Minggu, 25 November 2012

KENAPA KEBANYAKAN MANUSIA MENGIKUTI KETURUNAN MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB ASSAUD, MENININGGALKAN KETURUNAN RASULULLAH SAWW YANG SUCI?


 

Ini terjemahan dari Saleh Lapadi West Papua. 
Beliau adalah wartawan IRIB di Republik Islam Iran. Semoga pembaca bertambah ilmu tentang keberadaan Manusia Suci dan para Imamn Syiah Imamiah 12. 

 Dalam Kuburan nanti kita akan berhadapan dengan pertanyaan: Mar Rabbuka, ma kitabuka man Nabiyuka, man Imamuka dan man ikhwanuka. Apabila satu saja pertanyaan yang tidak mampu kita jawab, terindikasi kita calon penduduk Neraka (nauzubillaahi min zalik):

 Usia Maksumin Ketika Menikah (Bagian Pertama) 
 Rabu, 2012 November 07 15:34

 Sekaitan dengan pentingnya pernikahan dalam Islam, banyak ayat dan riwayat yang membicarakan masalah ini. Allah Swt dalam surat Rum ayat 21 berfirman, "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."

 Namun sebagian pemuda dengan pelbagai alasan berusaha mengakhirkan sunnah Nabi ini dengan menunda-nunda masa pernikahannya. Sementara perilaku Maksumin as menunjukkan para pemimpin agama kita lebih cepat menikah dari para pemuda saat ini. 

 Alasytar: Kebanyakan mereka tidak punya dana untuk kawin sebab mereka termasuk pihak yang dijauhkan dari pembendaharaan dunia oleh penguasa despotik dan korrup, seolah-olah harta kekayaan negara itu milik moyangnya.

 Berikut ini usia Maksumin as ketika menikah:



 1. Nabi Muhammad Saw

 Usia saat menikah: 25 tahun
 Nama istri: Sayidah Khadijah as.

 Banyak yang mengenal Sayidah Khadijah as lewat kekayaannya. Tapi perlu diketahui bahwa banyak yang berusaha meminangnya, tapi beliau menolaknya. Seakan-akan hatinya telah tertambat pada seseorang yang menjadi kepercayaan Allah. Sayidah Khadijah as mengatakan, "Suatu hari saya melihat seorang cendekiawan Yahudi berkata kepada saya bahwa pemuda yang bekerja denganmu memiliki tanda-tanda kenabian."

 Tentu saja Sayidah Khadijah berhak terpikat oleh pemuda bernama Muhammad Saw. Karena ia merupakan orang yang paling dipercaya dan jujur di masa itu. Oleh karenanya, beliau mengutus saudara perempuannya untuk meminang pemuda itu. Nabi Muhammad Saw menjawab bahwa saya harus meminta izin dari pamanku yang telah membesarkan diriku. Ini merupakan akhlak Nabi Muhammad Saw. Ketika dipinang, Nabi mengatakan bahwa ia tidak memiliki kekayaan selain pakaian yang dimilikinya dan yang dapat diberikan kepada Sayidah Khadijah adalah kehidupan yang sederhana. Sayidah mendengar itu mengatakan bahwa yang saya dengan tentangmu dari orang-orang adalah kebersihan hatimu. Saya tahu apa yang engkau miliki, bahkan saya mengetahui juga hal-hal yang tidak diketahui orang lain.



 2. Imam Ali as

 Usia saat menikah: 25 tahun
 Nama istri: Sayidah Fathimah Zahra as.

 Sebagaimana ibunya, banyak yang berusaha meminang Sayidah Fathimah as.Nabi Muhammad Saww saat itu berkata kepada setiap peminang bahwa Allah yang menentukan pernikahan Fathimah as dan saya sedang menanti perintah Allah. Abdurrahman bin Auf, salah satu orang terkaya Arab juga berusaha meminang putri Rasulullah. Kepada Nabi, Abdurrahman bin Auf berkata bahwa dirinya siap memberikan mahar yang banyak kepada Sayidah Fathimah as. Nabi Muhammad Saw tidak senang dengan perilaku Abdurrahman bin Auf dan berkata, "Apakah engkau ingin memaksakan pernikahan kepadaku dengan uang?"

 Setelah Nabi Muhammad Saw menolak pinangan Abu Bakar dan Umar, keduanya pergi menemui Ali as. Waktu itu Imam Ali as tengah berada di kebun kurma milik seorang warga Anshar. Ketika berhasil menemuinya, mereka berbicara tentang penolakan Nabi Muhammad Saw. Setelah itu keduanya mengusulkan bahwa menurut keduanya, Rasulullah pasti akan menerima permintaanmu meminang anak perempuan.

 Imam Ali as kemudian mengganti bajunya dan dengan penampilan yang bersih, beliau menemui Rasulullah Saw. Tapi beliau menyampaikan keinginannya meminang Sayidah Fathimah as dengan rasa malu. Mendengar permintaan itu, Rasulullah Saw sangat senang dan berkata, "Tunggulah sebentar. Saya akan menanyakan pendapat Fathimah as."

 Ketika Rasulullah Saw bertanya kepada Fathimah as tentang pinangan Ali, anak pamannya. Fathimah menundukkan kepalanya dan memilih diam. Nabi kemudian mengatakan bahwa diam adalah tanda kerelaan. Setelah itu Nabi Saw kembali menemui Ali as dan bertanya, "Apa yang engkau miliki untuk menikah?" Imam Ali as dengan jujur mengatakan bahwa seluruh kekayaan saya hanya sebilah pedang, onta dan pakaian perang. Nabi kemudian mengatakan bahwa onta untuk bekerja dan pedang untuk berjihad. "Sekarang juallah pakaian perangmu dan siapkan untuk mahar," pinta Nabi.

 Imam Ali as menjual baju perangnya seharga 480 dirham dan semuanya diberikan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai mahar pernikahannya.



 3. Imam Hasan as

 Usia saat menikah: 18 tahun
 Nama istri: Ummu Abdillah.

 Imam Hasan as dipanggil dengan sebutan Sibth Akbar, karena ia punya banyak kemiripan dengan Nabi Muhammad Saw. Mungkin ini juga satu sebab banyak orang tua yang menginginkan Imam Hasan as meminang anak perempuannya. Imam Ali as bertanya kepada Imam Hasan as, "Apakah ada perempuan yang engkau sukai?"

 Imam Hasan as dengan sopan dan penghormatan mengatakan bahwa apa yang engkau pilih, aku juga pasti menyukainya.

 Imam Ali as kemudian mengirim beberapa perempuan Muhajirin dan Anshar untuk meminang Ummu Abdillah. Setelah mendapat jawaban positif, beliau menyelenggarakan acara pernikahan untuk anaknya. Di acara pernikahan anaknya, Imam Ali as berdoa kepada Allah Swt agar memberi anak-anak kepada Imam Hasan as dan istrinya yang dapat berkorban untuk agama. Doa beliau terkabulkan. Karena Abdullah, anak mereka ikut hadir di Karbala dan mereguk cawan syahadah di sana.



 4. Imam Husein as

 Usia saat menikah: 30 tahun
 Nama istri: Shahr Banu

 Tidak ada sumber sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai apakah sebelum menikah dengan Shahr Banu, Imam Husein as pernah menikah atau tidak.

 Shar Banu merupakan putri Yazdgerd III, keturunan terakhir Dinasti Sassanid. Sebelum Iran dikuasai oleh Muslimin, Shahr Banu di suatu malam sempat bermimpi bahwa Nabi Muhammad Saw memasuki istana Madain bersama Imam Husein as dan duduk di dekatnya. Nabi Saw memperkenalkan Imam Husein as kepada Shahr Banu dan berkata, "Wahai putri Raja Ajam! Saya menjadikanmu sebagai tunangan Husein."

 Malam berikutnya ia masih bermimpi. Tapi kali ini yang ada dalam mimpinya adalah Sayidah Fathimah as. Ia melihat Sayidah Fathimah memasuki istana dan berbicara kepadanya, "Wahai putriku! Bila engkau ingin menjadi istri anakku Husein, maka engkau harus memeluk Islam."

 Shahr Banu di masa itu menerima semua prinsip-prinsip Islam. Beberapa waktu berlalu, Shahr Banu menjadi tawanan pasukan Muslim ketika berhasil mengalahkan sejumlah kota Iran. Shahr Banu kemudian dibawa dari Iran ke Madinah, sebagai ibukota pemerintahan Islam waktu itu. Ketika tiba, Imam Ali as membebaskannya dan setelah itu beliau menikah dengan Imam Husein as. Shahr Banu mendapat kebanggaan sebagai ibu dari Imam Ali Zainal Abidin as.

 Sekaitan dengan pernikahan ini, Imam Ali as berkata kepada Imam Husein, "Engkau harus menjaga dan melindungi istrimu, Shahr Banu dengan baik. Berbuat baiklah kepadanya. Karena tidak lama lagi, ia akan memberikan seorang anak kepadamu yang menjadi penduduk bumi paling baik." (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)

 Sumber: Rasekhoon

 Usia Maksumin as Ketika Menikah (Bagian Kedua)
 Senin, 2012 November 12 01:51

 5. Imam Sajjad as

 Usia saat menikah: 19 tahun
 Nama istri: Fathimah binti Imam Hasan as

 Satu-satunya istri yang dinikahi Imam Sajjad as lewat nikah daim adalah Fathimah bin Imam Hasan as. Ketika Imam Sajjad as tumbuh besar, Imam Husein as berkata kepadanya, "Apakah engkau ingin aku pilihkan perempuan terbaik? Dia adalah Fathimah, anak dari kakakku."

 Imam Sajjad as yang waktu berusia sekitar 19 tahun menjawab, "Siapa yang lebih baik dari anak pamanku. Karena ia memberi aroma pamanku, Imam Hasan as."

 Fathimah setelah syahadah ayahnya dibesarkan oleh Imam Husein as. Oleh karenanya, ia memiliki derajat tersendiri. Suatu waktu Imam Shadiq as berbicara tentang Fathimah, anak Imam Hasan as, "Ia seorang perempuan jujur dan tidak ada perempuan yang menyamainya dalam keutamaan."

 Dalam acara pinangan Fathimah, bibi mereka Sayidah Zainab as juga ikut hadir. Fathimah dalam peristiwa Karbala ikut bersama suaminya, Imam Sajjad as dan anak mereka Imam Baqir as yang waktu itu berusia 5 tahun juga bersama mereka.



 6. Imam Baqir as

 Usia saat menikah: 25 tahun
 Nama istri: Fathimah

 Populasi Bani Hasyim di kota Madinah semakin bertambah dan banyak gadis-gadis dari keluarga Bani Hasyim dan Alawi sangat berharap dapat menjadi istri Imam Muhammad Baqir as. Tapi Imam Sajjad as memilihkan Ummu Farwah yang nama lainnya adalah Fathimah menjadi istri anaknya, Imam Baqir as.

 Sekalipun Ummu Farwah waktu itu masih dalam usia remaja, tapi telah menunjukkan sikap yang matang dengan kesempurnaan akhlak. Ketika ia berbicara, maka yang terlihat adalah ketenangan dan penguasaan diri yang baik. Ia sangat tenang tapi tegas.

 Sekaitan dengan kepribadian Ummu Farwah, cukuplah apa yang disampaikan Imam Shadiq as tentang ibunya. Beliau berkata, "Ibuku adalah perempuan beriman, takwa dan senantiasa berbuat baik. Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik."



 7. Imam Shadiq as

 Usia saat menikah: 43 tahun
 Nama istri: Hamidah Khatun

 Ada poin penting yang perlu diketahui bahwa tidak ada informasi dari buku-buku sejarah tentang pernikahan Imam Shadiq as sebelum berusia 43 tahun.

 Hamidah Khatun, istri Imam Shadiq as berasal dari Andalusia dan hasil dari pernikahan ini adalah Imam Kazhim as. Hamidah Khatun mendapat penghormatan di antara perempuan Alawi dan setelah menikah dengan Imam Shadiq as ilmu, makrifat dan kesempurnaannya semakin bertambah. Hal itu dengan mudah dicapainya karena hidup bersama keluarga suci.

 Keilmuan dan ketakwaan Hamidah Khatun tumbuh sedemikian cepatnya dan ia banyak mengetahui masalah-masalah keislaman. Itulah mengapa Imam Shadiq as berkata kepadanya agar mengajarkan hukum dan ajaran Islam kepada perempuan muslim.

 Sekaitan dengan kepribadian istrinya, Imam Shadiq as berkata, "Hamidah seperti emas murni dan terbebas dari segala yang tidak murni. Para malaikat senantiasa menjaganya, sehingga Allah Swt memberikan kemuliaan kepadaku dan hujjah setelahku."

 Hamidah adalah seorang perempuan pintar dan perawi yang dipercayai. Ia terkadang meriwayatkan ucapan Imam Shadiq as.


 8. Imam Kazhim as

 Usia saat menikah: 20 tahun
 Nama istri: Najmah

 Najmah adalah istri Imam Kazhim as dan berasal dari Andalusia. Hamidah, ibu Imam Khazim as terlebih dahulu mengenalnya dan ibunya pula yang memilihkan Najmah sebagai istri anaknya, Imam Kazhim.



 Sebelum menikah, Najmah biasa pergi ke rumah Imam Shadiq as dan belajar agama Islam kepada Hamidah. Najmah merupakan perempuan terbaik dari sisi pemikiran dan keberagamaan. Najmah sangat menghormati Hamidah dan di hadapan Hamidah, ia begitu menjaga akhlaknya.



 Hamidah berkata, "Ketika Najmah datang ke rumah kami, saya sempat bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad Saw dan beliau berkata kepadaku, ‘Hamidah! Berikan Najmah kepada anakmu Musa dan jadikan ia sebagai istrinya. Karena sesungguhnya setelah itu akan lahir orang terbaik di atas bumi.' Saya kemudian melaksanakan perintah ini dan meminang Najmah menjadi istri Kazhim, anakku."

 Najmah adalah seorang yang bertakwa, memiliki keutamaan akhlak dan perempuan yang berjiwa besar. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)

 Sumber: Rasekhooon

 Usia Maksumin as Ketika Menikah (Bagian Ketiga, Habis) 
 Rabu, 2012 November 14 15:58

 9. Imam Ridha as

 Usia saat menikah: 25 tahun
 Nama istri: Khizran

 Poin penting yang patut mendapat perhatian adalah tidak ada sumber sejarah terpercaya yang menyebutkan apakah Imam Ridha as sebelum menikah dengan Khizran pernah menikah atau tidak.

 Khizran berasal dari daerah Naubah, sebuah kota di selatan Mesir. Imam Ridha as mendeskripsikan istrinya seperti ini, "Istriku Khizran seorang perempuan suci. Ia adalah perempuan yang dipersiapkan oleh Allah dalam kesucian yang tiada bandingnya. Ia adalah perempuan yang akan membawaku kepada cita-citaku dan memberiku seorang anak bernama Jawad."

 Ayatullah Qarahi memiliki keyakinan bahwa lahirnya seorang anak yang baik tidak saja ayahnya harus baik, tapi ibu juga sangat berpengaruh. Oleh karenanya, dalam memilih istri jangan hanya melihat wajahnya saja, tapi juga harus memperhatikan perilakunya. Karena anak yang baik lahir dari seorang ayah dan ibu yang baik.


 10. Imam Jawad as

 Usia saat menikah: 20 tahun
 Nama istri: Samanah

 Imam Jawad as untuk pertama kalinya pada usia 9 tahun dipaksa menikah oleh Makmun, Khalifah Abbasiah dengan anaknya Ummul Fadhl dan pada usia 20 tahun beliau menikah dengan Samanah. Ummul Fadhl sendiri adalah seorang perempuan mandul.

 Beberapa tahun setelah itu Imam Jawad as memiliki seorang pelayan terhormat dan suci bernama Samanah yang berasal dari Maroko. Ia adalah cucu dari Ammar Yasir. Imam Jawad as menikah dengannya dan darinya beliau mendapat anak bernama Imam Hadi as. Menurut data sejarah, Ummul Fadhl pada akhirnya diperintah oleh Mu'tashim, Khalifah Abbasiah waktu itu untuk meracuni Imam Jawad as dan beliau gugur syahid.


 11. Imam Hadi as

 Usia saat menikah: 20 tahun
 Nama istri: Susan

 Susan seorang perempuan terhormat dan ilmuwan. Ia berasal dari daerah Naubah, sebuah kota di selatan Mesir. Sudah menjadi takdirnya ia dibawa ke Madinah dan di sana ia menjadi istri Imam Hadi as. Ketika mereka membawanya kepada Imam Hadi as dan menjadi istrinya, Imam Hadi as berkata tentang istrinya, "Susan telah disucikan dari segala penyakit, kekurangan, keburukan dan ketidaksucian."

 Imam Hadi as kepada istrinya berkata, "Allah segera menganugerahkan hujjah-Nya kepada makhluk-Nya dan seluruh dunia akan dipenuhi dengan keadilan setelah sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman."
 Susan juga dipanggil sebagai nenek Imam Mahdi af.


 12. Imam Hasan Askari as

 Usia saat menikah: 22 tahun
 Nama istri: Narjis Khatun

 Narjis Khatun atau Nargis Khatun adalah anak raja seperti Shahr Banu, istri Imam Husein as. Sebagaimana yang ditulis oleh ahli-ahli sejarah, rencananya ia telah dijodohkan dengan sepupunya. Acara pernikahan telah dipersiapkan dan para tamu sudah banyak yang datang. Ketika itu acara belum dimulai, tiba-tiba terjadi gempa bumi dan pelaminan roboh dan hancur. Keponakan raja yang seharusnya menjadi menantu raja jatuh dari pelaminan dan pingsan. Kejadian ini terulang lagi. Orang-orang yang hadir menasihati raja agar tidak melanjutkan acara ini. Karena menurut mereka kejadian aneh ini petanda kemurkaan Allah dan akhir dari agama Kristen. Rajapun menerima usulan itu. Rencana pernikahan akhirnya dibatalkan.

 Narjis Khatun sendiri mengatakan:
 "Setelah kejadian itu, di malam hari saya tertidur dan bermimpi Nabi Isa as, Syam'un dan Hawariyun hadir di istana. Mereka menyiapkan sebuah pelaminan dari cahaya tepat di tempat pelaminan sepupuku. Tiba-tiba ada seorang yang memasuki acara itu dan cahayanya memenuhi seluruh istana. Mereka bertanya, ‘Siapa itu?'

 Dijawab, ‘Itu adalah Muhammad bin Abdullah Saw, Nabi terakhir dan menantunya, Ali bin Abi Thalib as.'

 Setelah itu saya melihat ada orang-orang penuh wibawa yang menghormati Nabi Isa as. Nabi Muhammad Saw kemudian maju dan berkata kepada Nabi Isa as, ‘Kami datang untuk meminang Melika (Narjis Khatun), yang merupakan keturunan penggantimu Syam'un untuk anakku Hasan Askari.'

 Nabi Isa as memandng Syam'un dan berkata, ‘Kebahagiaan telah berpihak padamu. Satukan keturunanmu dengan keturunan Muhammad.'

 Syam'un menerima pinangan itu dengan gembira.

 Setelah mendapat persetujuan Syam'un, Nabi Muhammad Saw membacakan khutbah nikah dan menikahkan aku dengan Imam Hasan Askari as."

 Ketika Narjis Khatun bersama sejumlah perempuan Roma tertawan oleh pasukan Islam dalam perang antara pasukan Romawi dan Islam, beliau menanti siapa yang akan mendatanginya. Suatu hari, saat para tawanan dibawa ke Baghdad dengan kapal, wakil Imam Hadi as pergi ke sana dan membelinya. Kemudian dengan penuh penghormatan Narjis Khatun dibebaskannya. Setelah itu keluarga Imam Hadi as meminangnya. Narjis Khatun dengan gembira menerima pinangan itu dan dengan demikian, mimpinya menjadi kenyataan. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)

 Sumber: Rasekhoon
Koleksi Foto Kronologi 
Ini terjemahan dari Saleh Lapadi West Papua. Beliau adalah wartawan IRIB di Republik Islam Iran.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lanjutkan Membaca
Oleh: Uwais Moballeghi.

"Koran Israel Maariv menyebutkan, Menteri Keamanan Dalam Negeri dan Kepala Staf Gabungan Militer Israel yang berada di gedung Kementerian Pertahanan Zionis, adalah orang pertama yang segera berlari menuju bunker setelah mendengar alarm"

 Allah berfirman:
 "Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya 1475 adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim". (QS. 62:5) 

 "Katakanlah: "Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mendakwakan bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar". (QS. 62:6) 

 "Mereka tiada akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim". (QS. 62:7) 

 "Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS. 62:8)

 Dalam ayat-ayat diatas Allah telah mengkeledaikan orang-orang Yahudi tetapi sekarang geleran kita dikeledaikan Allah apabila setiap rumah Muslim punya Qur-an tetapi tidak memahami pesan Allah dalam Qur-an kecuali hanya membaca-baca saja dengan harapan dapat pahala, benarkah?

 Sementara orang "besar" menggunakan Qur-an sebagai seni kaligrafi, sekedar menikmati suara para qari, membaca beberapa ayat saja setiap dimulainya pertemuan atau acara pelantikan pejabat negara dan selebihnya diperuntukkan untuk orang mati bukan untuk orang hidup.

 Sementara "orang alim" merobah ayat 1surah al Baqarah dari "Hudallinnas" kepada "lil Qari"

TIDAK USAH MENGATAKAN AKU SUNNI, AKU AHMADIAH, AKU MUHAMMADDIAH DAN BAHKAN SYIAH KALAU KITA MASUK PERANGKAP MANUSIA KUTUB QABIL


MENGAPA MEREKA MEMIHAK KEPADA ZIONIS 
KALAU MEMANG MEREKA TERMASUK MUSLIM
BUKANKAH BANGSA PALESTINA YANG TERTINDAS 
SEHARUSNYA MEREKA BELA?
hsndwsp
Acheh - Sumatra

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Tidakkah ini menunjukkan bahwa Salafus Salah itu identik dengan Zionis? Sebelumnya kita sudah meng identifikasi bahwa penguasa Arab Saudi dan segenap aparatnya identik dengan zionis dimana kalau zio nis berdaya upaya untuk menggagalkan revolusi rakyat seluruh Timur Tengah dan Afrika Utara, Pengu asa Arab Saudipun demikian sepak terjangnya. Dalam hal ini kita salut kepada rakyat Mesir berdemo agar penguasa Mesir paska Mubarak memutuskan hubungan dengan Arab Saudi dan Zionis Israel teta pi Morsi, presiden terpilih tidak menepati janjinya dan tidak menjalankan amanah rakyat Mesir. 

 Ketimpangan Salafi dan Wahabi,Alqaeda dan Taliban mengundang kita untuk berpikir, mungkinkah ki ta mengusung selogan persatuan Islam sementara komunitas-komunitas yang menamakan Islam sendiri bertekat untuk memusnahkan komunitas Islam lainnya. Salafi wahabi sudah berulangkali menyatakan de ngan terang-terangan untuk menghancurkan Hizbullah, satu-.satunya komunitas Islam Murni yang mam pu meluluhlantakkan Zionis Israel. Dari itu persoalan tersebut tidak dapat kita selesaikan dengan "kacamata Syar'i" tetapi musti dengan "kacamata Ideology dan Philosofy". 

 Secara Ideologis dan Philosofis bahwa manusia apapun latar belakang agamanya tetap saja terbagi ke pada 2 "Kutub", yaitu kutub "Qabil" dan kutub "Habil". Dua kutub manusia ini senantiasa saling berpe rang satu-sama lainnya hingga Dunia kiamat. Manusia Qabil kendatipun menamakan diri Islam, mereka tetap berperan sebagai Qabil. Qabil adalah juga anak Nabi Adam tetapi dialah yang menyulap agama ayahnya hingga bagaikan perahu terbalik (Pakai istilah Imam Ali dulu) yang akan menumpahkan segala isinya. Sebaliknya Habillah yang benar-benar beragama dengan agama ayahnya (baca Nabi Adam as) 

 Sepak terjang Qabil, menghalalkan cara apapun demi tercapai tujuannya. Untuk dapat merebut Iklima, adik sendiri dibunuhnya, konon pula kalau orang lain macam "Qabil-qabil modern" sekarang. Padahal Allah dengan jelas telah memperingatkan: "Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu'min dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan me ngutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. (Surah An Nisaa' ayat:93).

 Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain atau bukan karena membuat keru sakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manu sia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.(Surah Al Maaidah ayat:32). 

 Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Se sungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.(Surah Al Israa' ayat:33). 

 Kemudian dalam persoalan berbeda agama Allahpun telah memberikan petunjuk agar kita saling menga ku agama masing-masing dan tidak dibenarkan membunuh dengan alasan berbeda agama:"Lakum dinu kum waliadin" (QS,al Kafirun, 6). Justeru itulah saya lebih cendrung untuk persatuan menggunakan selogan "Kemanusiaan" dimana justeru manusia-manusia kutub Habillah yang kita persatukan apapun la tar belakang agamanya. 

 Andaikata suatu negara dipimpin oleh manusia habil, disana akan kita temukan adanya "rahmatan lilalamin" bagi seluruh penduduknya tetapi andaikata pemimpinnya adalah manusia qabil, yang kita saksikan di negara tersebut adalah yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. 

 Jadi kesimpulannya tidak usah kita mengatakan aku Sunni, aku Wahabi, aku Syiah dan sebagainya. Semuanya gombal kalau kita tidak termasuk dalam katagori manusia "Kutub Habil"

IMAM HUSSEIN AS TELAH SUKSES MENYIRAMI "POHON ISLAM" YANG TELAH MATI DI TANGAN YAZID, DENGAN DARAH DAN AIRMATA KELUARGANYA




KARBALA ADALAH 
"BENANG MERAH SEJARAH" 
YANG PALING EFEKTIF UNTUK MENGENAL 
PROTOTYPE IMAM HUSSEIN DAN YAZID, 
DUA KUTUP YANG PALING EXTREM SEBAGAI SYMBOLISASI 
ANTARA YANG HAQ DAN YANG BATHIL
hsndwsp
Acheh - Sumatra

http://www.livestation.com/en/alalam 
http://www.presstv.ir/live.html

Ketika kita saksikan acara karbala yang ditayangkan oleh Presstv dan TV Alalam Iran, apa yang signifikan bagi orang-orang non Syiah?  Kesatuannya. Ya kesatuan dalam gerak. Ini dekat hubungannya dalam realita komunitas Syiah Imamiah 12 atau pengikut Ahlulbayt Rasulullah saww. Mereka atau Ummah Syiah bersatupadu dibawah poros seorang Imam. Realita yang demikian banyak ditulis oleh pemikir-pemikir Syiah, terutama literatur Syahid DR 'Ali Syari'ati (Rausyanfikr) dalam bukunya berjudul: "Ummah dan Imamah"

Orang-orang yang anti Syiah memanfaatkan atraksi pemukulan diri yang berdarah-darah sebagai perbuatan yang negatif. Padahal justeru itu menggambarkan kepedihan penderitaan Imam Hussein, keluarga dan sahabat setianya dan sekaligus merupakan latihan ketahanan dalam setiap pertempuran yang bermandikan darah dan air mata.

Atraksi itulah yang diperlihatkan komunitas Syiah Iran saat berhadapan dengan "mesin perang" Syah Redha Palevi. Ketika itu barisan berpakaian serba hitam menahan dadanya diterjang peluru tentara despotik hingga jalan-jalan berkubangan darah. Lalu barisan berbaju serba putih mencelupkan tangan mereka dalam genangan darah tadi. Tangan yang berlumuran darah mereka acungkan ke arah tentara despotik sambil mengucapkan "Allahuakbar" dengan serentak berkali-kali hingga senjata ditangan tentara despotik berjatuhan dengan kehendak Allah swt. Mengapa hal seperti itu bisa terjadi? Mengapa tangan para tentara itu bisa gementar?  Allah menolong hambanya disaat mayoritas Iman mereka sudah benar.

Allah berfirman: "Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia"(Q.S. Ar Ra'du:11)
Itu bermakna Allah tidak akan menolong bangsa Iran kecuali bangsa Iran itu atau bangsa manapun mau merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Realitanya bangsa Iran telah merobahnya apa yang ada pada diri mereka. Mereka merobah dari tunduk patuh kepada trinitas Api Majusi kepada Moinetheisme, Tuhan yang satu (Allah swt) Mereka menerima keimanan melalui Imam Ali bin Abi Thalib, bagaimana prosesnya?

Ketika Allah menurunkan surah Jum'at ayat 3 (wa akharina minhum lamma yal haqu bihim wahual 'azizul hakim), para sahabat bertanya kepada Rasulullah saww: "Siapakah mereka itu ya Rasulallah?" Rasulullah meletakkan telapak tangannya diatas kepala Salman al Faraisi (orang Parsi Iran) sambil berkata: "Golongan inilah. Andaikata Iman itu berada di bintang Suraiya, namun mereka sanggup menggapainya".

Hadist Rasulullah itu meggambarkan keutamaan bangsa Parsi diatas bangsa manapun di Dunia termasuk bangsa Arab sendiri. Hal ini disebabkan kesangupan bangsa tersebut menerima Islam secara kaffah sebagaimana dinyatakan Rasulullah sendiri berkenaan Al Qur-an Surah Jum'at ayat 3 itu. Hal ini juga dibuktikan realitanya sampai hari ini tidak ada sebuah negarapun yang berideologiy Islam termasuk Saudi Arabia dan Mesir, kecuali Republik Islam Iran.

Secara historis kita dapat menelusuri bagaimana bangsa Parsi itu mendapat pernyataan Allah sendiri yang dikuatkan lagi oleh Rasul Nya ketika para sahabat menanyakan pengertian daripada ayat 3 Surah Jum'at tersebut. Ketika bangsa Arab mengalahkan Parsi, mereka membawa tawanan Mada'in (Taisfun) itu ke Madinah. Umar bin Khattab memerintahkan kesemua tawanan wanita dijadikan hamba Muslim. Imam 'Ali melarang dan berkata bahwa puteri-puteri dikecualikan dan perlu dihormati.

Dua orang putri yang cantik bernama Syahbanu dan Syahzanan adalah anak dari raja Yardigerd yang harus dimuliakan. Umar bertanya kepada Imam 'Ali apa yang seharusnya dilakukan. Imam 'Ali as berkata bahwa setiap mereka diperkenankan memilih suami dari orang Islam. Dari itu Syahzanan memilih Muhammad bin Abubakar, orang yang telah "dibesarkan" oleh Imam 'Ali. Sedangkan Syahbanu memilih Imam Hussein bin 'Ali, cucu Rasulullah saww sendiri.

Dari hasil perekawinan Cucu Rasulullah Hussein bin 'Ali dengan Syahbanu, putri Parsi inilah kelak membawa keturunan yang cikal - bakal dalam bangsa Parsi yang dapat kita saksikan sampai hari ini, dimana mereka menggunakan sorban hitam sementara keturunan non Rasulullah mengenakan sorban putih. Hal ini memang sangat unik. Saya katakan unik disebabkan tidak ada seorangpun dari keturunan non Rasulullah saww yang memprotes persoalan sorban hitam dan putih itu, kecuali sepertinya suatu keyakinan juga agar identitas keluarga Rasulullah dapat di lestarikan sampai kiamat dunia. Disamping itu di Parsi (baca Iran dan Irak) juga terdapat gelar Ayatullah yang berarti ayat Allah untuk para ulama, dimana gelar seperti itu tidak kita dapati di kawasan lainnya. Dengan kata lain gelar tersebut hanya disandang oleh ulama-ulama Syi'ah Imamiyah 12 sebagaimana juga terdapat di Libanon sekarang.

Kemuliaan bangsa Parsi nampaknya difasilitasi oleh perpaduan Keluarga Rasul yang 'Arabiy dengan bangsa Arya, ras unggul Jerman. 'Ali Zai nal 'abidin bin Hussein bin 'Ali kembali ke Parsi, negeri bundanya Syah Banu. Setelah keluarga Rasul dibantai di Karbala, Kesimpulan apa yang dapat kita petik dari realita ini adalah kemuliaan yang disandang bangsa Parsi setelah mereka menerima Islam secara kaffah melalui Ahlulbayt Rasulullah saww.

Di surah Jum'at, mula-mula Allah memberikan kurnia kepada bangsa Arab dengan diangkatnya seorang Rasul (baca Nabi Muhammad saww) Kemudian kurnia itu juga diberikan kepada kaum yang lain yang belum berhubungan dengan mereka saat itu (baca bangsa Parsi/Iran) Lalu Allah memberitahukan kita bahwa Dia memberikan kurnia itu kepada siapa yang dikehendakinya. Selanjutnya dalam surat ini, Allah mengecam sikap orang-orang Yahudi yang tidak mengamalkan Tawrât padahal mereka mengetahui isinya. Allah membantah pernyataan bahwa hanya merekalah, bukan yang lain, yang menjadi penolong-penolong Allah. Allah menantang mereka untuk mengharapkan kematian jika memang mereka benar. Ternyata orang Yahudi tidak berani menemui kematian disewbabkan kesalahan yang banyak sekalki dilakukannya.

Berarti walaupun Allah di surah yang lain pernah mengangkat derajat orang Yahudi, namun Allah mencabut kembali disebabkan mereka tidak mampu melestarikannya. Demikian juga bangsa Arab realitanya tidak mampu melestarikan derajat yang tinggi itu. Hal ini diperlihatkan realitanya oleh rezim Saudi, Qatar, Yaman, Bahrain dan sebagainya. Kita mengharapkan sangat kepada bangsa Arab dan juga bangsa-bangsa yang lain termasuk bangsa Acheh - Sumatra, dapat "merobah apa yang ada pada diri mereka" sebagaimana Republik Islam Iran hingga mampu melestarikan kurnia yang diberikan Allah swt kembali paska rezim despotik Palevi.

Kita tutup tulisan ini dengan ayat.ayat Allah yang kita sebutkan diatas tadi:
"Dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS. 62:3)

Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah mempunyai karunia yang bersar. (QS. 62:4)

Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya 1475 adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. (QS. 62:5)

Katakanlah: "Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mendakwakan bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar. (QS. 62:6)
Mereka tiada akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim. (QS. 62:7)


Google Translation:
When we see the show broadcast on PressTV Karbala and TV Alalam Iran, what is significant for the non Shia? Unity. Yes unity in motion. It is closely related to the reality of a Shiite Imamate 12 or followers of Ahlulbayt Prophet saww. Shia Ummah unitedly them or under the shaft of an Imam. Reality so much written by Shia thinkers, especially literature DR Shahid 'Ali (Rausyanfikr) in his book entitled: "Ummah and Imamah"

People who take advantage of the attractions anti Shia beating themselves bloody as a negative act. Yet it is precisely describe the pain the suffering of Imam Hussein, his family and his loyal friend and is a resistance training in every battle bathed in blood and tears.

Places shown that the Iranian Shiite community when dealing with "war machine" Redha Palevi Shah. When the line was dressed all in black hold his chest hit by bullets despotic army to the streets berkubangan blood. Then row dressed in white dipping their hands in a pool of blood before. Their blood-stained hands held up to the despotic army while saying "Allah akbar" with simultaneous multiple times until the gun fell to the hands of the army despotic will of Allah swt. Why would such a thing happen? Why hand the soldiers could tremble? God helped his servant when the majority of their faith is correct.

He said: "With men there are angels who always followed her turn, in front and behind, they are keeping the commandments of God Allah is not something the state merobah so they merobah circumstances that exist in themselves. And if Allah willed evil against something people, then no one can resist, and occasionally there is no protector for them besides Him "(Surah Ar Ra'du: 11)

That means God is not going to help the Iranian people except the Iranian nation or any nation that would merobah circumstances that exist in themselves. The reality of the Iranian nation has merobahnya what is in themselves. They merobah of surrender to the Zoroastrian Fire Moinetheisme Trinity, one God (Allah swt) They received the faith through Imam Ali bin Abi Talib, what is the process?

When Allah revealed the surah Friday paragraph 3 (wa lamma akharina minhum yal haqu bihim wahual 'Azizul hakim), the companions asked the Prophet saww: "Who are they, O Allah's Apostle?" Prophet put his hands on the head of Salman al Faraisi (Persians of Iran), saying: "Group here. Suppose Faith in star Suraiya, but they can reach."

Prophet's Hadiths meggambarkan Parsi primacy of the nation above any other nation in the world including the Arabs themselves. This is due to the nation kesangupan kaffah accept Islam as the Prophet himself stated regarding Al Qur'an Surah verse 3 it Friday. It also proved the reality today there is not an Islamic country is berideologiy including Saudi Arabia and Egypt, with the exception of the Islamic Republic of Iran.

Historically we can trace how it got statements Parsi nation God Himself confirmed again by His Apostles when the companions asked notion than the verse 3 of Surah Friday. When the Arabs defeated Persia, they took captive Mada'in (Taisfun) it to Medina. Umar bin Khattab ordered the woman be a slave all these Muslim prisoners. Imam 'Ali ban and said that daughters are excluded and should be respected.

Two beautiful daughters named Syahbanu and Syahzanan was the son of the king Yardigerd that must be honored. Omar asked the Imam 'Ali what to do. Imam 'Ali as saying that each was allowed to choose a husband from the Muslims. From it Syahzanan chose Muhammad bin Abubakar, who has been "raised" by Imam 'Ali. While Syahbanu chose Imam Hussein bin Ali, the grandson of Prophet saww own.

From the results perekawinan Prophet's grandson Hussein ibn 'Ali by Syahbanu, daughter of Parsi descent is later brought the embryo - the nation will Parsi can we see to this day, where they used a black turban while the offspring of non Prophet wearing a white turban. It is indeed very unique. I say unique because none of the descendants of the Prophet saww protesting non-issue black and white turban, but it seems a belief also that the Messenger of family identity can be preserved until the end of the world. Besides, in Persia (read Iran and Iraq) there is also the title of Ayatullah Allah means to the clergy, in which such a title did not we see in other areas. In other words, the title is only carried by the Twelver Shi'i clerics are 12 as well as in Lebanon now.

The glory of the nation appears to be facilitated by a combination Parsi family Apostles' Arabiy with the Aryans, superior German race. 'Ali Zai nal' abidin son of Hussein ibn 'Ali returned to Persia, the Shah Banu mother country. After the Prophet's family were massacred at Karbala, what conclusions can we draw from this reality is that carried the glory of Parsi nation after they receive through Ahlulbayt Islamic fanatic Prophet saww.

In sura Friday, first God gives grace to the Arabs by the appointment of an Apostle (read Prophet Muhammad saww) then gift was also given to the others who have not been in touch with them at the time (read nation Persia / Iran) Then Allah tells us that the grace that He gives to whom He pleases. Later in this letter, God condemned the Jews who did not practice Tawrat when they knew it. God denied claims that only they, and not the other, the helpers of God. God challenged them to expect death if they are true. Apparently the Jews did not dare to meet death disewbabkan sekalki mistake that many do.

Meaning even though God in the other chapters have raised the degree of the Jews, God revoked because they were unable to preserve. Similarly, the Arabs are not able to preserve the reality that high degree. This is shown by the reality of the Saudi regime, Qatar, Yemen, Bahrain and so on. We expect very to the Arabs as well as other nations including the nation Acheh - Sumatra, could "merobah what is in themselves" as the Islamic Republic of Iran to be able to preserve the grace given by God Almighty back post Palevi despotic regime.

We close this paper with ayat.ayat God that we mentioned above was:

"And (also) to people other than those who have not been in touch with them., And He is the Mighty, the Wise". (Qur'an 62:3)

That is the gift of God, given unto whom He wills, and Allah has the gift of using large. (Qur'an 62:4)

The likeness of those who dipikulkan him Torah, then they carry no 1475 is like a donkey carrying books thick. It is very bad that the parable reject God. And Allah is not to give guidance to a people unjust. (Qur'an 62:5)

Say: "O ye who embraced Judaism, if you claimed that ye beloved of God alone and not other human beings, then hope for death, if ye are truthful. (Qur'an 62:6)

They will not expect death forever due to the evil they have done with their own hands. Allah is aware of will be those who do wrong. (Qur'an 62:7)

Billahi fi sabililhaq

Angku di Tampok Donja.