Senin, 31 Oktober 2011

KWALITAS UMMAH DAN IMAMAH SANGAT MENENTUKAN KEBERLANSUNGAN SUATU REVOLUSI


BETAPA SERING SUATU REVOLUSI "MEMAKAN ANAK - ANAKNYA" SENDIRI
"KUMAN" YANG TERPENDAM DI BAWAH TANAH MENJADI "KEPOMPONG"
TEMANMU YANG DULU MELAMBAIKAN TANGAN
BERPATAH BALIK MENGEPALKAN TINJU 
JUSTERU ITU WASPADALAH
hsndwsp
Acheh - Sumatra
Bismillaahirrahmaanirrahiim

Dulu ada revolusi Perancis yang terkenal dengan renaissance yang bermakna "kembali". Dibawah pimpi nan Mrtin Luther, mereka menemukan kembali jalan yang benar dalam hidup di Dunia kendatipun belaka ngan Kembali dekaden sebagaimana kita saksikan di Eropa dan Amerika Serikat dimana mereka kembali tenggelam dalam sepak terjang "Kapitalisme" yang sangat merugikan kemanusiaan. 99 % rakyat AS dan Eropa pada umumnya sekarang menjadi korban kapitalisme yang di mainkan fenomena 1 % (baca kapita lis).

Revolusi Perancis terjadi akibat sepakterjang ulama-ulama palsu plus penguasa yang korup, menampilkan spakterjang yang hipokrit. Mereka senantiasa mengatakan bahwa untuk menjadi manusia yang saleh, kita tidak boleh kawin supaya cinta kita semata-mata kepada Tuhan. Untuk itu mareka juga mengatakan bah wa manusia tidak boleh makan binatang berdarah. Alasannya akan memicu sexualitas hingga cinta kita beralih kepada lawan jenis. Mereka menganjur kan agar manusia makan buah-buahan, sayur-sayuran dan telur-teluran. Ironisnya para agamawantersebut makan daging secara sembunyi-sembunyi. Akibatnya me reka juga berzina direlung-relung gereja.

Akibat sepakterjang yang hipokrit itu, para intelektual akhirnya berontak. Sebahagian mereka beralih kepa da Markist Sosialis atau Atheis, sementara yang lainnya tetap percaya pada Tuhan. Mereka pada mula nya menemui ajaran 'Isa bin Maryam murni dibawah pimpinan Martin Luther. Komunitas pencetus Revo lusi Perancis tersebut terkenal denga istilah 'Kristen Protestant'. Para intelektual yang mantap Ideology itulah yang mencetuskan Revolusi.

Menarik sekali ketika kita mempelajari revolusi Islam Iran dimana para ulama ideolog dan intelektual yang Ulama (baca Imam Khomaini dan DR Ali Syariati), menggerakkan roda revolusi yang diikuti oleh segenap lapisan masyarakat. Keberhasilan revolusi Iran bukan saja sekedar menumbangkan rezim Syah Reda Palevi yang diktator dan korup tetapi juga berhasil membangun system yang belum ada duanya de wasa ini, yakni "Wilayatul Fakieh", dimana sungguhpun dikepalai oleh seorang Presiden sebagai man dataris MPR, para Ulama (Fakieh) adalah pemegang kunci systemnya. Dengan kata lain diatas kedudu kan Presiden dan DPR masih ada lembaga tertinggi negara lainnya yaitu 12 orang Ulama Fakieh. Diatasnya masih ada satu tingkat lagi yang disebut "Imam", dimana dulunya ditempati Imam Khomaini dan sekarang digantikan oleh Ayatullah Sayyed Ali Khamenei.

Untuk memahami Wilayatul Fakieh silakan klik disini: http://www.princeton.edu/lisd/projects/PORDIR/research/wilayat%20al-faqih.pdf

Latar belakang revolusi Islam Iran:
Iran jaman Syah Rezda Palevi juga memiliki "Ulama" sebagai supporter nomor wahid, dimana sepak termjang ulama ini bukan untuk membimbing rakyat jelata agar tidak sesat dalam hidup di Dunia sebagai mana tugas Ulama Warasatul Ambya, melainkan untuk melanggengkan kekuasaan "Majikannya". Fenome na ini dapat dilacak di Saudi Arabya, Mesir, Libya dan hampir seluruh negara di Timur Tengah. Mung kin anda masih ingat ketika "ulama" Saudi Arabya berfatwa bahwa haram hukumnya melawan Muammar Gaddafi. Apabila kita menganalisa bagaimana sepak terjang ulama di Saudi Arabya, kita mampu menarik kesimpulan bahwa fenomena ulama yang demikian bukan saja di Arab Saudi tetapi juga diseluruh negara yang penduduknya beragama Islam mayority. Apabila anda hanya terbatas pada para ulama di Saudi A rabya saja, dapat dipastikan anda belum mampu memahami fenomena secara ideology. Anda menmaha mi bahwa ulama Saudi Arabya tidak benar hanya setelah mendengar langsung pernyataan ulama yang malang itu tetapi anda tidak mampu menemukan fenomena lain dimana memiliki "anatomi" yang sama da lam perspektif ideology.

Akibat menyaksikan sepak terjang penguasa Zalim plus ulama palsu demikian menyebalkan, membuat mereka (baca sebahagian rakyat Iran) berkesimpulan justru Markis Sosialislah yang benar, bukan Islam. Mereka tidak mampu memahami bahwa itu bukan Ulama dan bukan penguasa Islam tetapi ulama dan pe nguasa yang sekedar mengaku beragama Islam dengan hanya bermodalkan ucapan "Dua Kalimah Syaha dah" tanpa memahami esensinya. Justru itu negara manapun yang dikepalai penguasa dengan dukungan ulama palsu alias ulama "Bal'am", kehidupan rakyatnya lebih buruk dari negara-negara yang dikepalai oleh non Islam. Untuk lebih jelas lihatlah Indonesia yang dikepalai oleh jenis "manusia" seperti itu, dima na sejak dari Soekarno sampai Yudhoyono, rakyat jelata senantiasa menderita hidupnya, sementara seba hagian yang lainnya yang berpendidikan sampai keperguruan tinggi tetap shaja terlena oleh sepak terjang ulama pensupport penguasa hipokrit tadi.

 Ketika sebahagian rakyat Iran menyaksikan fenomena yang merugikan rakyat jelata, mereka berduyun-duyun masuk Komunis atau Atheis.Tetapi alhamdulillah kemunculan Ayatullah Imam Khomaini dan DR Ali Syari'ati,  untuk mendefinisikan Islam kembali atau menampilkan Islam yang originier, membuat mere ka kembali menjadi Monotheis setelah terlanjur masuk Atheis beberapa lama. Sehubungan dengan persioalan ini lihatlah di Esensi Haji I, II, III dan IV: http://achehkarbala.blogspot.com/2009/06/esensi-haji-3.html

Pembaca yang mulia!
Betapa anehnya kita yang menyaksikan revolusi rakyat sedunia sekarang ini yang dimulai dari Tunisia hingga terinspirasi ke seluruh Timur Tengah, Afrika Utara, bahkan sampai ke Amerika Serikat dan seba hagian besar kawasan Eropa dan Asia, masih saja terlena. Apa yang membuat kita terlena? Ketika kita analisa kenapa suatu komunitas manusia terlena dalam hidupnya, kita menemukan bahwa masalah yang paling fundamental adalah ketidak benaran tujuan hidup kita. Memang kita mengaku beragama Islam, me mang kita mengucapkan dua kalimah syahadah tetapi pemahaman agama kita sebatas ritual saja, yaitu Mengucapkan dua kalimah syahadah, shalat, Shaum dan naik haji yang bertujuan sekedar mendapat ampunan dosa. Pemahaman agama semacam itu sangat menguntungkan penguasa zalim plus ulama palsu nya. Islam satu dimensi adalah Islamnya orang awwam. Mereka berkemungkinan besar dimaafkan Allah disebabkan alasan-alasan yang dibenarkan Allah sebagaimana Allah swt memasukkan anak yang mati sebelum baligh ke dalam Surga walaupun anak orang munafiq sekalipun apalagi anak orang non Islam

Perlu juga kita perjelas bahwa revolusi rakyat berkemungkinan berhasil dengan alasan bersatu padu dalam fenomena 99 % rakyat di Dunia yang sama sama menderita ekonomi dibawah domonasi kaum kapitalis yang berjumlah hanya 1 %. Fenomena ini masih merupakan langkah pertama. Betapa sering suatu revolusi memakan "anak-anaknya" sendiri. Betapa sering setelah tumbangnya kekuasaan despotik, kuman-kuman yang terpendam di bawah "permukaan tanah", menjadi "kepompong" untuk selanjutnya berpatah balik menyerang "esensi" revolusi dengan telak sekali hingga kezaliman dalam bentuk lain menjelma tanpa disadari, sudah berada dalam kondisi seperti yang dialami sebelumnya. Sahabat yang dulu melambaikan tangan sekarang berpatah balik, mengacungkan tinjunya. Apabila tujuan hidup mayoritas ummah belum benar menurut "kaca mata" Allah swt sebagai Pemilik Alam Semesta, besar kemungkinan revolusi akan menemui kegagalan. Memang kita telah mengalahkan musuh tetapi kita berhadapan dengan teman kita sendiri yang tidak memiliki tujuan hidup untuk mencari redha Allah. Tujuan hidup mereka untuk mencari kesenangan Dunia semata-mata, demi tercapai tujuannya mereka halalkan apa saja.  Dari itu waspadalah........... 



Billahi fi sabililhaq

hsndwsp

di Ujung Dunia




 
 
 
 

Sabtu, 29 Oktober 2011

ALLAH MENUNTUT PEMAHAMAN ATAU MA'RIFAH KEPADA SETIAP HAMBANYA YANG BERILMU TETAPI DIMAAFKAN KAUM AWWAM DAN ORANG-ORANG YANG TIDAK MEMILIKI KESEMPATAN UNTUK MENIMBA ILMU AKIBAT DIJAUHKAN PENGUASA ZALIM DARI PEMBENDAHARAAN DUNIA



ISLAM ADALAH AGAMA BERSYSTEM. DARI ITU ADALAH KELIRU 180 DERAJAT
ORANG-ORANG YANG MENGIRA AQIDAH ITU HANYA MEN GUCAPKAN
DUA KALIMAH SYAHADAH.
LAILAHAILLA ALLAH, MUHAMMADUR RASULULLAH
HANYALAH RUMUSAN AQIDAH.
UNTUK MEMAHAMINYA DIPERLUKAN "MAKRIFAH AQIDAH"
SECARA ESENSI
hsndwsp
Acheh - Sumatra




Bismillaahirrahmaanirrahiim
Mari kita saksikan apakah rakyat Indoesia punya nyali atau tidak. Andaikata Yudhoyono mundurpun sama saja digantikan oleh orang-orang yang tidak berbeda sepak terjangnya dengan Yudoyono. Renungkanlah sejak dari Soekarno sampai Yudhoyono apa yang dapat diharapkan rakyat dari penguasa Indonesia? Kuncinya adalah "system", bukan pergantian wajah baru tetapi sepak terjangnya tidak berbeda. Yang terjadi di Indobnesia paska diktator dan koruptor Suharto adalah giliran kesempatan untuk menipu rakyat dan korupsi yang sudah membudaya. Sepertinya sudah sepakat mayoritas orang indonesia untuk tetap dalam lingkaran setan, ironisnya masih saja mempropokasi orang Acheh - Sumatra, West Papua dan Republik Maluku Selatan (RMS) agar tetap dalam system yang menzalimi kaum mustadhafin tersebut. Lebih ironis lagi para alim palsu dalam system duplikat, "Firun, Karun dan Bal'am" itu tidak sadar bahwa mereka telah mengambil posisi "Bal'am" hingga mayoritas rakyat Indonesia terlena dengan sepak terjang para alim palsu tersebut.


Siapa saja yang bersatupadu atau bahasa tegasnya, bersekongkol dalam system yang menzalimi kaum mustadhafin akan masuk neraka bersama penguasa yang zalim kelak. Ini memang penjelasan yang paling menyakitkan bagi mereka yang bersekongkol dalam "bahtera" yang sedang dikendalikan oleh persekongkolan "Firun, Karun dan Bal'am" itu. Seharusnya andaikata mereka bukan orang alim tipe "Bal'am", merekalah yang berdaya upaya membela kaum dhuafa Indonesia yang umumnya tinggal di gubuk-gubuk derita, di bawah titi kota Metropolitan dan di tempat-tempat kumuh lainnya agar mereka juga dapat mendapat "rahmatan lil'alamin", hingga dapat menyekolahkan anak-anak mereka agar mengenal jalan hidup yang benar di Dunia ini dan dapat berdoa kepada orang tua mereka yang tidak memiliki kesempatan untuk belajar bagaimana seharusnya hidup di Dunia yang akan fana ini. Ironisnya lagi sebahagian mereka sudah belajar ke Republik Islam Iran, satu-.satunya system yang redha Allah dewasa ini tetapi mereka masih mengidentifikasi diri sebagai orang Hindunesia. Apakah kaum muslimin yang beriman kepada Rasulullah dulu setelah melalui "Ba'at Aqaba", masih mengidentifikasi diri sebagai orang dalam system Abu Sofyan di Mekkah kala itu? Malah orang yang telah mengaku beriman kepada Allah dan Rasulnya tetapi tidak bersedia untuk Hijrah keMadinah, ditegur Allah bahwa mereka belum beriman kalau tidak Hijrah.


Allah berkata: "Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya : “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?.” Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).” Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?.” Orang-orang itu tempatnya dalanm neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali" [An Nisaa' (4): 97]


Yang dimaksud dengan orang yang menganiaya diri sendiri di sini, ialah orang-orang muslimin Mekah yang tidak mau hijrah bersama Nabi sedangkan mereka sanggup. Mereka ditindas dan dipaksa oleh orang-orang kafir ikut bersama mereka pergi ke perang Badar; akhirnya di antara mereka ada yang terbunuh dalam peperangan itu.

Allah juga berkata: "Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [An Nisaa' (4): 100]


Sebahagian orang Indonesia memang sudah hijrah tetapi hanya badannya saja sedangkan pikirannya masih bersama Hindunesia. Hal ini terindikasi bahwa mereka senantiasa mengekspos pikiran penguasa Indonesia yang bathil, mulai dari Soekarno sampai Yudhoyono cs. Sebahagian mereka sudah belajar di Qum Iran tetapi kebathilan Pancasila mereka masih tidak tau hingga bangga mengekspose pernyataan penguasa Indonesia bahwa Pancasila itu alat pemersatu bangsa dengan alasan Indonesia itu multi agama. Tidakkah mampukah mereka menganalisa, apakah Republik Islam Iran tidak multi agama? Dengan ideology apakah pemimpin mereka mempersatukan rakyatnya?


Kalau orang Mekkah yang tidak hijrah ke Madinah, dibawa serta oleh Abu Sofyan cs untuk memerangi orang Islam di Madinah, orang Indonesia yang bersekongkol dalam system tersebut juga bertanggung jawab kelak terhadap orang-orang yang dibunuh oleh tentara dan polisi Indonesia di Acheh - Sumatra, West Papua, Maluku Selatan dan juga di pulau jawa sendiri, kendatipun yang dibunuh itu orang non Islam sekalipun. Ini adalah makna "System". Dengan kata lain, aqidah kita akan sirna ketika kita bersatupadu dalam "bahtera" yang mezalimi kaum mustadhafin. Perlu diketahui bahwa kaum mustadhafin yang tidak sanggup hijrah badannya disebabkan "miskinnya" untuk keluar dari pulau yang dikelilingi laut, akan dimaafkan Allah dengan terpaksa "bertaqiyyah". Mereka pastinya lebih baik dari orang yang hanya hijrah badannya tadi. Apakah terlalu rumit untuk dipahami?

From: Sunny <ambon@tele2.se>
To: Undisclosed-Recipient@yahoo.com
Sent: Saturday, October 29, 2011 4:38 PM
Subject: «PPDi» SBY-Boediono Gagal, Harus Berani Mundur


Ref: Kalau mereka berdua ini tidak berani mau mundur, apakah perlu dibantu oleh rakyat untuk dimundurkan? Jangan malu-malu kucing untuk meminta bantuan rakyat, mereka siap sedia untuk menolong kalian berdia untuk mundur!
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/10/28/272031/289/101/-SBY-Boediono-Gagal-Harus-Berani-Mundur
SBY-Boediono Gagal, Harus Berani Mundur
Penulis : Widjajadi
Jumat, 28 Oktober 2011 20:57 WI


Senin, 24 Oktober 2011

KEPERGIAN NYAWA MENINGGALKAN TUBUH BUKANLAH MATI TETAPI PROSES PERPINDAHAN DARI ALAM FANA KE ALAM QUBUR SEBELUM KE NERAKA ATAU SYURGA SEBAGAI SUNNATULLAH


ANDAIKATA KITA DIKEJAR HARIMAU ATAU MUSUH YANG DESPOTIK
KUBURAN ADALAM TEMPAT YANG AMAN BAGI ORANG YANG BERIMAN
TETAPI ANDAIKATA KITA DIKEJAR ULAR BERBISA DI DALAM KUBUR
DISEBABKAN KITA TERMASUK PIHAK YANG BERSEKONGKOL DENGAN PENGUASA DESPOTIK
MAU LARI KEMANA SOBAT?
hsndwsp
Acheh - Sumatra

Kita salut kepada rakyat di Timur Tengah yang sedang berevolusi dimana mereka tidak merasa takut walau pun menghadapi tentara dan polisi yang brutal dan sadis, hanya dengan tangan kosong. Fenomena ini sangat menyentuh hati kita untuk memahami apa yang membuat mereka tidak takut berhadapan dengan maut semen tara kita saksikan di Acheh - Sumatra hanya GAM yang memiliki senjata yang memiliki keberanian seperti itu. Masyarakat sipil Acheh - Sumatra akan lari langkah seribu ketika mendengar dentuman senjata yang dimun tahkan tentara terhadap komunitas mereka sementara rakyat Bahrain, Yaman tidak merasa gentar menghada pi tentara dan polisi yang bersenjata, bahkan sebahagian mereka menulis di bajunya: "Ready to die" Saya tidak bermaksud untuk mendiskreditkan orang saya sendiri, sepertinya ada factor lain yang membuat masyara kat Acheh - Sumatra berbeda dengan masyarakat Bahrain, Yaman dan sebagainya. Insya Allah akjan kita ana lisa dengan cermat nanti.




Tgk Hasan Muhammad di Tiro telah mengatakan dalam pertemuan dengan pejuang Acheh - Sumatra: "Kita tidak mati disebabkan perang tetapi kita mati disebabkan sudah tiba ajalnya". Apa yang dikatakan wali negara Acheh - Sumatra itu terbukti.  Banyak juga orang Acheh - Sumatra dan imigran yang tidak berperang yang berdomisili di kota Banda Acheh dan sekitarnya mati dihempas Tsunami. Rakyat Turkey belum berevolusi sebagaimana saudara mereka di kawasan lain Timur-Tengah, namun sebahagian orang Turkey mati juga aki bat gempa bumi baru-baru ini. Di Jepang banyak orang mati dihempas Tsunami walaupun tidak ada perang di Negara Sakura tersebut. Di Thailan, Australia Amerika dan kawasan lainnya banyak juga orang mati disebab kan banjir bukan perang.


Dalam kontek ini tidaklah beralasan bagi orang-orang yang membenci perang tetapi mendambakan keamanan walau "keamanan ndipasung". Allah juga tidak mewajibkan perang kecuali terpaksa untuk membela kaum mustadhafin dimana hidupnya menderita akaibat keserakahan penguasa yang hanya memperhatikan kehidu pan family dan konco-konconya saja. Kecuali RII, negara yang tergabung dalam Scandinavia dan Sebahagian negara Amerika Laten, dimana hampir seluruh Dunia ternyata hanya orang-orang yang termasuk dalam feno mena 1 % saja yang hidup mewah sementara fenomena 99 % dijauhkan dari pembendaharaan negara. Apabi la kondisi suatu negara demikian adanya, barulah Allah mewajibkan untuk berperang.


 Pada mulanya tentu diharuskan menyampaikan protes secara damai seperti yang kita saksikan di Timur Tengah, Afrika, Asia, Eropa dan Amerika Syarikat. Apabila penguasa menjawab protes rakyat yang 99 % dengan kekerasan, perang adalah solusinya. Hal ini sudah dilakukan oleh rakyat Libya. Disinilah kita ingatkan kembali kata wali negara Acheh - Sumatra, Tgk Hasan Muhammad di Tiro bahwa kita mati bukan disebab kan perang tetapi disebabkan sudah tiba ajalnya. Justeru itu mari kita lihat bagaimana kata Allah dalam hal perang:


1. "Diwajibkan ke atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu sedangkan ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (Al Baqarah : 216)


2.   "Hai orang-orang yang beriman sukakah kamu aku tunjukkan sesuatu perniagaan yang menyelamatkan ka mu dari azab yang pedih? (iaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah de ngan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik jika kamu mengetahui." (As Soff : 10-11)


3.   "Kerana itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat, berperang dijalan Allah. Barangsiapa yang berperang dijalan Allah, lalu gugur atau memperolehi kemenangan, maka ke lak kami akan berikan kepadanya pahala yang besar." (An Nisa' : 74)


4.  "Dan janganlah kamu mengira bahawa orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati, bahkan mereka hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki." (Ali Imran : 169)




5.   "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang dijalanNya dalam barisan yang teratur sea kan-akan mereka seperti satu bangunan yang tersusun kukuh." (As Saf : 4)


6a  "Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Qurais) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu, atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah meng gagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya. (QS. 8:30)




6b. "Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah yang membunuh mere ka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mu'min, de ngan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Pendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. 8:17)




7.  Perjuangan di jalan Allah ialah berjuang menegakkan hukum Allah di dalam kehidupan manusia dan menja dikan undang-undang Allah itu didaulatkan sehingga menjadi perundangan yang mesti dituruti dan diikuti oleh semua golongan manusia. Firman Allah s.w.t: ".......Barang siapa yang tidak menghukum dengan apa yang ditu runkan oleh Allah (hukum Allah) Maka sesungguhnya mereka termasuk ke dalam golongan yang zalim." (Al- Maidah : 44) ".......Barang siapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah (hukum Allah) Maka sesungguhnya mereka termasuk ke dalam golongan yang kafir." (Al-Maidah : 45) ".......Barang siapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah (hukum Allah) Maka sesungguhnya mere ka termasuk ke dalam golongan yang fasik." (Al-Maidah : 47)




In relation;:


Syarat Berdoa.
“Dan Apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka katakanlah sesungguh nya Aku dekat. Aku mengabulkan doa orang yang memohon apabila ia memohon kepadaKu. Maka hendak lah mereka memenuhi (panggilan/perintah)Ku, dan beriman kepadaKu agar mereka mendapat petunjuk (bim bingan)”. (Al-Baqarah: 186)


Dunia atau Akhirat...
"Adakah kamu lebih redha dengan kehidupan dunia dari kehidupan akhirat? Tidaklah kehidupan dunia melain kan kesenangan yang sedikit jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat" Surah At-Taubah ayat 38


Alam Syurga atau Neraka..
Tiap-tiap yang bernyawa akan merasai mati dan bahawasanya pada hari kiamat sahajalah akan disempurna kan balasan kamu. Ketika itu sesiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke syurga maka sesungguh nya die telah berjaya dan ingatlah bahawa kehidupan di dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan bagi orang yang terpedaya. (Surah Ali Imran 3: 185)


Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki. (QS Ali Imran: 169)

       Billahi fi sabililhaq
               hsndwsp
          di Ujung Dunia


 
 
 

Minggu, 16 Oktober 2011

PERTUMPAHAN DARAH ANTARA HABIL DAN QABIL MERUPAKAN SIMBOLISASI PERTEMPURAN ANTAR YANG HAQ DAN YANG BATHIL


Kenapa pihak yang kuat (berkuasa) senantiasa berlaku semenamena terhadap pihak yang lemah (kaum dhu a`fa) Kenapa pihak penjajah tak pernah sadar untuk meninggalkan kerjanya yang senantiasa merugikan kema nusiaan yang pada hakikatnya merugikan diri mereka sendiri dihadapan Allah kelak. Untuk menjawab persoalan diatas tidak boleh tidak kita harus berpedoman kepada keputusan Pemilik Dunia itu sendiri dan sejarah kemanusiaan. Allah berfirman:"Dan tidaklah kujadikan jin dan manusia kecuali untuk tundukpatuh kepada Ku" (QS Azzariat 56).

Menurut ayat tersebut diatas terjadinya peperangan disebabkan adanya pihak yang tidak tunduk patuh kepada Allah sendiri. Perang pertama di permukaan Bumi ini menurut sejarah yang juga diabadikan Allah dalam Al Qur-anul Karim adalah perang antara Qabil dan Habil. Perang ini dimenagkan oleh Qabil di Dunia, namun di Akhirat kelak Justru Habillah yang menang sementara Qabil masuk neraka (kalah). Perang tersebut terjadi disebabkan ketidakpatuhan Qabil terhadap peraturan perkawinan yang telah ditetapkan Allah terhadap mereka.

Dibandingkan dengan pelanggaran yang dilakukan manusia-manusia diabad 21 ini yang membuat mereka saling berperang satu sama lainnya, Qabil hanya sedikit saja melakukan pelanggarannya. Pada mulanya, Qabil senantiasa tunduk patuh kepada Allah melalui RasulNya yang kebetulan ayahnya sendiri (Nabi Adam), kecuali undang-undang perkawainan. Namun lihalah, kendatipun sedikit saja ayat Allah yang tidak disetujui nya dapat membuat dia sebagai pembunuh pertama dalam sejarah kemanusiaan.

Sesuai dengan perkembangan manusia pada saat itu yang tak ada orang lain kecuali keluarga Nabi Adam sendiri, Allah menetapkan pasangan untuk berkeluarga: Qabil dengan Labuda dan Habil dengan Iklima. Hanya sedikit saja persoalannya, yaitu Iklima sedikit lebih cantik dibandingkan Labuda. Justru itulah yang membuat Qabil tidak tundukpatuh kepada Allah. Qabil menuduh ayahnya memihak kepada Habil, bahwa peraturan itu bukan dari Allah. Sebetulnya itu saja sudah membuat Qabil keluar dari Islam (murtad). Ketika Rasulullah Adam as mengadu kepada Allah tentang ketidakpatuhan Qabil terhadap PeraturanNya, Allah mewahyukan kepada Adam agar Qabil dan Habil mengadakan "Qurban", dengan ketetapan siapapun yang diterima pengorbanannya, dialah yang berhak mengawini Iklima.

Antara Qabil dan habil hampir tidak ada perbedaan yang signifikan, kecuali pekerjaan mereka. Qabil bekerja sebagai petani sedangkan Habil bekerja sebagai pengembala. Sebagai petani, Qabil mengklaim hampir semua tanah yang subur sebagai pemiliknya. Padahal Allah tak pernah memberikan hak untuk memiliki, kecuali hak pakai. Akibatnya dapat memudharatkan pihak yang lain dalam hal ini Habil adalah korbannya, dimana Habil terpaksa mengadakan pengembalaannya ke tempat yang agak jauh dari tempat tinggalnya. Dewasa ini kita juga dapat menyak sikan sepak terjang "Qabil-Qabil" modern, mengklaim semua tanah-tanah di daerah pegunungan sebagai pemiliknya (petani berdasi), yang membuat "Habil-Habil" menderita. Sementara para "Qabil" memiliki inkamperkapita yang begitu lumayan di kota-kota.

Sebagai Pengembala, Habil menyerahkan seekor binatang ternaknya yang paling baik untuk pengorbanan, sementara Qabil sebagai petani menyerahkan gandum layu. Justru keikhlasan Habil dan ketidak ikhlasnya Qabil, Allah hanya menerima pengorbanan Habil yang menjadi teladan bagi kita manusia yang mendiami planet Bumi ini. Sesuai peraturan pengorbanan yang ditetapkan Allah melalui RasulNya Adam as, Habillah yang berhak mengawini gadis yang diperebutkan (Iklima). Lalu Qabil tambah penasaran, bertekat untuk membunuh Habil tanpa berfikir panjang akan akibatnya yang merugikan diri sendiri di akhirat kelak, yakni kekal didalam neraka. Demikianlah "Qabil-qabil" Hindunesia-Jawa sekarang yang masih mengklaim dirinya sebagai orang Islam, sementara sepakterjangnya lebih keji daripada Qabil yang membunuh Habil dulu.

Pembaca yang mulia ! 
Andaikata Qabil termasuk orang yang tunduk patuh kepada Allah sebagaimana tujuan hidup manusia yang dinyatakan Allah dalam surah Azzariat ayat 56 tersebut diatas, sudah barang pasti perang dengan Habil tidak akan pernah terjadi. Kecantikan Iklima merupakan ujian bagi Qabil dalam mengarungi hidupnya. Sebagaimana kita ketahui bahwa manusia diuji Allah dengan berbagai ujian dan percobaan yang berfariasi dalam segi kwantitas dan kwalitasnya. Kadangkala kita diuji dengan harta, tahta dan wanita. Justru kita lihat Indunesia-Jawa diuji dengan banyaknya minyak bumi dan lain-lainnya di Acheh. Andaikata mereka tunduk patuh kepada Allah, sungguh mereka akan mengakui hak bangsa Acheh untuk menentukan nasibnya. Lalu mereka akan keluar dari bumi Acheh dengan suka rela, sementara bangsa Achehpun akan membantu mereka (kaum dhuafa) Jawa yang wajib mendapat bantuannya. Namun disebabkan mereka (baca pemimpin-pemimpin Hindunesia-Jawa) demikian penasaran, bahkan lebih penasaran daripada Qabil (moyangnya) yang membunuh Habil dulu, mereka menjadi gelap pikirannya untuk tetap bersikukuh menjajah Bangsa Acheh-Sumatra. Mereka tidaklah termasuk orang-orang yang tundukpatuh kepada Allah, sebaliknya mereka tundukpatuh kepada Thaghut, tuhannya Qabil-Qabil di seluruh pelosok dunia. 

Secara idiology, Qabil menjadi simbolisasi bagi siapasaja yang membunuh manusia yang lain tanpa keredhaan Allah baik secara indifidual ataupun secara massal seperti yang diaplikasikan " Qabil-qabil" Hindunesia-Jawa terhadap Bangsa Acheh - Sumatra, Papua dan Maluku. Demikianjugalah sepak terjang "Qabil-qabil" di seluruh pelosok dunia yang kita saksikan sejak dulu sampai sekarang ini. Justru secara idiologylah dapat kita pahami ketimpangan manusia-manusia "Qabil" yang tidak tundukpatuh kepada peraturan Pemilik Dunia ini, bersekongkol dengan "Qabil-qabil" manapun di seluruh planet Bumi ini.

Jadi persoalan perang adalah persoalan permusuhan. Persoalan permusuhan adalah persoalan ketidaktunduk patuhan manusia terhadap Peraturan Pemilik Alam semesta. Manusia sejati adalah manusia yang tundukpartuh kepada Allah (Habil-habil) sedangkan manusia palsu adalah manusia yang tidak tundukpatuh kepada Allah (Qabil-qabil). Secara idiology, bendera "Qabil" diwarisi oleh Namrud, Firaun, Kaisar-kaisar di Roma, Abu Sofyan bin Harb, Muawiyah bin Abi Sofyan, Yazid bin Muawiyah dan "Qabil-qabil" moderen diumanapun diseluruh pelosok dunia yang senantiasa sepak terjangnya merugikan kehidupan manusia. Sementara bendera "Habil" di perjuangkan Ibrahim, Musa, Isa bin Maryam, Muhammad bin Abdullah, Ali bin Abi Thalib, Hussein bin Ali di Karbala dan "Habil-habil" manapun yang berani menentang segenap bentuk penjajahan dimanapun di seluruh pelosok Bumi ini. 

Berbicara Habil dan Qabil, tak perlu kita mengatakan bahwa kami ini "Islam", "Kristein",Hindu", Budha" dan lain-lainnya. Semuanya adalah gombal pakai istilah Ustaz Ahmad Sudirman. Berbicara Habil dan Qabil adalah berbicara tentang kemanusiaan, berbicara tentang kemanusiaan adalah berbicara tentang "ketundukpatuhan kita" kepada Pemilik Alam Semesta.

Billahi fi sabililhaq
hsndwsp
di Ujung Dunia
----------







 2 komentar:

murgeh007 mengatakan...
Allahuakbar...3x Djroh that catatan Sejsrah Peradaban Manusia.
murgeh007 mengatakan...
Alhamdulillah, pencerahan jang djroh Tgk meuteuwah..

TEMPELAKAN YANG SANGAT MENYAKITKAN BAGI KAUM YANG ZALIM DAN HYPOCRITE


YANG BERSATUPADU DALAM SYSTEM THAGHUT
YANG MENZALIMI KAUM DHUAFA
HYPOCRIT DAN CORRUPT
hsndwsp
Acheh - Sumatra


AKIBAT YANG DIDERITA ORANG-ORANG DZALIM
YANG SETIA DAN TAAT PADA SYSTEM THAGHUT DAN SYSTEM DESPOTIK LAINNYA
DI SELURUH DUNIA

Di akhirat kelak manusia dibagi kepada 2 golongan, yaitu golongan yang hitam muram dan golongan yang putih berseri-seri (QS,3:106-107). Golongan yang hitam muram adalah golongan yang bersatu padu dalam system Thaghut yang menzalimi kaum dhuafa, kendatipun mereka mengaku diri sebagai orang yang beriman seba gaimana firman Allah: "Dan diantara manusia ada yang mengatakan: Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian, padahal mereka itu sesungguhnya bukanlah orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri, namun mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu, dan bagi mereka azab yang pedih, disebabkan mereka berdusta. Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka Bumi. Mereka men jawab: Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan. Ingatlah, se sungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, namun mereka tidak sadar." (QS,2: 8-12)

Keterangan diatas adalah ditujukan kepada orang orang yang mengaku diri sebagai orang orang yang beriman, namun mereka bersekongkol dalam system Thaghut yang menzalimi kaum mustadhafin. Perhatikanlah bagaimana sikap dan penampilan pembesar-pembesar dan orang-orang yang bersekong kol (kerjasama) dalam system Despotik. Dimulut mereka senantiasa keluar kata kata yang baik dan berwibawa, namun sesungguhnya mereka adalah zalim (membuat tandingan dengan Allah dan menukar ayat-ayatNya dengan nafsu dunia mereka).

Dalam alinia diatas kita memaparkan contoh orang-orang yang tergolong kedalam golongan yang hitam muram nanti, model yang menganggap diri beriman, padahal tidak. Sedangkan yang jelas-jelas mengaku non Muslim, buat apa kita paparkan. Justeru yang model "Maling teriak malinglah" yang perlu kita jelaskan agar mereka tau diri dalam berbicara dimana-mana, di mimbar Internet, telivisi, surat kabar, majalah, buletin dan sebagainya. Yang jelas mereka adalah pembohong-pembohong berlagak wibawa.

Selanjutnya orang orang yang putih berseri-seri wajahnya adalah orang-orang yang mengikuti petunjuk Allah, para Rasul dan para Imam yang diutus Allah sebagai huj jah buat manusia di kolong langit paska Rasulullah saww. Jelasnya adalah orang orang yang berada dalam system Allah atayu system yang tidak menzalimi kaum dhuafa. Mereka itulah orang-orang yang mendapat Ampunan Allah dari kesalahan ke salahan yang masuk dalam katagori "dapat" diampuni. Ketika Allah memerin tahkan petugasNya (Malaikat) untuk memasukkan orang-orang yang hitam muram wajahnya ke dalam Neraka, mereka memohon pada Allah:
1). Ya Allah ! Berilah kami kesempatan sekali lagi untuk hidup di dunia, agar kami dapat mentaati Engkau.

2). Ya Allah ! isteriku isteriku, anak anakku, (kalau kebetulan isteri atau anaknya termasuk dalam golongan yang putih wajahnya), masukkan mereka kedalam neraka dan masukkan aku kedalam syurga.

3). Ya Allah kalau kedua permohonan kami tidak dapat engkau kabulkan, jadikanlah kami sebagai tanah saja, kami tidak sanggup menahan pedihnya siksaan api neraka.
Pengamat yang mulia ! Betapa sedihnya orang orang yang wajahnya hitam muram pada saat itu. Begi tu takutnya api Neraka sampai mereka minta untuk dikorbankan anak atau isterinya, padahal betapa sayangnya mereka kepada isteri dan anaknya saat di Dunia. Dan terakhir sekali sampai mereka mohon untuk dijadikan tanah saja agar tidak terkena azab Neraka. Namun yakinlah apa yang di-Firmankan Allah: "Dan Ka mi tidaklah menganiaya mereka, namun merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri...." (QS, 11: 101)
Perhatikanlah sekali lagi bagaimana zalimnya mereka terhadap sesama manusia, ketika mereka memiliki kekuasaan di dunia, mereka membunuh, menganianya, memperkosa, menghina, mencuri, merampas, merampok dan menipu rakyat jelata sebagaimana sepak terjang militer-militer dalam system yang menzalimi kaum dhuafa atau rakyat akar rumpaut di seluruh Dunia. Kesemuanya itu akan mendapat balasannya di Akhirat kelak. Mereka termasuk ke dalam golongan yang wajahnya hitam muram, walaupun di Dunia wajah mereka putih dan cantik berseri-seri (nauzu billaahi minzalik).

Pada saat mereka memohon agar dijadikan tanah saja, Allah menempelak mereka dengan tempelak yang sangat menyakitkan sebagaimana yang diabadikan Allah swt. dalam surah Yasin: "Bukankah sudah kuperintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak tunduk patuh kepada syaithan. Sesungguhnya syaithan itu mu suh yang nyata bagi kamu. Dan tunduk patuhlah kepada Ku. Inilah jalan yang selu rus-lurusnya. Sesungguhnya syaithan itu telah menyesatkan sebahagian besar dian tarakamu. Apakah kamu tidak berfikir? Inilah neraka Jahannam yang dulu kamu diancam (dengan nya). Masuklah kamu kedalamnya pada hari ini disebabkan kamu dahulu mengingkarinya. Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, tangan dan kaki Kami minta kesaksian terhadap apa yang telah mereka kerjakan dahulu" (QS,36: 60-65)

Betapa jelasnya ancaman Allah swt kepada orang orang yang lalai dan membang kang perintahNya saat di dunia, namun orang orang yang telah banyak melakukan kesalahan sudah tertutup mata hatinya untuk taubat, betapapun jelasnya dakwah yang dialamatkan kepada mereka, malah mereka mengang gap pendakwah itu telah menghinanya, menyakiti hatinya dan sebagainya.

di Ujung Dunia
----------
Bagi yg ingin melihat video Perjuangan Imam Ali secara lengkap. Klik disini:
http://www.youtube.com/watch?v=j3ParUemvKY&feature=related

Ini penjelasan Wali Negara Acheh - Sumatra, DR Tgk Hasan Muhgammad di Tiro tentang prinsip kemerdeka an sesuai Al Qur-an, sebagai Pedoman Hidup bangsa Islam, Orang Jawa yang dicela wali disini adalah Jawa dalam system despotik Indonesia. Sedangkan orang Islam Jawa diluar system tersebut tidak berbeda dengan orang Islam Acheh dan orang Islam West Papua. Hal ini sesuai firman Allah sendiri, dimana tidak lebih bangsa Arab diatas bangsa Ajam (asing) kecuali disebabkan "Taqwa". Realitanya orang Acheh yang menerima "penipuan" penguasa Indonesia via MoU Helsinki sama despotiknya dengan orang jawa yang bersatupadu dalam system Taghut Despotik Indonesia. Catatan ini diperlukan agar orang Islam Jawa yang baik tidak salah paham. (hsndwsp, Acheh - Sumatra). . . . . . . Ralat: (Yang dimaksudkan Wali Surah an Nisa' ayat 76) Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah. (QS. 4:76)/ww.presstv.ir/detail/17


 NASIB PERJUANGAN ACHEH - SUMATRA


Selasa, 04 Oktober 2011

GHADIR KHOUM AND FULL SPEECH BY LEADER OF THE ISLAMIC REVOLUTION OF IRAN IN PALESTINE CONFERENCE

GHADIR KHOUM
Sejarah Pengangkatan Imam Ali as
Sebagai Pengganti Rasul
  من كنت مولاه فعلي مولاه اللهم والي من والاه و عاد من عاداه

 "Barang siapa yang menjadikanku sebagai pemimpin, maka Ali adalah pemimpinnya. Ya Allah, tolonglah orang yang menolong Ali dan musuhilah orang yang memusuhinya"
(Hadits Rasulullah saww)





Setelah hampir 23 tahun menanggung beban tugas pembumian risalah yang berat, suatu hari Rasulullah mendengar panggilan pulang ke haribaan Ilahi. Panggilan itu didengarnya, sementara risalahnya masih belum jauh membumi. Kota Madinah yang dibinanya dengan pedoman dan ajaran Islam dan Tauhid saat itu justru terancam serangan musuh, kaum pendamba kenikmatan duniawi, dan mereka yang hatinya penuh dengan gejolak dendam kesumat kepada Islam dan pendirinya sehingga mereka ingin meluluhlantakkan bangunan Islam untuk dikemudian mereka bangun kembali kebudayaan jahiliah yang sudah kehilangan daya pikatnya. Bayangan kelam ini sudah sekian lama menggelayuti detak hati Rasul.

Sementara itu, demi kelangsungan eksistensi Islam dan pengaturan umat Islam sesuai dengan perintah Allah, benak Rasul selalu tertuju kepada Ali Bin Abi Thalib as, sepupu beliau yang tumbuh dan besar dalam asuhan dan didikan beliau sendiri. Karena itu, meski keadaan sering tidak mendukung, dalam banyak kesempatan Rasul tetap mengemukakan masalah siapa yang akan menggantikan beliau.

Sementara itu, di hari-hari akhir hayat beliau, ancaman berbagai pihak yang tidak setuju dengan kebijakan Rasul nampak semakin serius sehingga hati beliau semakin galau.  Dalam keadaan sedemikian rupa, beliau memobilisasi umat Islam untuk menyelenggarakan ibadah haji sekolosal mungkin. Seruan haji Rasul itu menghasilkan jumlah jemaah haji hingga 70.000 ribu orang, atau menurut riwayat lain yang lebih kuat dan popular jumlahnya bahkan mencapai 120.000 orang.  Dalam haji akbar ini beliau ingin mematri umat Islam dengan ajaran-ajaran samawinya dengan bentuk yang amat monumental. Beliau mengajarkan apa yang seharusnya beliau ajarkan menyangkut pelaksanaan manasik haji beserta segala pesan yang terkandung di dalamnya.

 Lebih dari itu, ada satu pesan dan perkara lain yang sebenarnya sudah sering beliau kemukakan kepada umat, namun saat itu harus beliau kemukakan lagi agar terungkap secara lebih formal, tegas, dan didengar umat. Pesan yang juga berasal dari wahyu Ilahi itu tak lain adalah pesan dan wasiat tentang kepemimpinan Ali bin Abi Thalib as sepeninggal beliau.  

Ibadah haji pun usai. Manasik demi manasik terlaksana. Rasul kemudian menggiring lautan jemaah haji ke luar kota suci Mekkah setelah beliau mengucapkan salam perpisahan kepada Baitullah dan tanah kelahirannya tersebut.  

Tanggal 18 Dzulhijjah, karavan haji tiba di sahara Juhfah. Di sahara inilah karavan yang terdiri dari berbagai daerah dan kabilah akan berpisah satu dengan yang lain. Di tempat itu, wahyu Ilahi turun menyapa kalbu suci Rasul:

 ياايهاالرسول بلغ ماانزل اليك من ربك فان لم تفغل فما بلغت رسالته والله يعصمك من الناس 

“Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang telah diturunkan Tuhanmu kepada-Mu, dan jika hal ini tidak engkau lakukan, maka engkau (sama saja dengan) tidak menunaikan (sama sekali) risalah-Nya, dan Allah akan menjagamu dari (gangguan) manusia.”

Wahyu ini turun dengan nada tegas dan tidak memberi peluang bagi Rasul untuk tidak melaksanakannya. Sedemikian vital tugas ini sehingga jika beliau tidak melaksanakannya, maka beliau akan dianggap tidak melaksanakan risalah Allah sama sekali, dan dengan begitu akan runtuh semua fondasi risalah yang telah beliau bangun selama ini. Demi terlaksananya tugas ini, Allah berjanji akan melindungi Rasul dari gangguan musuh, dan karena itu tidak ada pula peluang bagi Rasul untuk merisaukan resiko pelaksanaan tugas tersebut.

Rasulpun bertekad untuk menyampaikan wahyu Ilahi tersebut kepada umat. Dalam rangka ini, beliau memerintahkan supaya rombongan yang ada didepan kembali ke belakang, sedangkan rombongan yang di belakang beliau perintahkan agar segera menyusul ke tempat beliau berada. Sesuai instruksi Rasul, semua karavan terkumpul di suatu padang gersang yang hanya ditumbuhi rumput-rumput kering berduri dan segelintir pohon. Di tempat itu, karavan terkonsentrasi di tepi sebuah telaga tua di daerah Khoum. Terik panas matahari yang tepat berada di atas kepala menjilat tubuh semua orang. Tanah dan bebatuan seakan membara sehingga banyak orang yang terpaksa menggunakan pakaiannya sebagai alas untuk menahan sengatan panas.

Dalam kondisi sedemikian sulit itu, semua orang bertanya-tanya dalam hati; gerangan apakah yang hendak dilakukan Rasul. Karena itu, perhatian semua orang terkonsentrasi kepada beliau.  Dan benar, di saat benak para sahabat Rasul sedang diterpa badai penasaran itulah beliau hendak menentukan garis perjalanan sejarah umat dan ajaran Islam, ajaran yang telah beliau perjuangkan dengan darah, keringat, dan air mata. Di tepi telaga itulah beliau hendak mencetuskan penggalan sejarah yang determinan bagi kehidupan spiritual dan materi umat manusia.

Peristiwa bersejarahpun berlangsung selama hampir lima jam di lokasi sekitar telaga Khoum tersebut dalam cuaca alam yang sedemikian panas. Menjelang pernyataan wasiat Rasul itu, suasana yang tadinya riuh tiba-tiba tercekam kebisuan. Gemerincing kalung-kalung onta dan kuda bahkan ikut tertelan kesunyian.  

Entah karena panasnya hawa yang menyengat atau mungkin karena sedemikian besarnya risalah yang hendak beliau sampaikan, wajah nurani beliau saat itu nampak bersimbah peluh. Beliau tampil ke atas mimbar yang terbuat dari beberapa bongkah batu dan pelana onta. Semua mata tertatap kepada wajah beliau yang penuh wibawa meski sudah tergurat usia 63 tahun itu. Sedemikian anggunnya wajah beliau saat itu sehingga tatapan yang tersorotnya kepadanya dapat melunturkan panasnya sengatan surya dan letihnya perjalanan panjang yang tadinya dirasakan semua orang.

Meskipun terjadi lebih dari 1400 tahun silam, tepatnya pada tahun 10 Hijriah, namun kenangan peristiwa besar itu tetap abadi hingga sekarang. Pesan yang terungkap dalam peristiwa itu tetap terngiang dalam benak umat. Sebab, pesan yang disampaikan Rasul saat itu bukanlah pesan yang relefansinya tersekat oleh faktor ruang dan waktu dimana beliau berada, melainkan pesan universal tentang pembangunan sebuah negeri makmur yang diidam-idamkan umat. Yaitu negeri yang jika pemimpinnya tidak terpenjara di dalam rumahnya, niscaya ajaran Islam yang murni akan terus mengalir menyusuri lorong-lorong sejarah, dan tidak akan ada lagi kebangkitan kaum celaka dan jahil yang sudah tergilas oleh Islam. Rasulullah SAWW bersabda:

وان وليتموها عليا وجدتموه هاديا مهديا يسلك بكم علىالطريق المستقيم

“Jika kalian menyerahkan kepemimpinan kepada Ali, niscaya kalian akan mendapatkannya sebagai pemberi petunjuk kalian dan dia akan berjalan di atas jalan yang lurus bersama kalian.”

Dalam rangka memperingati peristiwa yang dikenal dengan peristiwa Ghadir Khoum (Telaga Khoum) itu, yang harus disayangkan ialah kenyataan punahnya kesegaran alam spiritual umat akibat terabaikannya pesan agung Rasul tersebut. Duduk persoalannya bukan terletak pada masalah ternistakannya hak Imam Ali as, melainkan pada penyimpangan yang begitu fatal sehingga mengeringkan mata air yang sangat diperlukan bagi kehidupan materi dan spiritual umat manusia.   

Mengenai keabsahan riwayat tentang peristiwa Ghadir Khoum, layak disebutkan bahwa riwayat dan sanad-sanad yang mendukungnya sudah jauh menembus batas tawatur sehingga tidak mungkin lagi tergoyahkan oleh perjalanan masa.  Syeikh Dhiyauddin yang merupakan ulama besar Ahlussunnah Waljamaah mengatakan, “Seandainya hadits Ghadir Khoum tidak bisa diterima, maka tidak akan lagi sesuatu yang bisa diterima dalam Islam.” Dari kalangan Ahlussunnah, orang-orang yang meriwayatkan hadits Ghadir Khoum meliputi para ahli sejarah, hadits, tafsir, kalam, dan bahkan ahli sastra.

Dari karya para ulama salaf atau ulama generasi terdahulu, kitab-kitab yang sudah ditemukan sejauh ini tentang Ghadir Khoum ada sekitar 26 judul kitab yang diantaranya ialah sebagai berikut:

1.                 Kitab ‘AlWilayah’ karya Muhammad Bin Jarir Attbari (wafat 310 H), sejarawan ternama Islam dari kalangan Ahlussunah. Attabari nampaknya adalah ulama yang pertama kali menyusun kitab khusus tentang peristiwa Ghadir Khoum. Dalam kitab itu dia meriwayatkan hadist AlGhadir melalui 75 sanad.

2.                 Kitab ‘AlWilayah fi Thariqi Hadist AlGhadir’ karya Hafid bin Uqdah AlHamadani (wafat 333 H). Kitab ini menukil hadist AlGhadir dari 105 jalur.

3.                 Kitab ‘Thariq Al-Hadist AlGhadir’ karya Abu Thalib Abdullah bin Ahmad bin Zeid Al-Anbari (wafat 356 H).

4.                 Kitab  ‘Abu Bakar’ karya Muhammad bin Umar bin Muhammad Attamimi AlBaghdadi yang tenar dengan julukan ‘Al-Ja’abi’ (wafat 355 H). Dalam kitab itu dia menyebutkan 125 riwayat tentang hadits AlGhadir.   

Selain kitab-kitab karya para ulama Ahlussunnah tersebut, ada banyak lagi kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama Syiah tentang hadist AlGhadir yang antara lain sebagai berikut:

1.                 Kitab Abaqat Al-Anwar. Kitab ini terdiri atas 20 jilid dimana 12 diantaranya ditulis oleh sejarawan Mir Hamid Husain Al-Hindi, dan selebihnya ditulis oleh puteranya.

2.                 Kitab AlGhadir karya Al-Allamah Abdulhusain Al-Amini. Kitab 20 jilid ini bisa dikatakan sebagai eksiklopedia sejarah Islam dan kepemimpinan Imam Ali as.

Kecuali para ulama salaf tersebut, para ulama abad modern juga banyak yang memuat, membahas, dan ikut mengabadikan hadits AlGhadir. Para ulama dari kalangan Ahlussunah antara lain ialah:

1.     Syaikh Banhani AlBeiruti  dalam kitabnya  Assyarif AlMuayyad.

2.     Sayid Mukmin Shablanji AlMisri dalam kitabnya Nurul Abshar.

3.     Syaikh Muhammad Abduh dalam karyanya  Tafsir AlManar.

4.     Abdul Hamid Alusi AlBaghdadi dalam kitabnya Nasyr Alla-ali.

5.     Syaikh Muhammad Habibullah Assyanqiti dalam kitabnya Ta’liqat Mu’jamil Adibba’ .

Sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab-kitab sejarah, jumlah periwayat hadits AlGhadir mencapai 125 orang.  Sebagai penutup, kita sebutkan beberapa nama-nama tokoh terkemuka sebagai berikut:

1.     Abu Bakar bin Abi Quhafah

2.     Umar bin Khattab

3.     Ustman bin Affan

4.     Talhah bin Abdullah Attamimi

5.     Zubair bin Awwam

6.     Abbas bin Abdul Muthalib

7.     Usamah bin Zaid bin Haritsah

8.     Anas bin Malik

9.     Jabir bin Abdullah An-Anshari

10. Sa’ad bin Abi Waqqas

11. Abdurrahman bin Auf

12. Hassan bin Tsabit

13. Sa’ad bin Ubadah

14. Abu Ayyub Al-Anshari

15. Abdullah bin Mas’ud

16. Salman Al-Farisi

17. Abu Dzar AlGhiffari

18. Ammar bin Yasir

19. Miqdad bin Aswad

20. Samurrah bin Jundub

21. Suhail bin Hanif

22. Ubai bin Ka’ab

23. Imam Ali bin Abi Thalib as

24. Asma’ bin Umais

25. Ummu Salamah

26. Aisyah binti Abu Bakar

27. Ummu Hani bin Abi Thalib

28. Fatimah Azzahra as



KE INDEX




 



 



In the Name of Allah, the Beneficent, the Merciful 



As-Salamu ‘alaykum wa rahmatullah

All praise is due to Allah, the Lord of the Worlds, and peace and greetings upon our Master, Muhammad, and upon his immaculate household and chosen companions and upon those who follow them appropriately until the Day of Judgment.

Allah the All-Wise said: 'Permission (to fight) is given to those upon whom war is made because they are oppressed and most surely Allah is well able to assist them. Those who have been expelled from their homes without a just cause only because they say our Lord is Allah. And had there not been Allah's repelling some people by others, certainly there would have been pulled down cloisters and churches and synagogues and mosques in which Allah's name is much remembered. And surely Allah will help him who helps His cause. Most surely Allah is Strong, Mighty.' [The Holy Quran, Sura al-Hajj, Ayahs 39-40]

I would like to welcome the all dear guests and the honorable audience. Among all the issues that deserve to be discussed by religious and political figures from across the world of Islam, the issue of Palestine enjoys special importance. Palestine is the primary issue among all common issues of Islamic countries. This issue has unique characteristics.

The first characteristic is that a Muslim country has been taken away from its people and entrusted to foreigners who have come together from different countries and formed a fake and mosaic-like society.

The second characteristic is that this historically unprecedented event has been accompanied by constant killings, crimes, oppression and humiliation.

The third characteristic is that Muslims' original qiblah and many respected religious centers which exist in that country have been threatened with destruction, sacrilege and decline.

The fourth characteristic is that at the most sensitive spot of the world of Islam, this fake government and society has played the role of a military, security and political base for the arrogant governments since the beginning up until today. And the pivot of the colonialist west - which has been opposed to the unity, development and progress of Islamic countries for various reasons - has always used it like a dagger in the heart of the Islamic Ummah.

The fifth characteristic is that Zionism - which is a great ethical, political and economic threat to the human community - has used this foothold as a tool and stepping stone to spread its influence and hegemony in the world.

Other points that can be added include: heavy financial and human costs that Islamic countries have paid so far, preoccupation of Muslim governments and people, the sufferings of millions of displaced Palestinians many of whom still live in refugee camps after the passage of six decades and putting an end to the history of an important civilizational center in the world of Islam.

Today another key point has been added to these causes and this key point is the wave of Islamic Awakening which has engulfed the entire region and has opened a new and determining chapter in the history of the Islamic Ummah. This massive movement - which can undoubtedly lead to a powerful, advanced and coherent Islamic alliance in this sensitive part of the world and can put an end to the era of backwardness, weakness and humiliation of Muslim nations relying on Allah's favor and the firm determination of the followers of this movement - has borrowed an important portion of its force and courage from the issue of Palestine.

The Zionist regime's increasing oppression and bullying and the cooperation of certain autocratic, corrupt and mercenary rulers on the one hand and the spirited Palestinian and Lebanese resistance and the miraculous victories of faithful youth in the 33-day war on Lebanon and in the 22-day war on Gaza on the other hand - were among the important factors which made turbulent the seemingly calm ocean of the Egyptian, Tunisian and Libyan nations as well as other regional nations.

It is a fact that the Zionist regime, which is armed to the teeth and claims to be invincible, suffered a decisive and humiliating defeat in Lebanon during an unequal war against the clenched fist of faithful and brave mujahids. Later on it re-tested its blunt sword against the innocent and determined resistance of Gaza and it failed.

Serious attention should be paid to these points when analyzing current conditions of the region and the appropriateness of every decision should be evaluated against these points.

Therefore, it is an accurate judgment to say that today the issue of Palestine has gained increased importance and urgency and the Palestinian nation has the right to expect more from Muslims countries in the current regional conditions.

Let us take a look at the past and the present and prepare a road map for the future. I will discuss certain topics in this regard.

More than six decades have passed since the tragic occupation of Palestine. All the main causes of this bloody tragedy have been identified and the colonialist English government is the most important cause. The policies, weapons and military, security, economic and cultural power of the English government and other arrogant western and eastern governments were put to the service of this great oppression. Under the ruthless clutches of the occupiers, the defenseless people of Palestine were massacred and forced out of their homes. Until today even one percent of the human and civil tragedy - which was carried out at that time by the claimants of civilization and ethics - has not been properly portrayed and this tragedy has not had its fair share in the media and visual arts. The owners of visual and cinematic arts and western movie mafias have not been willing to allow this to happen. An entire nation was massacred and displaced in silence.

Certain instances of resistance emerged at the beginning, which were harshly and ruthlessly crushed. From outside Palestinian borders and mainly from Egypt, a number of men with Islamic motives made certain efforts which were not sufficiently supported and could not have an effect on the scene.

Afterwards there were full-scale and classical wars between a few Arab countries and the Zionist army. Egypt, Syria and Jordan mobilized their military forces, but the unconditional, massive and increasing military and financial support of America, England and France for the Zionist regime overwhelmed Arab armies. Not only did they fail to help the Palestinian nation, but they also lost an important portion of their territories during these wars.

After the weakness of Palestine's Arab neighbors was revealed, cells of organized resistance were gradually established in the form of armed Palestinian groups and after a while they came together to form the Palestinian Liberation Organization. This was a spark of hope which shone brightly, but it did not last long. This failure can be attributed to many factors, but the essential factor was their separation from the people and from their Islamic beliefs and faith. Leftist ideology or mere nationalistic sentiments were not what the complicated and difficult issue of Palestine required. Islam, jihad and martyrdom were the factors that could have encouraged an entire nation to step into the arena of resistance and turned it into an invincible force. They did not understand this properly. During the first few months of the great Islamic Revolution, when the leaders of the Palestinian Liberation Organization had found a new spirit and they used to visit Tehran repeatedly, I asked a pillar of the organization why they did not raise the flag of Islam in their righteous battle. His answer was that there were a number of Christians among them as well. Later on that person was assassinated by the Zionists in an Arab country and I hope Allah the Exalted has bestowed mercy on him. But his reasoning was flawed. I believe a faithful Christian who fights alongside a group of selfless mujahids - who carry out jihad in a sincere way while having faith in God, the Day of Judgment and divine assistance - would be more motivated to fight than a Christian who has to fight alongside a group of people who lack faith, rely on unstable sentiments and lack loyal support of the people.

Lack of firm faith and separation from the people gradually made them neutral and ineffective. Of course there were honorable, motivated and valorous men among them, but the organization went off in a different direction. Their deviation has been a blow to the issue of Palestine. Like certain treacherous Arab governments, they too turned their back on the ideal of resistance which has been the only way of saving Palestine. And of course not only did they deliver a blow to Palestine, but they also delivered a strong blow to themselves. As the Christian Arab poet says,

لئن اضعتم فلسطيناً فعيشكم طول الحياة مضاضات و آلامٌ

Thirty two years were spent in this misery, but suddenly God's hand of power turned the tables. The victory of the Islamic Revolution in Iran in the year 1979 completely changed the conditions of this region and turned a new page. Among the amazing global effects of this Revolution and the strong blows that it delivered to arrogant policies, the blow to the Zionist government was the clearest and the most immediate. The statements of the leaders of that regime during those days are interesting to read and they show how unhappy and anxious they were. During the first few weeks after the victory, Israel's embassy in Tehran was closed down and its staff was expelled. The embassy was officially given to the Palestinian Liberation Organization whose representatives are still there. Our magnanimous Imam announced that one of the goals of the Revolution was to liberate Palestine and to remove the cancerous tumor, Israel. The powerful waves of this Revolution, which engulfed the entire world at that time, conveyed this message wherever it reached: 'Palestine must be liberated.' Even the repeated and great problems that the enemies of the Revolution imposed on the Islamic Republic of Iran failed to discourage the Islamic Republic from defending Palestine. One instance of the problems that they caused was the eight-year war waged on Iran by Saddam Hussein who had been goaded by America and England and was supported by reactionary Arab governments.

Thus, new blood was pumped into the veins of Palestine. Muslim mujahid groups started to emerge in Palestine. The Lebanese Resistance formed a powerful and new front against the enemy and its supporters. Instead of relying on Arab governments and seeking help from global organizations such as the United Nations, which were accomplices of the arrogant powers, Palestine started to rely on itself, its youth, its deep Islamic faith and its selfless men and women. This is the key to all achievements.

Over the past three decades this process has been accelerated on a daily basis. The humiliating defeat of the Zionist regime in Lebanon in the year 2006, the humiliating failure of the arrogant Zionist army in Gaza in the year 2008, the Zionist regime's escape from South Lebanon and withdrawal from Gaza, the establishment of the resistance government in Gaza and in brief, changing the Palestinian nation from a group of helpless and hopeless people to a hopeful, resistant and self-confident nation - these were the outstanding characteristics of the past thirty years.

This general picture will be clear when attempts at compromise and treacherous activities - whose goal is to break down resistance and make Palestinian groups and Arab governments acknowledge the legitimacy of Israel - are also reflected upon in an appropriate way.

These activities, which were initiated with the Camp David Accords by the treacherous and unworthy successor of Gamal Abdel Nasser, have always been aimed at undermining the steely determination of resistance forces. During the Camp David Accords, for the first time an Arab government officially acknowledged that the Palestinian lands belonged to the Zionists and it signed the papers according to which Palestine was recognized as the homeland of Jews.

From that time until the Oslo Accords in the year 1993 and later on in complementary plans - which were imposed one after the other on compromising and careless Palestinian groups with the intervention of America and the cooperation of colonialist European governments - the enemy tried its best to discourage the Palestinian nation and Palestinian groups from resisting through the use of empty and deceptive promises and making them busy with amateur political games. The uselessness of all these accords was revealed very soon and the Zionists and their supporters repeatedly showed that they consider these accords as worthless pieces of paper. The goal of these plans was to create doubt among the Palestinians, make materialistic unbelievers greedy and cripple Islamic resistance.

So far, the spirit of resistance among the Islamic Palestinian groups and the Palestinian people has been the antidote to all these treacherous games. They stood up against the enemy with Allah's permission and as promised by God, they benefited from divine assistance: 'And surely Allah will help him who helps His cause. Most surely Allah is Strong, Mighty.' [The Holy Quran, Sura al-Hajj, Ayah 40] The resistance of Gaza in spite of a comprehensive siege was an instance of divine assistance. The collapse of the treacherous and corrupt government of Hosni Mubarak was divine assistance. The emergence of the powerful wave of Islamic Awakening in the region is divine assistance. The removal of the mask of hypocrisy from the face of America, England and France and the increasing hatred of the regional nations towards these countries are divine assistance. The repeated and innumerable problems of the Zionist regime - from its domestic political, economic and social problems to its isolation in the world, to public and even academic hatred of the Zionists in Europe - are all instances of divine assistance.

Today the Zionist regime is weaker, more hated and more isolated than ever before and its main supporter, America, is more embattled and confused than ever before.

Today the general history of Palestine in the past 60 years is in front of our eyes. It is necessary to delineate the future by considering that general history and learning lessons from it.

Two points should be clarified in advance. The first point is that our demand is the liberation of Palestine, not the liberation of a part of Palestine. Any plan to divide Palestine is completely unacceptable. The two-state idea which has been presented in the self-righteous clothing of 'recognizing the Palestinian government as a member of the United Nations' is nothing but giving in to the demands of the Zionists - namely, 'recognizing the Zionist government in Palestinian lands'. This would mean trampling on the rights of the Palestinian nation, ignoring the historical right of the displaced Palestinians and even jeopardizing the right of the Palestinians settled in '1948 lands'. It would mean leaving the cancerous tumor intact and exposing the Islamic Ummah - especially the regional nations - to constant danger. It would mean bringing back decades-long sufferings and trampling upon the blood of the martyrs.

Any operational solution must be based on the principle of 'all of Palestine for all Palestinian people'. Palestine is the land that extends 'from the river to the sea', not one inch less than that. Of course it should be noted that through its elected government, the Palestinian people will run the affairs of the any part of the Palestinian soil they manage to liberate, just as they did in the case of Gaza, but they will never forget the ultimate goal.

The second point is that in order to reach this lofty goal, what is necessary is action, not words. It is necessary to be serious, not to make ceremonial gestures. It is necessary to have patience and wisdom, not engage in a variety of impatient actions. It is necessary to consider horizons that lie far ahead and to move forward step by step with determination, reliance on God and hope. Muslim governments and nations and the resistance groups in Palestine, Lebanon and other countries can each identify their share of work in this general struggle and solve the puzzle of resistance with Allah's permission.

The solution of the Islamic Republic to the issue of Palestine and this old wound is a clear and logical proposal that is based on political wisdom accepted by global public opinion and it has been presented in detail previously. We neither propose a classical war with the armies of Islamic countries, nor do we propose throwing Jewish immigrants into the sea or intervention of the United Nations and other international organizations. We propose a referendum among the Palestinian people. Just like any other nation, the Palestinian nation has the right to determine its own destiny and to elect its own government. All the original people of Palestine - including Muslims, Christians and Jews and not foreign immigrants - should take part in a general and orderly referendum and determine the future government of Palestine whether they live inside Palestine or in camps or in any other place. The government that is established after the referendum will determine the destiny of non-Palestinian immigrants who migrated to Palestine in the past. This is a fair and logical proposal which global public opinion understands and it can receive support from independent nations and governments.

Of course we do not expect the usurping Zionists to willingly accept this proposal and this is where the role of governments, nations and resistance organizations becomes significant. The most important pillar of supporting the Palestinian nation is to stop supporting the usurping enemy and this is the great duty of Islamic governments. After the people have stepped into the arena and shouted slogans against the Zionist regime in a powerful way, on what logical basis do Muslim governments continue their relations with the usurping Zionist regime? The proof of Muslim governments' honesty lies in their support for the Palestinian nation and in their decision to break off their overt and secret political and economic relations with the Zionist regime. The governments that host Zionist embassies or economic offices cannot claim to defend Palestine and no anti-Zionist slogan on their part will be considered serious and genuine.

Today Islamic resistance organizations, which have been shouldering the heavy burden of jihad over the past years, are confronted with the same great responsibility. Their organized resistance is an active arm that can help the Palestinian nation move towards the ultimate goal. Brave resistance of the people whose homes and country have been occupied has been recognized in all international conventions and it has been praised. Allegations of terrorism by the political and media network affiliated with Zionism are hollow and worthless claims. The obvious terrorist is the Zionist regime and its western supporters. Palestinian resistance is a movement against the oppressive terrorists and it is a human and sacred movement.

In the meantime, it is appropriate for western countries to evaluate the situation from a realistic perspective. Today the west is at a crossroads. It should either stop bullying and acknowledge the right of the Palestinian nation and refuse to follow the plan of the bullying and anti-human Zionists, or they should wait for stronger blows in the not so distant future. These crippling blows are not limited to the continual collapse of their puppet governments in the Islamic region. Rather the day when European and American peoples realize that the majority of their economic, social and ethical problems result from the octopus-like hegemony of international Zionism over their governments and that their statesmen give in to the bullying of parasitic Zionists who own companies in America and Europe for the sake of their personal and partisan interests, they will create a such hell for them in which no salvation will be imaginable.

The US President says that Israel's security is his red line. What factor has determined this red line? Is it the interests of the American nation or Obama's personal need for the money and support of Zionist companies to ensure his second term as US President? How long do you think you will be able to deceive your own nation? What will the American people do with you the day they realize you have agreed to give in to humiliation and obedience to wealthy Zionists for the sake of remaining in power for a few more days? What will they do with you when they realize that you have sacrificed the interests of a great nation at the feet of the Zionists?

Dear brothers and sisters, know that this red line drawn by Obama and people like him will be crossed by Muslim nations that have risen up. What is threatening the Zionist regime is not the missiles of Iran or resistance groups, so they can build a missile shield here and there in order to confront it. The real and inescapable threat is the firm determination of men, women and youth in Islamic countries who do not want America, Europe and their puppets rulers, to dominate and humiliate them any longer.

Of course those missiles will fulfill their duty whenever the enemy poses a threat. 'Therefore, be patient. Surely the promise of Allah is true and let not those who have no certainty make you impatient.' [The Holy Quran, Sura ar-Room, Ayah 60]

Wa salaam alaykum wa rahmat Allah
http://www.abna.ir/data.asp?lang=3&id=269138