Zahara as.

Perlu digarisbawahi bahwa kita hanya dibenarkan kritik yang konstruktif, bukan sembarangan kritik. Andaikata kritik kita tidak diterima, bangsa Acheh wajib berlapang dada dimana keputusan terakhir tetap pada wakil yang ditunjuk Tgk Hasan Muhammad, kenapa?  Secara ideology ketika ummah membantah Imam secara telak, saat itu juga sudah bisa bersiap-siap untuk keruntuhan atau kehancuran perjuangan. Sejak saat itu juga kita akan menyaksikan orang-orang ambisius kepemimpinan menggalang kelompoknya masing-masing. Kita menyaksikan adanya golongan yang terpisah paska Wali menunjuk PM dan Meuntroe. Kedua kita juga menyaksikan penyelewengan Irwandi cs, juga akibat tidak mantap ideology perjuangan. Ekor daripada sepak terjang Irwandi dapat kita saksikan realita di Acheh - Sumatra sekarang masing-masing membenarkan diri dengan alasan "Demokrasi" yang tidak disadari bahwa melalui istilah demokrasi Bangsa Acheh - Sumatra secara tidak sadar makin melumerkan perjuangan Bangsa Acheh - Sumatra. Sepertinya mereka tidak sadar bahwa dalam sandiwara demokrasi saham musuh berlipat ganda di Tanah Rencong.

Andaikata orang-.orang yang bersebrangan pikiran dengan PM dan Meuntroe mampu berlapang dada disebabkan pemantapan Ideology perjuangan, mereka tetap bersatu bersama PM dan Meuntroe, demikian juga Irwandi Yusuf cs dan bangsa Acheh - Sumatra tetap bersatupadu sampai sekarang bahkan besar kemungkinan Acheh - Sumatra sudah merdeka sekarang. Bukankah kita bangsa Acheh punya hak yang tidak dapat dibantah bahwa kita memiliki "Sidang Acheh Raya" paska kemerdekaan Acheh - Sumatra?  Disaat itulah orang-orang yang berseberangan pikiran dengan PM dan Meuntoe menyampaikan kritik kepada PM dan Meuntroe secara bersahabat di sidang Acheh Raya. Disaat itu musuh sudah terkalahkan. Justeru itu kritikan orang yang berbeda pikiran tidak akan membahayakan perjuangan. Demikianlah sikap orang-orang yang benar Imannya terhadap kepemimpinan secara Islami.

Apabila Meuntroe Zaini Abdullah menunjuk adiknya Tgk Hasbi Abdullah, saya juga tidak melihat orang lain yang tepat untuk itu, kenapa? Sebabnya itu pra kemerdekaan Acheh -Sumatra. Logikanya Hasbi dari PPP yang pro GAM. Ketika topi burung Garuda hinggap di kepalanya, bukan GAM yang menerima topi malang itu tetapi PPP. Sangat disayangkan justeru topi malang dan "tabek" bendera malang juga direbut oleh Irwandi dan Nazar cs. Oh betapa lugunya mereka berdua dalam berpolitik. Lepasan sekolah mana mereka berdua, kenapa selugu itu dan sampai hari ini masih saja dibela oleh lepasan sekolah perguruan Tinggi yang sama seperti Indrya cs? Sekali lagi untuk membuktikan kebenaran logika saya ini silakan tekan balik video Wali diatas hingga anda tau pasti bagaimana sepakterjang orang-orang lepasan perguruan dalam system Taghut yang despotik dan hypocrite. Jadi penunjukan Hasbi itu tepat sekali, justeru pengikut Irwandi dan Nazar cs yang keliru 180 derajat. Betapa konyolnya Irwandi dan Nazar cs memakai topi malang dan menghormati bendera lambang penjajahan setelah sekian lama mereka ikut berceramah kepada bangsa Acheh - Sumatra, khususnya tentang fungsi topi dan bendera malang tersebut.

Kalau Dr Zaini menunjuk adiknya mendapat pelecehan dari Indrya cs adalah hal yang sama dulu dilakukan oleh musuh Imam Ali disebabkan Nabi menunjuk adik sepupunya. Walaupun saudara kita sendiri, selagi tidak ada orang lain yang tepat untuk jabatan tersebut tidak bertentangan dengan petunjuk Allah. Anatomi ini janganlah anda samakan dengan kkn Suharto yang zalim dan juga kkn diktator bimbingan Taghut dimanapun di belahan planet Bumi ini. (angku di Tampok Djok)