Senin, 26 Desember 2016

HUJJATULLAH YANG BRILLIANT PASKA KEWAFATAN RASULULLAH





KITA MENGETAHUI BAHWA BANYAK PARA PEMIKIR YANG BRILLIAN DAN MENGAGUMKAN BANYAK ORANG DI ZAMAN KITA INI AKAN TETAPI INI BELUM BERMANFAAT BUAT MANUSIA DENGAN KEBERADAAN MEREKA KECUALI MEREKA JUGA MENGENAL PERSIS PARA HUJJATULLAH YANG DIUTUS ALLAH SWT PASKA KEWAFATAN RASULULLAH SAWW


TANPA MENGENAL HUJJATULLAH YANG DIUTUS DIKOLONG LANGIT PASKA KEWAFATAN RASULULLAH FILOSOF MANAPUN KELIRU JALAN PIKIRANNYA



Bismillaahirrahmaanirrahim
Para filosof non Syi'ah telah mampu menjawab pertanyaan sulit seorang Atheis dengan bagus. Kalau kita buka Internet, kita menyaksikan banyak ahlipikir atau filosof yang mampu menjawab berbagai pertanyaan penting dalam hidup ini baik dari pihak kaum muslimin maupun dari pihak non Moslem hingga kebanyakan pendengar atau pembaca terkesima dengan jawaban ilmiah para ahli tersebut. Dengan inteligennya yang tinggi kita patut mengakui bahwa mereka telah banyak mengalahkan para pemikir lainnya akan tetapi para ahli tersebut kewalahan ketika berhadapan dengan pemikir dari pengikut para Ahlulbayt Rasulullah saww. Hal ini disebabkan mereka tidak percaya keberadaan para Ahlulbayt yang berfungsi sebagai Hujjatullah dan Pendamping Qur-an paska kewafatan Rasulullah agar ummah Muhammad tidak sesat selama-lamanya. Hal ini dapat dilihat pada ayat persatuan (wa’tasimu bihablillahi jamiiaw, wala tafarraqu), dimana ayat ini berhubungan dengan Hadist Tsaqalain murni. Kenapa kita sebut Tsaqalain murni? Sebab Hadist tersebut telah dipal sukan hingga berakibat kaum muslimin tidak dapat bersatu paska kewafatan Rasulullah sampai zaman kita ini terus berpecah belah.

Imam Baqir mengatakan: "Siapapun yang tidak mengenal Imam yang diutus, terpuruk pada kesimpulan yang keliru tentang pemahaman agamanya". Dalam hal ini Imam al Baqir as berkata: " Setiap orang yang mendekatkan diri kepada Allah dalam bentuk ibadah yang ditekuninya dengan sungguh-sungguh, tetapi ia tidak menge tahui Imam yang diutus Allah, maka semua amal usahanya itu tidak diterima. Ia adalah orang yang sesat dan kebi ngungan. Allah menolak semua amalnya, perum pamaan orang seperti itu adalah ibarat seekor domba yang tersesat dan terpi sah dari kelompok dan pengembalanya. Keter pisahannya itu merusak hari-hari yang dilaluinya. Ketika malam tiba, ia bergabung dengan kelompoknya dalam kandang mereka, dan ketika sang pengembala menggiring mereka, domba tersebut mem bangkang dan memisahkan diri dari kelompoknya, sehingga ia kebingungan mencari pengembala dan kelompoknya. Ketika ia bertemu dengan seorang pengembala de ngan sekelompok dombanya, ia diperlakukan dengan baik, dan sigembala berte riak kepadanya, 'Ayo, bergabunglah engkau dengan pengembala dan kelompokmu. Engkau domba sesat yang kebingungan.' Domba itu lalu mencari-cari kelompok dan pengembalanya dengan kebingungan. Ia tidak punya gembala yang menggiringnya ke padang rumput atau mengajaknya pulang. Ia tetap dalam kebingungan seperti itu disaat ada seekor serigala yang menemuinya, lalu menerkamnya. (Ushul al Kafi, bab Ma'ri fat al Hujjah hadist no 1 dari Kitab al Hujjah)

Allah dan RasulNya dikenal kebanyakan orang muslim tetapi kebanyakan mereka tidak mengenal unsur ketiganya, siapakah sosok tersebut. Kebanyakan mereka mengira sosok terfsebut adalah siapa saja yang berkuasa terhadap mereka/pemerintah mereka. Inilah yang membuat mereka keliru 180 derajad dalam beragama walaupun mereka jenius se kalipun. Logikanya, kita mengenal Allah via Rasulullah hingga Allah menar-benar kita kena li. Persoalannya sama siapakah kita mengenal Rasulullah? Pastilah via Ulil Amri. Penge nalan disini bukan secara basa-basi/cuekin tetapi mengenal persis. Dari itu disebabkan kita mentaati Ulil Amri yang salah, berakibat salahlah dalam beragama hingga kita termasuk pihak yang mendapatkan tempelakan Allah hari kiamat sebagaimana tertera dalam surah Yasin ayat berikut ini: 

"Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu hai Bani Adam agar supaya kamu tidak mengi kuti (langkah) syaitan? Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu"(QS,36:60). Dan tundukpatuhilah kepadaKu (ikutilah Aku). Inilah jalan yang (selurus)-lurus(nya) (QS, 36:61). Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan seba hagian besar diantaramu, Maka apakah kamu tidak memikirkan? Inilah Jahannam yang dahulu kamu diancam (dengannya).(QS,36:62). Masuklah (kamu) ke dalamnya pada hari ini disebabkan kamu dahulu menging karinya (QS, 36:64). Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan (QS, 36:65)

Dengan catatan ini semoga para ahli pikir manapun mau menelusuri dalam hidup nya, siapa sajakah Hujjatullah di planet Bumi ini hingga tanpa manusia agung itu Bumi ini akan binasa atau runtuh atau kiamat. Demikianlah penting Allah menjadikan HujjahNya di kolong langit ini.

Pertama sekali para filosof perlu mempertanyakan kenapa Allah tidak menggunakan kata "bidinillah" pada ayat "Wa’tasimu bihablillah", dimana kebanyakan pemikir menterjemahkan "bidinillah". Ini termasuk kata "simbolik" yang memiliki makna dan fungsinya yang begitu penting disisi manusia yang benar imannya. Hadist Tsaqalain murni berbunyi: "Kutinggalkan kepadamu dua perkara besar, apabila kalian berpegangteguh kepada keduanya kalian tidak akan sesat selama-lamanya, sampai menemuiku di Pancutan Kautsar, yaitu Qur-an dan "Ittrahku". Ittrah Rasulullahlah yang berfungsi sebagai Hujjatullah dan pendamping Qur-an. Hujjatullah yang pertama sebagai pendamping Qur-an adalah Rasulullah sendiri. Makanya Qur-an butuh Hadist sebagai penjelasannya.

Andaikata Allah tidak mengutus HujjahNya paska kewafatan RasulNya (sebagai perpan jangan keimamahannya) dapat dipahami bahwa paska kewafatan Rasulullah, dunia akan menjadi seperti paska Ghaibnya Nabi ‘Isa bin Maryam dimana kitab Injil dipalsukan dan ‘Isa sendiri dianggap sebagai Tuhan. Justeru itu Allah menjamin kemurnian Qur-an segagai Kitab terakhir bagi ummat manusia terakhir di planet Bumi ini. Lalu pertanyaannya, kenapa juga paska kewafatan Nabi Muhammad saw kaum muslimin terus pecah belah? Qur-an memang tidak dapat dipalsukan sesuai pernya taan Allah sendiri bahwa Dia sendiri yang menjamin keasliannya. Memang banyak pihak mencoba untuk memaslukan Qur-an tetapi selalu terbongkar niat jahat tersebut. Akan tetapi Qur-an terdiri dari ayat muhkamat dan Mutasyabihat, ayat ansih dan mansuh, ayat tersurat dan tersirat. Kalau ayat muhkamat memang tidak butuh pendamping, mudah dipahami, namun ketika kita berhadapan dengan ayat-ayat sulit, kita butuh pendampingnya agar tidak sesat selama-lamanya.

Banyak para pemikir yang brillian tetapi tetap saja keliru disebabkan mereka tidak mengenal pendamping Qur-an. Padahal mereka yakin bahwa untuk mengetahui ayat-ayat Sulit kita butuh Hadist Rasulullah (pendamping Qur-an). Kesilapan mereka adalah tidak sadar bahwa para manusia jahat memang tidak mampu memalsukan Qur-an tetapi mereka mampu me malsukan Hadist sebagai pendamping Qur-an. Itulah sebabnya pengikut Ahlulbayt (Syi’ah Imamiah 12) tidak akan pernah sesat sebab mereka mengenal pendamping Qur-an yang dimaksudkan dalam Hadist Tsa qalain murni yaitu Ittrahnya Rasulullah sendiri yang SK kesuciannya diturunkan Allah berbarengan dengan Hadist Kisa. Ittrah Nabi suci inilah yang dimaksudkan Allah dengan «Tali Allah/bihablillah» untuk kita bersatu. Itulah sebabnya ha nya pengikut Ahlulbayt yang memahami persoalan esensi persatuan yang dimaksudkan Allah swt.

Terakhir sekali saya hendak menjawab kekeliruan salah seorang pemikir bahwa katanya kata Syi’ah tidak disebutkan dalam Qur-an:

Para ahli pikir itu  mengatakan bahwa Syi’ah (baca pengikut Ahlulbayt) tidak disebut kan dalam Qur-an. Katanya Qur-an hanya menyebut Muslim, bukan Syi’i dan bukan Sunni. Kalau Ahli pikir itu mengatakan bahwa Qur-an tidak menyebut Syi’i, terindikasi mereka belum membaca Qur-an keseluruhannya. Kalaulah sudah mereka baca berarti tidak memahami Qur-an keseluruhannya. Sebetulnya banyak pemikir non Syi’i yang memahami Qur-an tetapi mereka tidak memahami ayat-ayat yang penting disebabkan mereka tidak mengenal Hujjatullah/pendamping Qur-an dimana melalui merekalah kita mampu memahami ayat-ayat Qur-an yang terpenting walaupun kita hanya orang biasa.

Petama silakan buka surah Al Bayyinah:
Mazhab Syiah Imamiyah Itsna Asy'ariyah (Pengikut 12 Imam) adalah sebuah komunitas besar dari ummat Islam pada masa sekarang ini, dan jumlah mereka diperkirakan ¼ jumlah umat Islam. Latar belakang sejarahnya bermuara pada masa permulaan Islam, yaitu saat turunnya firman Allah swt. surat Al-Bayyinah ayat 7 :


إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُوْلَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّة

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, mereka adalah sebaik-baiknya penduduk bumi. (QS. Al Bayyinah [98]:7)

Selekas itu, Rasulullah saww. meletakkan tangannya di atas pundak Ali bin Abi Thalib a.s., sedang para sahabat hadir dan menyaksikannya, seraya bersabda: “Hai Ali!, Kamu dan para syi’ahmu adalah sebaik-baiknya penduduk Bumi”. [1] Dari sinilah, kelompok ini disebut dengan nama “syi’ah”, dan dinisbatkan kepada Ja’far Ash-Shadiq a.s. karena mengikuti beliau dalam bidang fiqih.

Selanjutnya kata Syi'ah dalam Qur-an dapat anda telusuri di alinia-alinia berikut ini:   

"(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap ummah dengan Imamnya; dan barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikit pun" (QS. Al-Israa: 71)

Pada hari pengadilan akhirat, takdir dari setiap orang yang mengikuti para Imamnya yang dipercayainya akan tergantung dari Imam-Imam yang dipercayainya itu apabila ia memang benar-benar mengikuti para Imam yang ia percayai itu. Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa ada dua jenis Imam yang diikuti dan diyakini oleh para pengikutnya. Ada Imam yang mengajak manusia untuk masuk ke dalam Api Neraka. Untuk kategori ini adalah para pemimpin yang dzalim dan tiran di masanya seperti Fir’aun, misalnya. Kita harus mampu mendeteksi Fir-un-fir'un modern/regim-regim despotik dan arogant.

"Dan Kami jadikan mereka para Imam yang menyeru (manusia) ke neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong.

Dan Kami ikutkanlah laknat kepada mereka di dunia ini; dan pada hari kiamat mereka termasuk orang-orang yang dijauhkan (dari rahmat Allah)" (QS. Al-Qashash: 41—42)

Al-Qur’an sudah memberikan peringatan kepada orang-orang yang mengikuti para imam yang dzalim dan para pengikut imam seperti itu akan mendapatkan takdir buruknya kelak di akhir zaman. Mereka akan digabungkan dengan para imamnya itu dalam Jahanam.

Di sisi lain Al-Qur’an juga memberikan informasi tentang adanya Imam-Imam yang memang ditunjuk oleh Allah untuk membimbing manusia ke jalan yang benar. Lihatlah ayat berikut ini:

"Dan Kami JADIKAN di antara mereka itu IMAM-IMAM yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami." (QS. As-Sajdah: 24)

(lihatlah kata-kata JADIKAN dan IMAM-IMAM yang menjelaskan secara tegas tentang jabatan Imam yang ditunjuk oleh Allah dan bukan oleh manusia. Dan mereka memiliki fungsi yang kurang lebih sama dengan Nabi walaupun tidak membawa kitab suci yang baru).

Dengan melihat ayat-ayat tersebut di atas, maka kita bisa simpulkan bahwa para pengikut dari Imam-Imam yang mendapat mandat dari Allah itu akan menemui kebahagiaan di akhirat kelak. Jadi kalau kita menjadi pengikut seorang imam maka itu tidak berarti apa-apa kalau yang kita ikuti itu adalah seorang imam yang tidak mendapatkan mandat dari Allah. Jadi akhir yang baik dan yang buruk bagi kita di akhirat kelak itu ditentukan dari siapakah imam yang kita ikuti dan patuhi selama kita hidup di Bumi.

Allah telah menyebutkan dalam Al-Qur’an bahwa beberapa hambaNya yang haq adalah juga pengikut (Syi’ah) bagi para hambaNya yang lain. Seperti pernah dijelaskan Al-Qur’an bahwa Nabi Ibrahim itu adalah pengikut (Syi’ah) dari Nabi Nuh. "Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh)" (QS. Ash-Shaaffaat: 83)

(Lihatlah kata "Syi’ah" yang dipakai secara jelas sekali oleh Al-Qur’an. Al-Qur’an secara eksplisit menggunakan kata itu huruf demi huruf dalam ayat tersebut di atas dan juga dalam ayat berikut ini)

Dalam sebuah ayat dalam Al-Qur’an diceritakan tentang pengikut (?????) Nabi Musa melawan musuh-musuh dari Nabi Musa. Lihatlah ayat berikut dan lihatlah penggu naan kata SYI’AH untuk ayat tersebut:

"Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka didapati nya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari SYI’AHNYA (pengikutnya Bani Israel) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari SYI’AHNYA (pengikutnya) meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya, lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: "Ini adalah perbuatan syaitan, sesung guhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya) (QS. Al-Qashash: 15)

Di dalam ayat Al-Qur’an di atas ada orang yang disebut sebagai pengikut Nabi Musa (atau SYI’AH MUSA) dan orang yang satunya lagi disebut sebagai musuh dari Nabi Musa. Orang-orang pada jaman bisa dibagi kedalam dua kelompok: kelompok SYI’AH MUSA atau kelom pok MUSUH MUSA.

Dengan kata lain bisa kita simpulkan bahwa Allah secara resmi menggunakan kata SYI’AH dalam Al-Qur’an untuk menunjukkan pengikut para Nabi dan sekaligus para Nabi itu sendiri (masih ingat Nabi Ibrahim yang disebut sebagai SYI’AH—pengikut—dari Nabi Nuh?). Allah menggunakan kata SYI’AH ini dengan segenap penghor matan kepada para hambaNya yang shaleh. Apakah dengan itu kita membuat Nabi Ibrahim itu sebagai seorang sektarian? Bagaimana dengan Nabi Nuh dan Nabi Musa?

Kata "Shiah" itu sendiri artinya "pengikut" atau "anggota dari sebuah kelompok". Sementara itu kata SYI’AH sendiri sebenarnya tidak mengandung sifat positif atau negatif. Kata itu akan bersifat negatif atau positif apabila kata itu disandingkan dengan nama seorang pemimpin tertentu.

Apabila seorang pengikut (Syi'ah) itu mengikuti para hamba Allah yang haq, maka tidak ada salahnya dengan kata Syi'ah itu apalagi mengingat Imam yang ia ikuti itu adalah Imam yang diberikan mandat langsung oleh Allah untuk membimbing ummat manusia. Sementara itu apabila seseorang itu telah menjadi seorang pengikut (Syi'ah) dari seorang tiran yang kejam; seorang pemimpin yang tidak berperike manusiaan; seorang pemimpin yang korup bukan kepalang, maka ia akan menemui takdir buruknya bersama dengan imam yang diikutinya.

Selanjutnya mari kita analisa Hadist Bahtera (Hadist Ittrah Nabi suci): "Ahlul baytku umpama bahtera Nuh, siapa yang naik selamat dan siapa yang tidak naik tenggelam". Kita dapat menarik kesimpulan bahwa siapapun yang mengaku beragama Islam tetapi tidak termasuk pengikut Ahlulbayt Rasulullah, mereka itu akan masuk Neraka kelak (nauzu billahi min zalik). Selanjutnya perlu kita nalisa system Thagut macam Hindunesia, Irak di jaman Saddam, Iran di jaman Shah Redha Palevi dan sebagainya, adakah termasuk bahtera yang sama dengan bahtera Ahlulbayt Rasulullah atau bahtera Muawiyah dan Yazid bin Muawiyah. Kalau system yang sama dengan bahtera Ahlulbayt Rasulullah, "penumpang nya" mendapat Rahmat semuanya tanpa kecuali. Sebaliknya yang kita saksikan dalam system Hindunesia, sebahagian penumpangnya hidup mewah sementara mayoritas pe numpangnya hidup morat marit. Lalu selanjutnya kita pertanyakan orang-orang "alim" dalam bahtera Hindunesia dan semacamnya, adakah mereka menjadi pembela kaum mustadhafin dengan ilmu agama yang segudang mereka miliki? Bukankah mereka itu hanya dimulut saja mengaku tidak ada Tuhan selain Allah sementara dalam sepakter jangnya sehari-hari menuhankan Penguasa zalim yang menzalimi ekonomi kaum mustad 'afin akibat tidak menghukum para koruptor dengan hukum yang diturunkan Allah (baca QS, al Maidah 44, 45 dan 47)



HUJJATULLAH YANG BRILLIANT SEMUANYA SYAHID.

 JUSTERU ITULAH YANG TERAKHIR DI GHAIBKAN 

SEPERTI 

NABI 'ISA BIN MARYAM:



1. Imam Ali bin Abi Thalib Amirul Mukminin a s 

2. Imam Hasan Al-Mujtaba a.s. 

3. Imam Husain Sayyid Asy-Syuhada a.s. (keduanya adalah putra Imam Ali dan Sayidah Fatimah a.s. dan cucuanda Nabi suci saww. 

4. Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad a.s. 

5. Imam Muhammad bin Ali Al-Bagir a.s. 

6. Imam Ja’far bin Muhammad Al-Shadiq a.s. 

7. Imam Musa bin Ja’far Al-Khadzim a.s. 

8. Imam Ali bin Musa Ar-Ridha a.s. 

9. Imam Muhammad bin Ali Al-Jawad-At-Taqi a.s. 

10. Imam Ali bin Muhammad Al-Hadi- An-Naqi) a.s. 

11. Imam Hasan bin Ali Al-‘Askari a.s. 

12. Imam Muhammad bin Hasan Al-Mahdi Al-Muntazhar a.s. yang dijanjikan dan dinantikan. (read less)

Open: All content is public.


Website:

http://www.al-hadj.com 

http://www.khamenei.ir 

http://www.leader.ir 

http://www.wilayah.org 

http://www.al-shia.org/html/id/index.htm 

http://www.fatimah.org/index1.htm


Al­ Qur-an Tentang Keluarga Para Nabi 

Dalam Al­Qur’an diceritakan tentang para Nabi yang berdoa kepada Allah SWT bagi keluarganya, dan memohon kepada­Nya untuk menuntun keturunan mereka. Allah SWT selalu mengabulkan doa para Nabi dengan memberikan berkah­Nya kepada keturunannya, agar anak cucu Nabi itu dapat melestarikan ajaran orang tua dan datuk kakek mereka, mencontohi kesalehan orang tua mereka, dan menjaga jalan yang lurus’ yang diajarkan Nabi itu, yaitu dzurriyah, al, ahl, dan qurba. Dzurriyah, misalnya, yang berarti keluarga, turunan atau keturunan langsung, terdapat dalam 32 ayat al­Qur’an. Misalnya, Allah SWT berfirman: 

(Ingatlah) ketika Ibrahim mendapat ujian dari Tuhannya untuk memenuhi beberapa suruhan, lalu ia menunaikannya. Berfirman (Allah), ‘Akan kujadikan kau pemimpin (imam) bagi manusia’. (Ibrahim memohon) ‘Dari keturunanku (dzurriyati), juga jadikan pemimpin­pemimpin)’. Menjawab (Tuhan) dan berfirman. ‘Janji­Ku tidak berlaku bagi orang yang zalim. 569 
Di bagian lain, Ibrahim as berdoa kepada Allah SWT: 
‘Tuhan kami! Aku telah menetapkan sebagian keturunanku di lembah tanpa tanaman, dekat Rumah­Mu yang suci. Tuhan kami! Supaya mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia mencintai mereka, dan berilah mereka rezeki buah­buahan, supaya mereka berterima kasih’. 570 
Doa ini dikabulkan Allah: 

Mereka yang diberi nikmat oleh Allah, para Nabi keturunan Adam dan (keturunan) mereka, yang Kami bawa bersama Nuh (dalam bahtera), keturunan Ibrahim dan Isra’il, dan (keturunan mereka) yang Kami beri petunjuk dan Kami pilih. Bila dibacakan kepada mereka ayat­ayat Allah Yang Maha Pemurah, mereka tunduk bersujud dan berurai air mata. 571 
Dan semua ahli tafsir sependapat bahwa Nabi Muhammad saw adalah dari keturunan (dzurriyah) Ibrahim. Dalam ayat yang lain Nabi Muhammad disebut sebagai keluarga (al) Ibrahim: 

Sungguh Allah telah memilih Adam dan Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran di atas segala bangsa. 572 
Istilah al (keluarga) seperti pada ayat di atas terdapat pada 26 ayat Al­Qur’an yang berhubungan dengan keturunan para Nabi, serta berkah khusus yang dilimpahkan kepada mereka. Di bagian lain Allah SWT berfirman: 

Ataukah mereka dengki kepada manusia, karena Allah memberi mereka sebagian dari karunia­ Nya? Sungguh, telah Kami beri keluarga Ibrahim Kitab dan Hikmah, dan Kami beri mereka kerajaan yang besar.

Istilah ahl (keluarga) mempunyai arti yang sama dengan al. Tetapi, bila dirangkaikan dengan bait (rumah) menjadi ahlu’l­bait, maka yang dimasukkan adalah keturunan langsung, seperti terdapat pada ayat Al­Qur’an yang berikut: 
Allah hanya hendak menghilangkan (segala) kenistaan daripadamu, ahlu’l­bait (Rasul Allah), dan menyucikan kamu sebersih­bersihnya.

Jumhur atau kebanyakan ulama berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan ahlu’lbait dalam ayat itu adalah putri Nabi Fathimah, sepupu dan menantu beliau ‘Ali bin Abi Thalib, serta kedua cucu yang sangat beliau cintai Hasan dan Husein. Hadis Kisa 

Hadis Kisa yang menyangkut turunnya ayat ini, diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib, ummu’l­muminin ‘A’isyah dan ummu’l­muminin Ummu Salamah, ‘Abdullah bin ‘Abbas, ‘Umar bin Abi Salmah, Abu Said al­Khudri, Sa’d bin Abi Waqqash, Anas bin Malik dan lain­lain. 

569 Al­Qur’an, al­Baqarah (II), 124. 570 Al­Qur’an, Ibrahim (XIV), 37. 571 Al­Qur’an, Mariam(XIX), 58 572 Al­Qur’an, Ali Imran (III), 33. 573 Al­Qur’an, an­Nisa’ (IV), 54. 574 Al­Qur’an, al­Ahzab (XXXIII), 


Ummu Salamah berkata: “Ayat Allah hanya hendak menghilangkan (segala) kenistaan daripadamu, ahlu’l­bait (Rasul Allah), dan menyucikan kamu sebersih­bersihnya turun di rumahku. Dan di rumahku ada tujuh, Jibril dan Mikail as., ‘Ali, Fathimah, Hasan dan Husain ra dan saya berada di dekat pintu rumahku.” 

“Aku bertanya: ‘Ya Rasul Allah apakah saya tidak termasuk ahlu’l­bait?” Rasul menjawab: ‘Sesunggulmya engkau dalam kebaikan, engkau adalah istri Rasul’. Di bagian lain Rasul menutup ‘Ali, Fathimah, Hasan dan Husain dengan kain (Kisa’), lalu turunlah ayat di atas sehingga dinamakan Hadis Kisa’ dan ‘Ali, Fathimah, Hasan dan Husain dinamakan Ahlul Kisa’.

Istilah lain, yakni qurba (berasal dari kata qaruba yang berarti dekat) dimaksudkan juga keturunan langsung dari seseorang, seperti tersebut pada firman Allah dalam Al­Qur’an: 

Itulah (karunia) yang Allah kabarkan beritanya yang gembira kepada hamba­hamba­Nya yang beriman dan melakukan amal kebaikan. Katakanlah, ‘Tiada kuminta kepadamu upah untuk itu, hanya kasih sayang kepada keluarga (qurba)’. Dan barangsiapa yang memperoleh kebaikan Kami akan tambahkan pula kepadanya kebaikan. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Berterima kasih. 


Dan sekali lagi, jumhur sependapat bahwa istilah qurba (keluarga) di sini memaksudkan keluarga Muhammad saw, yaitu Fathimah az­Zahra’ ‘Ali bin Abi Thalib, Hasan serta Husain. Tentu yang dimaksudkan dengan jumhur (mayoritas) disini adalah tokoh­tokoh.....


bersambung....


NORWEGIAN:

Vi vet at mange av dem BRILLIAN tenker og FANTASTISKE MENNESKER I vår tid VIL men dette har ikke nyttig for menneskelig eksistens AV dem med mindre de også vite nøyaktig THE hujjatullah sendt fra den Allmektige Gud etter KEWAFATAN Rasulullah saww


Uten å vite hujjatullah sendes dikolong SKY ETTER KEWAFATAN Rasulullah filosofer NOEN MÅTE FEIL MIND



Bismillaahirrahmaanirrahim
De ikke-sjia filosofer har vært i stand til å svare på vanskelige spørsmål med stor ateist. Hvis vi åpner Internett, har vi vært vitne til mange ahlipikir eller filosofer var i stand til å svare på viktige spørsmål i livet fra både muslimer og ikke-muslimske partiet til de fleste lyttere eller lesere fascinert av vitenskapelig svar på slike eksperter. Med høy inteligennya vi bør erkjenne at de har mange andre tenkere slå, men ekspertene er overveldet når du arbeider med hodet av tilhengerne av profeten saww Ahlulbayt. Dette er fordi de ikke tror på eksistensen av Ahlulbayt som fungerer som hujjatullah og assisterende post kewafatan Koranen at Profeten Muhammed ikke gå seg vill ummah alltid. Dette kan sees i punkt enhet (wa'tasimu bihablillahi jamiiaw, wala tafarraqu), hvor dette verset refererer til ren Thaqalayn Hadith. Hvorfor kaller vi ren Thaqalayn? For Hadith har Dipal sport og lede muslimene kan ikke forene post kewafatan Rasulullah til vår tid fortsetter brutt i stykker.

Imam Bakir sa: "Alle som ikke kjenner presten som er sendt, falt til feil konklusjoner om forståelsen av religion". I dette tilfellet Imam al-Baqir sa: «Enhver som komme nærmere Gud i form av tilbedelse er praktisert for alvor, men han ble ikke trukket tahui Imam sendt fra Gud, så alle veldedig innsats var ikke akseptabelt Han er en kjetter. og kebi ngungan. Gud avviste alle hans veldedighet, Bolig lignelsen slik mann er som en tapt sau og terpi legitime grupper og pengembalanya. Keter pisahannya det ødela dagene gikk. Når natten faller på, han ble med i gruppen i buret sitt, og når hyrdene gjete sauene sine mem bangkang og brøt vekk fra gruppen, så han febrilsk leter etter gjeting og gruppe. når han møter en gjeter de Ngan gruppe av sau, ble han behandlet godt, og sigembala Berte ringvirkninger til ham: «Kom igjen, bli med deg med gjeting og gruppe. du ble forvirret sau på avveie. Sauene og oppsøke grupper og pengembalanya med forvirring. Han hadde ikke en gjeter som tok ham til beite eller ta ham med hjem. Han forble i forvirring som det var da det var en ulv i ham, deretter slå ned. (Usul al-Kafi, kapittelet Ma'ri fett al Hujjah hadith ikke en av Kitab al Hujjah)

Allah og Hans sendebud er kjent for det meste muslimer, men de fleste av dem ikke vet elementer av tre, som er disse tallene. De fleste av dem trodde terfsebut tallet er noens dommen mot dem / deres regjering. Dette er hva som gjør dem feilaktig 180 grader i religion, selv om de er geniale se mange ganger. Logisk, vet vi Gud via Allahs sendebud til Allah Menar virkelig vi treffer li. Problemet er det samme profeten hvem er vi til å vite? Sikkert via Ulil Amri. Knowl Nalan her ikke ado / ignorere det, men å vite nøyaktig. Fra det førte oss til å adlyde Ulil Amri galt, er det galt i religion til det resultatet vi har partier som tempelakan dommedag Allah som nevnt i Surah Yasin følgende vers:

"Har jeg ikke befalt deg, O Children of Adam slik at du ikke hvese kuti (trinn) djevelen Han er en regelrett fiende for deg?» (Koranen, 36: 60). Og tundukpatuhilah Me (Følg meg). Dette er måten (selurus) -lurus (hennes) (Koranen, 36:61). Han er en hagian seba har villedet stor blant dere, vil dere da ikke forstå? Dette er helvete, som dere ble truet (med dem) (Koranen, 36: 62).. Kom (deg) inn i det i dag fordi du var menging curry (Koranen, 36:64). På denne dagen stengt vi deres munn; og sa til oss i hendene og ga kesaksianlah føttene til hva de brukes til å prøve (Koranen, 36:65)

Med dette notatet håper jeg ekspertene tror noe vil oppdage i sitt liv, som er på denne planeten Jorden hujjatullah opp uten den store mannen på denne jord skal forgå eller kollapse eller apokalypse. Dermed gjør Allah hujjahnya viktig under solen.

Først av alle filosofer til å stille spørsmålet om hvorfor Gud ikke bruke ordet "bidinillah" i avsnittet "Wa'tasimu bihablillah", der de fleste tenkere sette "bidinillah"















Senin, 12 Desember 2016

CUPLIKAN SEJARAH ISLAM, WAFAT NABI DAN SUKSESI DI SAQIFAH






Bab 18. Nas bagi Imam Ali 
Al­Qur’an Tentang Keluarga Para Nabi



Dalam Al­Qur’an diceritakan tentang para Nabi yang berdoa kepada Allah swt bagi keluarganya, dan memohon kepada­Nya untuk menuntun keturunan mereka. Allah swt selalu mengabulkan doa para Nabi dengan memberikan berkah­Nya kepada keturunannya, agar anak cucu Nabi itu dapat melestarikan ajaran orang tua dan datuk kakek mereka, mencontohi kesalehan orang tua mereka, dan menjaga jalan yang lurus’ yang diajarkan Nabi itu, yaitu dzurriyah, al, ahl, dan qurba. Dzurriyah, misalnya, yang berarti keluarga, turunan atau keturunan langsung, terdapat dalam 32 ayat al­Qur’an. Misalnya, Allah SWT berfirman:

(Ingatlah) ketika Ibrahim mendapat ujian dari Tuhannya untuk memenuhi beberapa suruhan, lalu ia menunaikannya. Berfirman (Allah), ‘Akan kujadikan kau pemimpin (imam) bagi manusia’. (Ibrahim memohon) ‘Dari keturunanku (dzurriyati), juga jadikan pemimpin­pemimpin)’. Menjawab (Tuhan) dan berfirman. ‘Janji­Ku tidak berlaku bagi orang yang zalim. 569

Di bagian lain, Ibrahim as berdoa kepada Allah SWT: 
‘Tuhan kami! Aku telah menetapkan sebagian keturunanku di lembah tanpa tanaman, dekat Rumah­Mu yang suci. Tuhan kami! Supaya mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia mencintai mereka, dan berilah mereka rezeki buah­buahan, supaya mereka berterima kasih’. 570


Doa ini dikabulkan Allah: 
Mereka yang diberi nikmat oleh Allah, para Nabi keturunan Adam dan (keturunan) mereka, yang Kami bawa bersama Nuh (dalam bahtera), keturunan Ibrahim dan Isra’il, dan (keturunan mereka) yang Kami beri petunjuk dan Kami pilih. Bila dibacakan kepada mereka ayat­ayat Allah Yang Maha Pemurah, mereka tunduk bersujud dan berurai air mata. 571

Dan semua ahli tafsir sependapat bahwa Nabi Muhammad saw adalah dari keturunan (dzurriyah) Ibrahim. Dalam ayat yang lain Nabi Muhammad disebut sebagai keluarga (al) Ibrahim: 

Sungguh Allah telah memilih Adam dan Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran di atas segala bangsa. 572


Istilah al (keluarga) seperti pada ayat di atas terdapat pada 26 ayat Al­Qur’an yang berhubungan dengan keturunan para Nabi, serta berkah khusus yang dilimpahkan kepada mereka.

Di bagian lain Allah SWT berfirman: 
Ataukah mereka dengki kepada manusia, karena Allah memberi mereka sebagian dari karunia­ Nya? Sungguh, telah Kami beri keluarga Ibrahim Kitab dan Hikmah, dan Kami beri mereka kerajaan yang besar. 573


Istilah ahl (keluarga) mempunyai arti yang sama dengan al. Tetapi, bila dirangkaikan dengan bait (rumah) menjadi ahlu’l­bait, maka yang dimasukkan adalah keturunan langsung, seperti terdapat pada ayat Al­Qur’an yang berikut:
Allah hanya hendak menghilangkan (segala) kenistaan daripadamu, ahlu’l­bait (Rasul Allah), dan menyucikan kamu sebersih­bersihnya. 574

Jumhur atau kebanyakan ulama berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan ahlu’lbait dalam ayat itu adalah putri Nabi Fathimah, sepupu dan menantu beliau ‘Ali bin Abi Thalib, serta kedua cucu yang sangat beliau cintai Hasan dan Husein.

Hadis Kisa 
Hadis Kisa yang menyangkut turunnya ayat ini, diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib, ummu’l­muminin ‘A’isyah dan ummu’l­muminin Ummu Salamah, ‘Abdullah bin ‘Abbas, ‘Umar bin Abi Salmah, Abu Said al­Khudri, Sa’d bin Abi Waqqash, Anas bin Malik dan lain­lain.


569 Al­Qur’an, al­Baqarah (II), 124. 570 Al­Qur’an, Ibrahim (XIV), 37. 571 Al­Qur’an, Mariam(XIX), 58 572 Al­Qur’an, Ali Imran (III), 33. 573 Al­Qur’an, an­Nisa’ (IV), 54. 574 Al­Qur’an, al­Ahzab (XXXIII), 33.
Ummu Salamah berkata: “Ayat Allah hanya hendak menghilangkan (segala) kenistaan daripadamu, ahlu’l­bait (Rasul Allah), dan menyucikan kamu sebersih­bersihnya turun di rumahku. Dan di rumahku ada tujuh, Jibril dan Mikail as., ‘Ali, Fathimah, Hasan dan Husain ra dan saya berada di dekat pintu rumahku.” 

“Aku bertanya: ‘Ya Rasul Allah apakah saya tidak termasuk ahlu’l­bait?” Rasul menjawab: ‘Sesunggulmya engkau dalam kebaikan, engkau adalah istri Rasul’. Di bagian lain Rasul menutup ‘Ali, Fathimah, Hasan dan Husain dengan kain (Kisa’), lalu turunlah ayat di atas sehingga dinamakan Hadis Kisa’ dan ‘Ali, Fathimah, Hasan dan Husain dinamakan Ahlul Kisa’. 575


Istilah lain, yakni qurba (berasal dari kata qaruba yang berarti dekat) dimaksudkan juga keturunan langsung dari seseorang, seperti tersebut pada firman Allah dalam Al­Qur’an: 
Itulah (karunia) yang Allah kabarkan beritanya yang gembira kepada hamba­hamba­Nya yang beriman dan melakukan amal kebaikan. Katakanlah, ‘Tiada kuminta kepadamu upah untuk itu, hanya kasih sayang kepada keluarga (qurba)’. Dan barangsiapa yang memperoleh kebaikan Kami akan tambahkan pula kepadanya kebaikan. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Berterima kasih. 576


Dan sekali lagi, jumhur sependapat bahwa istilah qurba (keluarga) di sini memaksudkan keluarga Muhammad saw, yaitu Fathimah az­Zahra’ ‘Ali bin Abi Thalib, Hasan serta Husain. Tentu yang dimaksudkan dengan jumhur (mayoritas) disini adalah tokoh­tokoh Sunni yang mempertimbangkan ‘Enam Kitab Shahih’, ash­shihah as­sittah, dalam menafsirkan ayat tersebut di atas. Sebab bagaimanapun juga ‘Enam Kitab Shahih’ yang ditulis oleh enam tokoh terpercaya Ahlus Sunnah seperti Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Dan disini penulis tidak bermaksud mengabaikan pemikir­pemikir besar seperti Imam Ibnu Taimiyah, tapi penulis tidak memasukkan tokoh­tokoh seperti Ibnu Taimiyah tersebut karena pertimbangan di atas. Misalnya Ibnu Taimiyah dalam bukunya Minhaj al­Karamah fi ma’rifah al­Imamah menyangkal Musnad Ahmad dan hadis Bukhari serta Muslim, menganggap Iman Ahmad dan orang­orang sejenisnya sebagai orang­orang bodoh yang tidak mengetahui dan tidak mau mempelajari kitab­kitab ilmuwan (ahlul ilm) dan bahwa Imam Ahmad membohongi ‘kesepakatan ilmuwan’, di antaranya ayat Surat Asy­Syura di atas. Sebab ayat tersebut adalah Makkiah menurut ‘kesepakatan’ Ahlus Sunnah sedang ‘Ali belum lagi kawin dengan Fathimah dan Hasan serta Husain belumlah lahir. Ia menyangkal penyaksian Ibnu ‘Abbas. Alasan­alasannya memang cukup banyak dan menarik untuk dipelajari. Tetapi Ibnu Taimiyah tidak memberikan alasan sedikit pun mengapa ia memasukkan Asy­Syura ayat 23 tersebut (juga ayat 24, 25 dan 26) sebagai ayat­ayat Makkiah. Lagi pula, andaikata ayat ini ditujukan kepada seluruh kaum Quraisy Makkah seperti dikatakan Ibnu Taimiyah, atau sebagai ‘kesepakatan ilmuwan’, maka konteks ayat ini menjadi tidak terpahami. Bagaimana mungkin ayat ini ditujukan kepada kaum Quraisy sedang bunyi ayat itu: Tiada kuminta kepadamu upah untuk (tablighku) itu, hanya kasih sayang kepada keluarga (qurba) sedang mereka tidak menerima tabligh Rasul Allah, malah menyiksa, menghina, memburunya sehingga sebagian Sahabat berhijrah ke Habasyah dan Rasul serta sebagian Sahabat lagi berhijrah ke Madinah?

Dalam hadis Ibnu Abbas, diceritakan pertengkaran ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib dengan orang Anshar. Abbas merasa terhina dan menyampaikannya kepada Rasul. Kemudian terdengar bisikan yang sampai kepada Rasul bahwa kaum Anshar pernah berkata bahwa Rasul dikeluarkan oleh kaumnya, orang Quraisy Makkah, dan beruntunglah ada orang Anshar yang melindungi beliau. Setelah itu orang Anshar merasa menyesal dan ingin mengorbankan seluruh harta dan apa yang ada pada mereka untuk Allah dan RasulNya. Sebagai jawaban, turunlah ayat di atas. Dan tatkala Ibnu ‘Abbas ditanya tentang maksud dari istilah qurba dalam ayat tersebut, Ibnu Abbas menjawab: al (keluarga, ahlu’l­bait) Muhammad saw’. Dan dengan demikian, hadis ini berhubungan dengan hadis­hadis Tsaqalain, Manzilah, Pintu Ilmu, Kisa’, Safinah, al­Haqq, Dakwah Kepada Keluarga Dekat, Hadis Qasim dan masih banyak hadis lain yang tercantum dalam Enam Kitab Shahih dan buku­buku Sunni terpercaya lainnya yang berhubungan dengan keutamaan dan kedudukan Fathimah, ‘Ali, Hasan dan Husain.

575 Riwayat Ummu Salamah dalam tafsir ayat tersebut, Suyuthi, Tafsir, jilid 5, hlm. 198­199; Shahih Tirmidzi, jilid 13, hlm. 248; Musnad Ahmad, jilid 6, hlm. 306; Usdu’l Ghabah, jilid 4, hlm. 29, jilid 2, hlm. 298; Tahdzib at­Tahdzib, jilid 2, hlm. 297; Mustadrak ash­Shahihain, jilid 2, hlm. 416, jilid 3, hlm. 147; Sunan al­Baihaqi, jilid 2, hlm. 150; Usdu’l­Ghabah, jilid 5, hlm. 521, 589; Tarikh Baghdad, jilid 9, hlm. 126; Musnad Ahmad, jilid 6, 292. Yang berasal dari Ibnu ‘Abbas: Musnad Ahmad, jilid 1, hlm. 330; an­Nasa’i, Khasha’ish, hlm. 11; Muhibbuddin, Ar­Riyadh an­Nadhirah, jilid 2, hlm. 269; Majma ‘az­Zawa’id, jilid 9; hlm. 119, 207; Durrul­ Mantsur dalam tafsir ayat Al­Qur’an 33:33. Dalam Riwayat Sa’d bin Abi Waqqash, Shahih Muslim, jilid 7, hlm. 120. Khasha­ish an­Nasa’i, hlm. 4­5, Shahih Tirmidzi, jilid 12, hlm. 171­172 dan lain­lain. 576 Al­Qur’an, asy­Syura (XLII), 23.

Lebih dari seratus ayat Al­Qur’an memuat doa untuk mendapatkan anugerah khusus dari Allah SWT, dan terkabulnya doa tersebut menunjukkan bahwa kesucian keluarga Rasul pada masa itu tidaklah dapat diragukan. Dan tidaklah dapat disangkal keutamaan keluarga Rasul dalam bidang agama, sekurang­kurangnya pada zaman itu. Tidak ada suatu suku Arab ­seperti suku Taim bin Murrah (suku Abu Bakar) atau dari suku Banu ‘Adi bin Ka’b (suku ‘Umar)­ yang dapat disamakan, dilihat dari segi agama, dengan Banu Hasyim (dalam hal ini, ‘Ali bin Abi Thalib). ‘Ali adalah cicit dari Hasyim dan cucu ‘Abdul Muththalib, anak dari paman Rasul Abu Thalib yang merawat Muhammad saw yang yatim piatu itu. ‘Ali adalah kawan Rasul yang paling dekat, yang kemudian diangkat Rasul sebagai saudaranya sebelum dan sesudah hijrah. Kalau Khadijah adalah orang pertama, maka ‘Ali adalah laki­laki pertama yang masuk Islam. ‘Ali adalah suami Fathimah yang memberikan kepadanya Hasan dan Husain, cucu yang sangat dicintai Muhammad saw, yang bahkan disebut beliau ‘anak­anakku’.
'
Hadis al­Ghadir 
Tatkala ‘Ali menjadi khalifah, sekali ia mengumpulkan orang banyak di pekarangan masjid, lalu ia berkata kepada mereka: 
Aku menghimbau, demi Allah, kepada setiap orang di antara kalian yang telah mendengar apa yang diucapkan Rasul Allah saw pada peristiwa Ghadir Khumm, agar berdiri dan memberikan kesaksiannya mengenai apa yang telah didengarnya. Dan hendaklah jangan berdiri selain mereka yang benar­benar telah menyaksikan Rasul Allah dengan kedua matanya dan kedua telinganya.

Maka berdirilah tiga puluh orang di antara para sahabat, dua belas di antaranya adalah pejuang Badr. Dan mereka memberikan kesaksian bahwa Rasul Allah saw telah mengangkat lengan ‘Ali dan bersabda: ‘Bukankah kalian ­semua mengetahui bahwa diri saya adalah yang paling utama menjadi wali bagi diri Anda, lebih dari diri Anda sendiri? ‘Mereka menjawab, ‘Benar’. Dan beliau berkata lagi, ‘Barangsiapa yang mengakui saya sebagai maulanya, maka inilah saudaranya! Ya Allah, cintailah siapa yang memperwalikannya, dan musuhilah siapa yang memusuhinya!’ 577

Dengan kata lain, ‘Ali bin Abi Thalib berpendapat bahwa ia telah ditunjuk Rasul sebagai penggantinya. Suatu hal yang menarik dari riwayat ini ialah adanya tiga orang yang tidak mau berdiri dan memberikan kesaksiannya pada waktu itu, meskipun ketiganya ikut menyaksikan pidato Rasul di Ghadir Khumm, dan ‘Ali menyumpahi mereka. Malah di Ghadir Khumm sendiri pun pada masa itu, seorang yang bernama Harits bin Numan al­Fihri telah membangkang terhadap Rasul dan menuduh beliau belum juga merasa puas dengan agama yang disampaikannya, ‘dan mengangkat lengan sepupu Anda (‘Ali) dan mengutamakannya di atas kami semua’, dan pergilah ia meninggalkan Rasul.

Suatu keanehan, ‘Umar bin Khaththab, yang pada waktu Rasul habis berpidato datang memberi selamat kepada ‘Ali sebagai pemimpin umat sesudah Rasul, telah ‘merampas’ kekhalifahan ‘Ali ­ meminjam istilah ‘Ali sendiri­ meskipun ia telah mengetahui hak ‘Ali untuk kekhalifahan ‘seperti roda dari sebuah kincir’.

Kuatnya hadis Ghadir Khumm ini tidak dapat disangkal. Di antara para ahli yang menguatkan hadis ini ialah Imam Ahmad bin Hanbal, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Abu Dawud, dan penulis­ penulis Sunni lain, seperti Ibnu Atsir dalam Usdu’l­Ghabah, Ibnu ‘Abdil Barr dalam Isti’ab, Ibnu ‘Abdu Rabbih dalam al­’Iqd al­Farid, dan Jahizh dalam ‘Utsmaniyyah. Lebih dari seratus saluran isnad yang berbeda­beda dan paling sedikit 110 Sahabat yang telah menyampaikan kesaksiannya, dan tercatat dalam buku­buku sejarah Sunni membuktikan kuatnya hadis ini. Ibnu Katsir, seorang Sunni yang fanatik, menulis tujuh setengah halaman tentang peristiwa ini. 

Setelah melakukan ibadah Haji Perpisahan (Hajjatu’l­Wada) bersama jemaah haji, Rasul berhenti di Ghadir Khumm. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 28 Dzul Hijjah tahun 10 Hijriah, 73 hari sebelum wafatnya Rasul Allah saw, 12 Rabi’ul Awal, tahun 11 Hijriah. 
Ghadir Khumm adalah suatu tempat beberapa kilometer dari Makkah ke arah Madinah. Tempat berpaya dan ditumbuhi beberapa pohon rindang ini merupakan sebuah persimpangan. Disini mereka berpisah ke berbagai jurusan. Ada yang ke arah Madinah, Mesir dan Syria. '

Di tempat ini pada siang hari itu turunlah ayat Al­Qur’an: 
577 Musnad Imam Ahmad, jilid 4, hlm. 370; jilid 1, hlm. 119.
‘Hai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhan­mu. Jika tiada kau melakukannya, tiadalah kau menyampaikan amanat­Nya. Allah akan melindungi mu dari orang (yang berniat jahat). Sungguh, Allah tiada memberi petunjuk orang yang ingkar.’ 578

Bahwa ayat yang terkenal dengan nama ayat tabligh (sampaikan) turun dalam pe ristiwa ‘Ali bin Abi Thalib di Ghadir Khumm, diriwayatkan oleh Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath­Thabari yang berasal dari Zaid bin Arqam 579 , Ibnu Hatim dari Said al­Khudri dan Ibnu Mardawaih juga dari Sa’id al­Khudri. Yang lain dari Ibnu Mas’ud dan berpuluh­puluh rangkaian isnad yang tidak mungkin dikemukakan disini.

Mufasir Sunni yang kenamaan Jaliluddin Suyuthi (849­911 H/1445­1505 M) dalam tafsirnya ad­ Durru’l­Mantsur meriwayatkan dari Abu Said al­Khudri bahwa ayat ini diturunkan di Ghadir Khumm berkenaan dengan ‘Ali bin Abi Thalib. Begitu pula Sulaiman bin Ibrahim bin Muhammad at­Hanafi (1220­1294 H/1805­1877 M) dalam tafsirnya, Yanabi’u’l Mawaddah; Abu Salim bin Thalhah asy­Syafi’i dalam tafsirnya Mathalibu’s­Sa’ul, dan lain­lain.

Dalam tafsirnya, Suyuthi mencatat riwayat dari Ibnu Mas’ud yang mengatakan: Pada waktu Rasul masih hidup, kaum Muslimin membaca ayat itu (dengan pengertian) demikian: 
Hai, Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu bahwa ‘Ali adalah wali mu’minin, dan jika tiada kau melakukannya, tiadalah kau menyampaikan amanatnya. Allah akan melindungimu dari orang (berniat jahat). Sungguh Allah tiada memberi petunjuk orang yang ingkar. 580


Karena polemik yang yang kelewat batas, ada yang berusaha menerangkan bahwa ayat ini turun berkenan dengan takutnya Rasul kepada orang Kristen dan Yahudi. Tetapi pada musim haji perpisahan ini tidak ada orang Kristen dan Yahudi di sana yang harus ditakuti Rasul, karena yang hadir pada masa itu hanyalah kaum Muslimin. Dan ayat­ayat mengenai Ahlul Kitab telah turun lama sebelumnya. 

Setelah turun ayat tabligh tersebut beliau lalu menunggu orang­orang yang berjalan di belakang sambil menyuruh orang memanggil mereka yang di depan. 581 Rasul Allah melarang para Sahabat berhenti di bawah pohon­pohon yang tersebar di dalam lembah itu, dan memerintahkan membersihkan duri­duri yang berhamburan di bawah pohon­ pohon tersebut. Beliau kemudian memerintahkan shalat berjemaah. 582


Beliau juga menyuruh menjadikan batang­batang pohon sebagai tiang untuk mem bangun kemah dengan merentangkan kain untuk berteduh dari sengatan matahari. 583
Setelah shalat dzuhur pada tengah hari yang menyengat, 584 beliau mengucapkan ‘Alhamdulillah, memuji Allah SWT, lalu menyampaikan khotbahnya. Setelah mengu capkan apa yang dikehendaki Allah SWT untuk disampaikarmya, beliau berucap:
"Wahai manusia, hampir tiba saatnya aku akan dipanggil dan aku pasti akan memenuhi panggiln itu. Dan aku akan dimintai pertanggungjawaban, maka apa yang akan kamu katakan?" 

Mereka menjawab: "Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan dan telah memberi nasihat dengan tulus. Semoga Allah memberi balasan yang sebaik­baiknya".

Lalu Rasul Allah saww berkata lagi: Bukankah kalian bersaksi bahwa tiada Tuhan melainka Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya, dan bahwa Surga­Nya adalah benar, dan Neraka adalah haq?. Jemaah: Kami bersaksi seperti yang engkau sampaikan!. Rasul Allah saww: Ya Allah saksikanlah!. Apakah kamu mendengarkan? '
578 Al­Qur’an, al­Ma’idah (V): 67. Diriwayatkan oleh al­Hakim al­Kaskani dalam Syawahid at­Tanzil, jilid 1, hlm. 192­193. 579 Thabari, Thabaqat al­Kubra, jilid 2, hlm. 162­169. 580 Sayuthi, ad­Durru’l­Mantsur, hlm. 289. 581 Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 213. Bahwa Rasul Allah menyuruh memanggil sebagian kafilah yang telah meninggalkan Ghadir Khumm agar kembali berkumpul dapat dibaca dalam Nasai, al­Khasha’ish, hlm. 25 dari isnad yang berasal dari Sa’d bin Abi Waqqash yang berbunyi: Kami bersama Rasul Allah di jalan Makkah dan setelah sampai di Ghadir Khumm orang­orang semua berhenti. Kemudian Rasul Allah menyuruh (memanggil kembali orang­orang yang telah mendahuluinya, dan menunggu orang­orang yang di belakang, lalu Rasu1mengumpulkan orang­orang yang mengitarinya.. 582 Musnad Ahmad, jilid 4, hlm. 281; Sunan Ibnu Majah, Bab Fadha’il ‘Ali; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 209­ 210. 583 Musnad Ahmad, jilid 4, hlm. 372; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 212. 584 Musnad Ahmad, jilid 4, hlm. 281; Sunan Ibnu Majah, Bab Fadha’il ‘Ali; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 212.
Jemaah: Betul! 
'
Rasul Allah saww: Wahai manusia sekalian, ketahuilah bahwasanya aku akan menjadi pendahulumu meninggalkan dunia ini, dan aku akan menunggumu di telaga Haudh. Haudh yang lebih luas dari (daerah antara) Bashra (sebuah kota dekat Baghdad atau dekat Damaskus pen.) sampai ke Shan’a di mana tersedia gelas­gelas perak seba nyak bilangan bintang­bintang di langit. Dan aku akan bertanya kepadamu tentang dua hal yang berat dan berharga, ats­tsaqalain, bagaimana kamu memperlakukan nya sepeninggalku. Yang sebuah adalah yang terbesar yaitu Kitab Allah ‘Azza wa Jalla, ujungnya yang satu di tangan Allah dan yang lain di tanganmu. Maka berpe ganglah erat­erat kepadanya niscaya kamu tidak akan sesat dan tidak berubah arah. Dan yang lain adalah ‘ithrah­ku, Ahlu’l­bait­ku sebab Allah Yang Maha Meliputi dan Maha Mengetahui telah memberitahukan kepadaku bahwa kedua­duanya tidak akan berpisah sampai menemuiku di Haudh. Dan janganlah kamu mendahului atau me ngecilkan keduanya karena dengan berbuat demikian kamu akan celaka, dan jangan lah menggurui mereka karena mereka lebih tahu dari kamu! 585

Rasul Allah saww bersabda lagi: Tahukah kalian bahwa akulah yang terdahulu menjadi Mu’min dari diri mereka sendiri?! 
Hadirin: Benar! 586


Rasul Allah: Tidakkah kalian mengetahui atau menyaksikan bahwa aku adalah paling utama menjadi wali bagi setiap kaum mu’minin lebih dari diri mereka sendiri? 587
Rasul Allah saw lalu memegang dan mengangkat tangan ‘Ali bin Abi Thalib dengan kedua tangannya sehingga hadirin dapat melihat kedua ketiaknya yang putih. 588
Kemudian Rastl Allah saw bersabda: Wahai manusia sekalian! Allah adalah maulaku dan aku adalah maula kalian 589 , maka barang siapa menganggap aku sebagai maulanya, maka ‘Ali ini (juga) adalah maulanya! 590

Ya Allah, cintailah siapa yang memperwalikannya, dan musuhilah siapa yang memu suhinya! 591 Ibnu Katsir meriwayatkan 592 dengan kalimat: “Dan aku berkata kepada Zaid: ‘Apakah engkau mendengamya dari Rasul Allah’ Zaid menjawab: “Setiap orang yang berada dalam kemah­kemah itu melihat dengan kedua matanya dan mendengar dengan kedua kupingnya”. Kemudian Ibnu Katsir berkata: “Telah berkata Syaikh kita Abu Abdullah Dzahabi: “Hadis ini adalah shahih!.

Tolonglah siapa yang menolongnya dan tinggalkan siapa yang meninggalkannya! 593 . Cintailah siapa yang mencintainya dan bencilah siapa yang membencinya! 594
Selanjutnya beliau bersabda: Ya Allah, aku bersaksi! 595 
Rasul Allah saw tidak berpisah dengan ‘Ali sampai turun ayat terakhir:

“Hari ini orang kafir berputus asa, (memalingkan kamu) dari agama. Maka janganlah takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada­Ku. Hari ini telah Kusempurnakan agamamu bagimu, dan telah Kucukupkan nikmatKu bagimu, dan telah Kupilih Islam bagimu sebagai agama.” 596

585 Majma’az­Zawa’id; ada lafal yang sedikit berbeda dalam al­Hakim, jilid 33, hlm. 109­110; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 209. 586 Musnad Ahmad, jilid 1, hlm. 118­119 dan jilid 4, hlm. 281; Sunan Ibnu Majah, jilid 1, hlm. 43; dengan istilah na’am (“ya”) sebagai ganti bala (“benar”) terdapat dalam Musnad Ahmad, jilid 4, hlm.281, 368, 370, 372; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 209. 587 Musnad Ahmad, jilid 4, hlm. 281, 368, 370, 372; Ibnu Katsir, ibid. jilid 5, hlm. 209, 212. 588 Dalam riwayat al­Hakim al­Haskani, ibid., jilid 1, hlm. 190; dengan sedikit berbeda istilah, jilid 1, hlm. 193. 589 Al­Hakim al­Haskani, ibid., jilid 1, hlm. 91; Ibnu Katsir, ibid., jilid 5, hlm. 209 menggunakan istilah sedikit berbeda: “Dan saya maula semua kaum mu’min!”. 590 Tercantum pada semua buku di atas. 591 Musnad Ahmad, jilid 1, hlm. 118, 119, jilid 4, hlm. 281, 370, 372, 382, 383 dan jilid 5, hlm. 347, 370; al­ Hakim, Mustadrak, jilid 3, hlm. 109; Sunan Ibnu Majah; al­Hakim al­Haskani, ibid., jilid 1, hlm. 190, 191; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 209­213. 592 Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 209. 593 Musnad Ahmad, jilid 1, hlm. 118, 119; Majma’az­Zawa’id, jilid 9, hlm. 104, 105, 107; al­Hakim al­Haskani, ibid., jilid 1, hlm. 193; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 210, 211 594 Al­Hakim al­Haskani, Syawahidat­Tanzil, ibid., jilid 1, hlm. 191; Ibnu Katsir, Tarikh, jilid 5, hlm. 210. 595 Al­Haskani, ibid., jilid 1, hlm. 190. 596 Al­Qur’an, al­Ma’idah (V), 3. Bahwa ayat yang berbunyi: “Hari ini telah Kusempurnakan agamamu bagimu dan Kucukupkan nikmat­Ku bagimu, dan telah Kupilih Islam bagimu sebagai agama”, turun setelah peristiwa ‘Ali bin Abi Thalib di Ghadir Khumm, dapat dibaca dalam Thabari, Kitab al­Wilayah yang berasal dari Zaid bin Arqam, hlm, 210; Ibnu Mardawaih dari jalur Abu Harun al­’Abdi dari Abu Sa’id al­Khudri, Tafsir Ibnu Atsir,
Akhirnya Rasul Allah bersabda: ‘Allah sungguh Maha Besar dengan menyempur nakan agama­Nya dan mencukupkan nikmat­Nya serta meridhai risalahku dan mene tapkan wilayah bagi ‘Ali! 597 ‘Umar dan Abu Bakar Beri Selamat Pada ‘Ali

Sesudah itu ‘Umar bin Khaththab datang bersama jemaah menemui ‘Ali dan ‘Umar berkata: ‘Alangkah bahagianya Anda (hani’an laka) wahai Ibnu Abi Thalib, Anda menjadi maula setiap mu’min dan mu’minat!’ Dan di riwayat lain: ‘Beruntung Anda (bakhin bakhin laka) wahai Ibnu Abi Thalib!’. Dan dalam riwayat lain: ‘Beruntungya ‘Ali! (bakhin ya ‘Ali) engkau menjadi maula kaum mu’minin dan mu’minat! 

Ada dengan lafal: “Hani’an laka yabna Abi Thalib! ashbahta wa amsaita maula kulli mu’minin wa mu’ininat!” (Selamat bagimu, hai Ibnu Abu Thalib, engkau telah menjadi maula setiap mu’min dan mu’minat). Ada dengan lafal: “Hani’an laka, ashbahta wa amsaita maula kulli muminin wa muminat!” (tanpa yabna Abi Thalib). Ada “Amsaita yabna Abi Thalib maula kulli mu’minin wa mu’minat...

(Cuplikan sejarah Islam murni. wafat Rasulullah dan suksesi di saqifah)

https://www.youtube.com/watch?v=j3ParUemvKY&t=683s



Chapter 18. Nas for Imam Ali
Remembrance Family Prophets



In the Qur'an told about the Prophet prayed to Allah for his family, and begged Him to guide their offspring. Allah always grant the prayer of the Prophet by giving blessing to their offspring, so that children and grandchildren of the Prophet was able to preserve the teachings of parents and progenitor of their grandfather, as examples of piety of their parents, and keep a straight path 'taught by the Prophet, who is dzurriyah, al, ahl, and Qurba. Dzurriyah, for example, means that a family, a derivative or direct descendants, there are 32 verses of Qur'an. For example, Allah says:

(Remember) when Abraham got a test from God to fulfill some errands, and he fulfilled them. Says (Allah), 'I'll make you a leader (imam) for humans'. (Ibrahim beg) 'From my offspring (dzurriyati), also made pemimpinpemimpin)'. Answering (God) and say. 'Promise does not apply to those who do wrong. 569

In another part, Ibrahim prayed to Allah SWT:
'Our Lord! I have set most of my offspring in a valley without the plant, near the holy richly. Our Lord! So that they establish the prayer. So make the hearts of people love them, and give them sustenance of fruits, so that they may be grateful '. 570

This prayer God granted:
Those who were given favors by Allah, the Prophet Adam and (descendants), who we brought with Noah (in the ark), a descendant of Abraham and Israil, and (their descendants) who We guided and chose. When it is recited to them verses of Allah, Most Gracious, they are subject prostrate and tears. 571
And all the commentators agree that the Prophet Muhammad is a descendant of (dzurriyah) Ibrahim. In another verse of the Prophet Muhammad is referred to as a family (al) Ibrahim:

Indeed Allah chose Adam and Noah, the family of Abraham and the family of 'Imran above all nations. 572

The term al (family) as in the above verse the Qur'an contained in paragraph 26 that relate to the descendants of the Prophet, as well as a special blessing bestowed upon them.

In another part of Allah SWT says:
Or do they envy to man, because God gave them some of his bounty? Indeed, have we gave the family of Abraham the Book and Wisdom, and We gave them a great kingdom. 573

The term ahl (family) have the same meanings al. However, when coupled with the temple (house) into ahlu'lbait, then entered are direct descendants, as contained in the Koran verse that follows:
God only wanted to eliminate (all) contempt than you, ahlu'lbait (Messenger of Allah), and purified you sebersihbersihnya. 574

Jumhur or most scholars argue that what is meant by ahlu'lbait in that verse is the Prophet's daughter Fatima, his cousin and son in law Ali ibn Abi Talib, and his two grandchildren were very loved Hasan and Husayn.

Hadith Kisa
Hadith Kisa concerning the decline of this paragraph, narrated by 'Abdullah bin Ja'far bin Abi Talib, ummu'lmuminin' A'ishah and Umm Salamah ummu'lmuminin, 'Abdullah bin' Abbas, 'Umar bin Abi Salmah, Abu Said alKhudri, Sa'd bin Abi Waqqas, Anas bin Malik and others.

569 Remembrance, alBaqarah (II), 124. 570 Koran, Ibrahim (XIV), 37. 571 Remembrance, Mariam (XIX), 58 572 Remembrance, Ali Imran (III), 33. 573 AlQur 'an, Annisa' (IV), 54. 574 Remembrance, alAhzab (XXXIII), 33.
Umm Salamah said: "Ayat Allah only want to eliminate (all) contempt than you, ahlu'lbait (Messenger of Allah), and purified you sebersihbersihnya down in my house. And in my house there are seven, Gabriel and Michael as., 'Ali, Fatima, Hasan and Husain ra and I was near the door of my house. "

"I asked: 'O Messenger of Allah if I did not include ahlu'lbait?" Rasul said:' Sesunggulmya you in goodness, you are the wife of the Apostle '. In other parts of the Apostle close 'Ali, Fatima, Hasan and Husain with a cloth (Kisa'), then the above verse came so called Hadith Kisa 'and' Ali, Fatima, Hasan and Husain called Ahlul Kisa '. 575

Another term, namely Qurba (derived from the word meaning qaruba close) meant also a direct descendant of a person, such as the word of God in the Qur'an:
That (gift) that God proclaim the glad news to hambahambaNya who believe and do good deeds. Say, 'No I ask you pay for it, just love to family (Qurba)'. And those who acquire goodness We will also add him good. Indeed, Allah is Oft-forgiving, Most Grateful. 576
And once again, jumhur agreed that the term Qurba (family) here refers to the family of Mohammed PBUH, namely Fatima Azzahra '' Ali bin Abi Talib, Hasan and Husain. Of course that is intended to jumhur (majority) here is tokohtokoh Sunnis consider 'Six Kita




https://www.youtube.com/watch?v=JD83ysfiOFI



NORWEGIAN:



Kapittel 18. Nas for Imam Ali
Minnefamilie Prophets



I Koranen fortalte om profeten ba til Allah for hans familie, og ba ham om å lede deres avkom. Allah alltid gi bønn av profeten ved å gi velsignelse til sine avkom, slik at barn og barnebarn av profeten var i stand til å bevare læren til foreldre og stamfar til sin bestefar, som eksempler på fromhet av sine foreldre, og holde en rett bane 'undervist av profeten, som er dzurriyah, al, ahl, og Qurba. Dzurriyah, for eksempel, betyr at en familie, et derivat eller direkte etterkommere, er det 32 ​​vers fra Koranen. For eksempel, sier Allah:

(Husk) da Abraham fikk en test fra Gud til å oppfylle noen ærend, og han oppfylte dem. Sier (Allah), «Jeg skal gjøre deg til en leder (imam) for mennesker". (Ibrahim beg) 'Fra mitt avkom (dzurriyati), også laget pemimpinpemimpin)'. Svare (Gud) og si. «Promise gjelder ikke for dem som gjør feil. 569

I en annen del, Ibrahim ba til Allah SWT:
«Vår Herre! Jeg har satt det meste av min avkom i en dal uten anlegget, nær den hellige rikt. Vår Herre! Slik at de etablere bønn. Så gjør hjertene til folk elsker dem, og gi dem næring av frukt, slik at de kan være takknemlig ". 570


Denne bønnen Gud gitt:
De som fikk favoriserer av Allah, profeten Adam og (etterkommere), som vi tok med Noah (i arken), en etterkommer av Abraham og Israil, og (deres etterkommere) som vi ledet og utvalgt. Når den resiteres for dem versene av Allah, den Barmhjertige, de er underlagt nedbrutt og tårer. 571

Og alle kommentatorer er enige om at profeten Muhammed er en etterkommer av (dzurriyah) Ibrahim. I et annet vers av profeten Muhammed er referert til som en familie (al) Ibrahim:

Faktisk Allah valgte Adam og Noah, Abrahams slekt og familien til Imran fremfor alle folkeslag. 572


Begrepet al (familie) som i ovennevnte vers i Koranen i punkt 26 som er knyttet til etterkommere av profeten, samt en spesiell velsignelse skjenket dem.

I en annen del av Allah SWT sier:
Eller at de misunner til mannen, fordi Gud ga dem noen av hans gavmildhet? Vi har faktisk ga familien til Abraham skriften og visdommen, og Vi gav dem et stort rike. 573


Begrepet ahl (familien) har samme betydning al. Men når kombinert med templet (huset) i ahlu'lbait, deretter inn er direkte etterkommere, som finnes i Koranen vers som følger:
Gud bare ønsket å eliminere (alle) forakt enn deg, ahlu'lbait (Allahs sendebud), og renset du sebersihbersihnya. 574

Jumhur eller de fleste forskere hevder at hva som menes med ahlu'lbait i dette verset er profetens datter Fatima, hans fetter og svigersønn Ali ibn Abi Talib, og hans to barnebarn ble veldig glad i Hasan og Husayn.

hadith Kisa
Hadith Kisa om nedgangen av denne paragrafen, fortalt av 'Abdullah bin Jaffar ibn Abi Talib, ummu'lmuminin' A'ishah og Umm Salamah ummu'lmuminin, 'Abdullah bin Abbas, Umar bin Abi Salmah, Abu Said alKhudri, Sad bin Abi Waqqas, Anas bin Malik og andre.


569 Remembrance, alBaqarah (II), 124. 570 Koran, Ibrahim (XIV), 37. 571 Remembrance, Mariam (XIX), 58 572 Remembrance, Ali Imran (III), 33. 573 AlQur 'an, Annisa' (IV), 54. 574 Remembrance, alAhzab (XXXIII), 33.
Umm Salamah sa: "Ayat Allah bare ønsker å fjerne (alle) forakt enn deg, ahlu'lbait (Allahs sendebud), og renset du sebersihbersihnya ned i huset mitt. Og i mitt hus er det sju, Gabriel og Michael som., Ali, Fatima, Hassan og Husain ra, og jeg var nær døren til huset mitt. "

"Jeg spurte: 'O Allahs sendebud om jeg ikke inkluderte ahlu'lbait" Rasul sa:' Sesunggulmya deg i godhet, du er kona til apostelen ". I andre deler av apostelen nær Ali, Fatima, Hassan og Hussain med en klut (Kisa), deretter verset kom såkalte Hadith Kisa 'og' Ali, Fatima, Hassan og Hussain kalles Ahlul Kisa '. 575


Et annet begrep, nemlig Qurba (avledet fra ordet betyr qaruba nær) betydde også en direkte etterkommer av en person, som Guds ord i Koranen:
That (gave) at Gud forkynne det glade budskap for hambahambaNya som tror og gjør gode gjerninger. Si: "Nei, jeg ber deg betale for det, bare elsker å familie (Qurba) '. Og de som kjøper godhet Vi vil også legge ham bra. Gud er tilgivende, Grateful. 576


Og nok en gang, jumhur enige om at begrepet Qurba (familie) her refererer til familien til Mohammed fvmh, nemlig Fatima Azzahra '' Ali bin Abi Talib, Hasan og Husain. Selvfølgelig som er ment å jumhur (flertallet) her er tokohtokoh sunniene vurdere