Selasa, 31 Mei 2011

SURAH AL MAIDAH AYAT 44, 45 DAN 47 MERUPAKAN INDIKASI BAHWA ISLAM AGAMA BERSYSTEM

SAKSIKANLAH BAGAIMANA

RAMBUTAN DI ACHEH - SUMATRA

SAKSIKANLAH BAGAIMANA KEINDAHAN DI PERKAMPUNGAN 
DEKAT KOTA ISFAHAN RII
 
 SAKSIKANLAH BAGAIMANA WANITA RII BERKIPRAH

Bismillaahirrahmaanirrahiim.



JAWABAN KEPADA ORANG-ORANG YANG MASIH RAGU SEPERETI
 ROKHMAWAN AGUS SANTOSA
(Muhammad Al Qubra
)
Acheh - Sumatra.

MENYOROTI ORANG-ORANG YANG KELIRU DALAM MEMAHAMI
SURAH AL MAIDAH AYAT 44, 45 DAN 47 SEBAGAIMANA PEMAHAMAN
ROKHMAWAN AGUS SANTOSA


"Ada PR yang belum terjawab dari dulu "Apakah pernah Rosululloh saww mengkafir-kafirkan orang Islam lainnya dan membicarakan bahwasanya orang Islam si A, si B adalah kafir, dlolim, fasyik ?. Ja ngan dibuat-buat kalau bapak menjawab pertanyaan ini." (Rokhmawan, 14 Juli 2004)


 Dijaman Rasululah saww belum ada orang yang mengaku Islam hidup dalam system Thaghut dan mem bela pemimpin-pemimpin Thaghut (baca Rokhmawan cs). Bagaimana mungkin Rasulullah saw meng kafirkan mereka, sedangkan realitanya belum ada. Betapa lugunya kamu, sama lugunya dengan Gus dur. Yang mengkafirkan Soekarnoisme, Suhartoisme dan semua orang-orang yang bersekongkol dalam system Thaghut Pancasila adalah Allah SWT sendiri melalui Surah Al-Maidah ayat 44, 45 dan 47.

Kenapa pertanyaan ini kalian ulang-ulang Rohmawan? Afala t'aqilun? Apakah kamu tidak ber'aqal?. Begitukah cara orang salafi berfikir?. Walau bermilyar orang salafi seperti kalian dipermukaan Bumi ini, kaum mustadh'afin tetap merintih di gubuk-gubuk derita, di bawah titi kota Metropolitan dan dikawasan-kawasan kumuh lainnya, tidak ada yang bela, apalagi untuk membebaskannya. Sedangkan kerjanya Rasulullah saww adalah membebaskan kaum dhu'afa duluan baru mereka merdeka dan mulia, tidak lagi diperbudak oleh pemimpin Taghut (baca mulai dari Suharto cs s/d Yudhoyono cs).


Perlu kalian pahami, kami Bangsa Acheh - Sumatra tidak selugu salafi kalian, bermimpi hendak meng hidupkan syari'at dalam bingkai system Thaghut. Langkah kami yang pertama adalah membebaskan wilayahnya dahulu dari penjajahan Thaghut Hindunesia (Merdeka), setelah itu baru syariat Islam dapat diterapkan. Rasulullah saww baru dapat menerapkan syari'at di Mekkah setelah membebaskannya dari system Thaghut Abu Sofyan, Jahal dan Lahab. Tidak ada orang Islam saat itu yang mempertahankan system Thaghut, sebagaimana kalian mempertahankan Thaghut Hindunesia serta membela mati-matian walau terpaksa mempelintirkan ayat-ayat Allah. Adalah suatu hal yang mustahil bagi salafi kalian un tuk memperjuangkan syari'at dalam bingkai system Thaghut, sama dungunya dengan Megawati hendak memberikan syariat Islam kepada Acheh, sementara dia sendiri tidak memilikinya, mungkkinkan?


 Dapatkah kalian menghukum pencuri, penzina, pemabuk dan pembunuh di wilayah tempat tinggal ka lian? Tidakkah kalian berfikir?. Dapatkah Megawati menghukum TNI/POLRI, yang telah membunuh bangsa Acheh dengan Hukum Allah?. Dapatkah dia menghukum koruptor-koruptor di Acheh (pencuri berdasi) dengan Hukum Allah? Betapa lugunya. (PR balik untuk Rokhmawan cs).


Jadi syariat yang diprovokasi itu adalah omong kosong seperti juga mimpi kalian hendak menegakkan syari'ah dalam bingkai Thaghut Hindunesia pakai salafi hikayat musang, bukan salafi benaran. Jadi ja ngan kalian pikir bahwa kami hendak menerapkan syari'ah sama dengan  cara kalian yang keliru 180 derajat.


 Kepada orang-orang non Islam perlu mendapat informasi yang tepat bahwa:
 1. Hukum potong tangan relatif tidak akan pernah terjadi, disebabkan apabila system sudah exis, finan sial warga negaralah yang diprioritaskan, sehingga tidak ada alasan untuk mencuri (gambaran ekonomi rakyar seperti di Norwegia, tidak ada warga yang tidak hidup dengan layak). Konsep Islam murni, pe mimpin itu amanah Allah untuk manusia. Harta kekayaan negara adalah milik Allah, yang berarti milik hamba-Nya (manusia). Makanya kalau terdapat ungkapan ".....fi sabilillah dalam Al Qur'an" sama de ngan "fi sabilinnas" (manusia yang beresensi)


 2. Hukum rajampun relatif tidak akan pernah terjadi, sebab Negara konsekwen secara kaffah. Adalah tanggung jawab Negara untuk berdaya upaya agar tidak seorang perempuanpun yang tidak mempunyai suami kecuali memang perempuan tersebut tidak memiliki nafsu lagi. Hal ini perlu diupayakan dengan konsekwen untuk mencegah penzinaan. Hal ini perlu kita sampaikan walaupun belum lengkap, agar orang-orang diluar Islam mendapat informasi yang benar mengenai Islam murni, sebab banyak infor masi yang menakutkan, seolah-olah kalau berhasil Islam, terjadi potong tangan dan rajam, padahal da lam pemerintahan Rasulullah saww tidak ada orang yang kena potong tangan kecuali satu yaitu Zainab, demikian juga rajam.




 Billahi fi sabililhaq
 Muhammad Al Qubra
Stavanger - Norwegia



 
 
 
 
 
m  ----------



For God's sake!


Minggu, 29 Mei 2011

BERBICARA KEADILAN ADALAH BERBICARA TENTANG TUNTUTAN FITRAH MANUSIA

 
 


REFLEKSI HSNDWSP TERHADAP PERSEPSI RAHBAR MENYANGKUT KEADILAN SECARA KAFFAH DALAM SYSTEM YANG ISLAMI
(hsndwsp)
Acheh - Sumatra


Bismillaahirrahmaanirrahiim
Andaikata ada pertanyaan negara mana yang lebih adil sekarang secara keseluruhan, saya akan menjawab Republik Islam Iran. Tetapi terus terang saya belum tau persis apakah RII sudah berlaku adil terhadap rakyatnya?. Pertama sekali saya fokus pada keadilan ekonomi. Sebagaimana sama-sama kita ketahui bahwa secara Islami seluruh kekayaan Negara adalah milik rakyat bukan milik penguasa atau pejabat sebagaimana kita saksikan di kebanyakan negara-negara di Dunia sekarang, hanya dalam teory saja mereka mengakui milik rakyat. Kalau saya berkaca pada presiden Ahmadinejad saya yakin 100 persen bahwa RII sudah adil dalam hal ekonomi. Beliau pernah ditawarkan untuk pindah ke rumah yang mewah tetapi tetap menolak. Ini adalah pemimpin yang sudah teruji, sanggup meneladani Rasulullah saww. Namun demikian saya tidak tau persis bahwa tidak tertutup kemungkinan para pejabat lain bermegah-megah sementara masih banyak penduduk kampung yang merintih hidupnya. Maaf ini berkemungkinan, saya belum tau bagaimana kondisi ekonomi seluruh rakyat RII terutama sekali yang tinggal di kampung-kampung atau pedalaman.

Selanjutnya, walaupun keadilan ekonomi sangat utama bagi rakyat jelata, keadilan itu sesungguhnya sangat luas, termasuk keadilan pemimpin dan segenap perangkat Negara terhadap kaum Intelektual. Apabila Negara (baca seluruh personil yang terlibat didalamnya) hanya terbatas pada keadilan ekonomi saja tidak mencakup aspek lain secara keseluruhan, terutama sekali memberikan kesempatan yang adil terhadap para intelektual sejati, saya haqqul yakin seluruh komponen, aparat negara akan diminta pertanggung jawaban oleh Allah swt kelak. Dalam hal ini tolong sikapi secara arif dan bijaksana terhadap data yang saya sertakan berikut ini:

Kritik terhadap Syari’ati
Kritik yang cukup pedas dari Syari’ati kepada golongan ulama membuat para ulama menberikan reaksi balik. Muthahari, salah sorang ulama terkemuka, memandang Syari’ati telah memperalat Islam untuk tujuan-tujuan politis dan sosialnya. Lebih jauh Muthahari menilai, aktivisme politik protes Syari’ati menimbulkan tekanan politis yang sulit untuk dipikul oleh sebuah lembaga keagamaan seperti Hussainiyeh Ersyad dari rezim Syah.


Dan Memang, setelah Syari’ati banyak mengkritik lembaga ulama dan rezim, Hussainiyeh Ersyad akhirnya ditutup paksa oleh pasukan keamanan. Selain Muthahhari, masih banyak ulama sumber panutan (marja’ taqlid) seperti Ayâtullah Khû’i, Milani, Rûhani, dan Thabathâba’i yang juga turut mengecam suara-suara kritis Syari’ati. Bahkan mereka mengeluarkan fatwa yang melarang membeli, menjual, dan membaca tulisan-tulisan Syari’ati.


Setelah Syari’ati mengkritik ulama yang dinilainya sebagai akhund, Syari’ati lantas menyampaikan tipikal ulama ideal. Menurutnya, ulama ideal, secara sederhana, adalah ulama aktivis, yang menggalang massa untuk melakukan gerakan protes. Sehingga dalam hal ini, ia menjadikan ayahnya sendiri dan Ayâtullah Muhammad Baqir Sadr (dieksekusi pada bulan April 1980 oleh rezim Irak dibawah otoritas mendiang Saddam Husen) atau pemikir aktivis dari kalangan Sunni seperti al-Afghani sebagai idolanya. Khomaeni tentu saja cocok dengan kerangka Syari’ati mengenai ulama. Tetapi Syari’ati tidak pernah menyata kan perasaannya secara terbuka tentang Khomaeni. Informasi yang ada nampaknya memberikan indikasi bahwa Syari’ati mengakui Khomaeni sebagai pemimpin besar:
http://achehkarbala.blogspot.no/2011/05/almarhum-dr-ali-syariati-adalah-ahli.html


Pertanyaan saya apakah negara sekarang bersikap adil diantara Murthada Mutahhari dan Ali Syariati? Apa kah buku-buku Ali Syariati dipublikasikan secara bebas sekarang sebagaimana buku-buku Murthada Mutah hari? Apakah media-media milik negara mengekspos Ali Syariati sebagaimana Murthada Mutahhari? Kita tau persis bahwa yang dikritik Syariati bukan Ulama seperti Khomaini dan Sayyed Ali Khamenei tetapi "ulama" yang memfokuskan agamanya hanya pada dymensi ritual, sementara dymensi sosial dilupakan. Apakah Mur thada Mutahhari termasuk type yang terakhir ini hingga beliau marah kepada Ali Syariati? Dulu ketika sedang berlangsung revolusi di Iran, photo.photo DR Ali Syariati berjejer bersama photo-photo Imam Khomaini. Hal ini membuktikan Khomaini dan Syariati relatif sama dimata rakyat Iran. Pemuda-pemuda Iran berhutang budi kepada Syariati, hingga mereka yang terlanjur masuk perangkap Atheis berduyun-.duyun kembali ke Mono theis. Adakah pengaruh ideolog lain yang demikian bangga bagi bangsa Iran selain Imam Khomaini dan Sya hid Ali Syariati?
(hsndwsp di Ujung Dunia)




Keadilan Dalam Perspektif Rahbar
Sejak awal kehidupan manusia dan dimulainya sejarah, keadilan senantiasa menjadi harapan bagi umat manusia di seluruh dunia. Para cendikiawan dan pemikir berusaha keras melakukan langkah-langkah positif guna merealisasikan impian ini dengan mengemukakan pandangan mereka. Meski banyak pandangan seputar keadilan khususnya keadilan sosial dikemukakan para pemikir namun apakah kita berani mengklaim bahwa keadilan di dunia telah berhasil ditegakkan.

Apakah manusia yang berhasil mencapai kemajuan pesat di bidang sains, juga berhasil di bidang penegakkan keadilan? Sementara itu, jika kita saksikan sistem yang berkuasa di dunia saat ini, kita dapatkan bahwa dunia dipenuhi ketidakadilan. Di sisi lain, manusia tidak akan dapat melupakan keadilan, di mana pun dan kapan pun saja mereka senantiasa merindukan keadilan.

Republik Islam Iran sebagai negara berasaskan ajaran suci Islam serius mengaplikasikan keadilan dalam setiap kebijakan dan kehidupan rakyatnya. Oleh karena itu, negara ini gencar mengupayakan terealisasinya impian seluruh umat manusia tersebut. Salah satu upaya yang ditempuh Iran adalah menggelar berbagai seminar terkait keadilan. Pemikiran Strategis Kedua yang baru saja digelar di Iran dan dihadiri oleh Rahbar membuktikan keseriuan Tehran.

Seminar Pemikiran Strategis Kedua digelar Selasa (17/5) pagi dengan tema ‘keadilan' dengan dihadiri oleh Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei dan puluhan cendekiawan, intelektual, ulama dan pemikir dari hauzah ilmiah (pusat keilmuan Islam) dan kampus.

Seminar yang digelar selama 4 jam ini adalah seminar Pemikiran Strategis yang kedua. Di awal seminar, sepuluh cendekiawan memaparkan pandangan masing-masing dalam dua kategori pemikiran dan strategi menyangkut ‘dasar, ciri khas, dimensi dan kelaziman untuk keadilan.'

Seminar Strategis pertama digelar tahun lalu, tepatnya pada tanggal 1 Desember 2010 dengan tema Model Kemajuan Islami-Irani.

Ayatollah al-Udzma Khamenei dalam seminar ini menekankan kelaziman bertukar pandangan antara para pemikir dan kalangan intelektual untuk mencapai pandangan yang benar tentang keadilan menurut ajaran Islam yang murni seraya mengapresiasi langkah-langkah yang sudah dilaksanakan dalam tiga dekade terakhir untuk mewujudkan keadilan sosial dan menyebutnya cukup baik. Meski demikian, beliau mengatakan, kondisi saat ini sangat tidak memuaskan. Sebab, pemerintahan Islam menginginkan tegaknya keadilan secara maksimal, dan tegaknya keadilan berarti nilai luhur yang absolut dan universal.

Rahbar menyebut materi yang dipaparkan pada pertemuan ini sebagai materi-materi yang berbobot dan bermanfaat. Rahbar menandaskan,"Pertemuan hari ini tak lebih dari jalan pembuka. Diharapkan, pembahasan tentang keadilan bisa menjadi materi pembahasan para tokoh cendekiawan dan pemikir dengan memanfaatkan potensi besar yang ada di sini."

Seraya membawakan argumentasi dari ayat al-Qur'an, Pemimpin Besar Revolusi Islam menyebut keadilan sebagai tujuan utama yang ingin diwujudkan oleh agama. "Selain menerangkan tentang keadilan, para nabi juga berjuang untuk menegakkannya dengan bangkit melawan para thaghut dan kaum durjana. Dalam pergumulan antara zalim dan madzlum, para nabi selalu berada di front kaum tertindas. Akan tetapi para teoretis hanya bisa berbicara tentang prinsip keadilan di lisan," imbuh beliau.

Ayatollah al-Udzma Khamenei menjelaskan bahwa seluruh agama Ilahi meyakini bahwa akhir dari sejarah manusia adalah periode tegaknya keadilan. Beliau menambahkan, dalam memandang asal penciptaan dan manusia yang bergerak di jalur sejarah, agama-agama Ilahi selalu menekankan soal unsur keadilan, dan ini sangat istimewa.

Berdasarkan pandangan agama inilah, kata beliau lagi, dalam perjalanan revolusi Islam, masalah keadilan sejak awal menempati posisi yang istimewa. Dalam slogan-slogan rakyat, konstitusi, kata-kata dan pemikiran Imam Khomeini (ra) juga di berbagai periode 32 tahun berdirinya Republik Islam, keadilan adalah nilai luhur yang absolut.

Pemimpin Besar Revolusi Islam menilai keadilan sebagai masalah penting bagi pemerintahan Islam. Menyinggung banyak hal yang sudah dilakukan dan dalam skala luas pasca kemenangan revolusi Islam untuk mewujudkan keadilan sosial, beliau menegaskan, "Semua pekerjaan yang baik ini belum memuaskan. Sebab, sesuai ajaran Islam kita dituntut untuk menegakkan keadilan sosial secara sempurna dan menghapus segala bentuk kezaliman. Karena itu kita harus terus bekerja keras, penuh kesungguhan dan secara penuh untuk mengurangi kesenjangan luas yang ada dan menegakkan keadilan."

Beliau menambahkan, untuk mengurangi kesenjangan dan menegakkan keadilan sosial dalam bentuknya yang maksimal, kita harus menemukan cara dan jalan yang tepat dan untuk itu diperlukan proses tukar pemikiran di antara para cendekiawan dan pemikir.

Rahbar menjelaskan perbedaan mendalam antara pandangan Islam dan pandangan ideologi-ideologi ciptaan manusia tentang keadilan. Beliau mengatakan, keadilan dalam Islam memancar dari kebenaran. Keadilan adalah tugas Ilahiyah sementara ideologi ciptaan manusia tidak memiliki persepsi seperti ini.

Menurut beliau untuk dapat mengupas dan memahami dengan benar pandangan Islam soal keadilan diperlukan langkah serius dan menjauhi pemanfaatan sumber-sumber serta ideologi Barat. Namun demikian di tataran praktis, Rahbar membolehkan umat Islam untuk meneladani keberhasilan orang lain. Karena menurut Rahbar di bidang teoritis kita dilarang untuk mengadopsi pandangan non Islam. Tapi kita harus berusaha mengupas sari ajaran suci Islam terkait keadilan.

Langkah-langkah seperti menggabungkan berbagai teori cendikiawan dan ulama untuk membentuk teori. Beliau dalam hal ini menekankan untuk merujuk pada ajaran murni Islam untuk memahami konsep keadilan secara utuh. Menurut Rahbar di Islam banyak ditemukan sumber untuk menjadi rujukan dalam memahami konsep keadilan seperti al-Qur'an, Nahjul Balaghah, kitab-kitab fiqih dan teologi.

Penekanan Rahbar untuk merujuk langsung ke sumber ajaran murni Islam guna memahami secara benar konsep keadilan dikarenakan teori-teori keadilan yang dimunculkan Barat murni dihasilkan pemikiran manusia. Dalam teori Barat keadilan lebih mengacu pada pemahaman kontrak sosial.

Di kesempatan tersebut, Rahbar meminta kalangan akademis lebih giat mengadakan riset di bidang keadilan. Beliau menilai di tataran teoritis meningkatnya teori-teori keislaman terkait keadilan sebagai solusi untuk sampai pada teori keadilan Islam. Rahbar meminta pusat-pusat keilmuan seperti universitas dan hauzah ilmiah untuk menggalakkan riset soal keadilan.

Dalam pertemuan itu beberapa ulama, cendekiawan dan pemikir menyampaikan pandangan masing-masing tentang keadilan. Pertemuan diakhiri dengan shalat Dhuhur dan Ashar berjemaah yang dipimpin Ayatollah al-Udzma Khamenei.





JUSTICE IS TALKING ABOUT THE CLAIM BERCICARA human nature


Bismillaahirrahmaanirrahiim


HSNDWSP REFLECTIONS ON THE PERCEPTION OF JUSTICE REGARDING RAHBAR KAFFAH IN THE ISLAMIC SYSTEM
(Hsndwsp)
Aceh - Sumatra




If there are questions which country a more just now as a whole, I would say the Islamic Republic of Iran. But frankly I do not know exactly whether RII is to be fair to the people?. First of all I focus on economic justice. As we both know that the Islamic State of all wealth belongs to the people does not belong to the ruler or official, as we see in most countries in the world right now, just in Theory they recognize belongs to the people. If I look in the mirror on the president I am sure 100 percent that the RII is fair in terms of economics. He never offered to move into a luxurious home but still refused. It is a proven leader, able to emulate the Prophet saww. However, I do not know exactly that there is a possibility of other officials boast as many villagers who moan his life. Sorry it is likely, I do not know how the economic conditions of all the people RII primarily those living in the villages or the countryside.

Furthermore, although very major economic justice for the common people, justice is indeed very broad, including justice and all the State leaders of the Intellectual. If a State (read all personnel involved in it) is only limited to economic justice alone does not cover other aspects as a whole, particularly to give a fair chance against the true intellectual, I haqqul sure all components, state officials will be held accountable by God Almighty answers later . In this case please sikapi a wise and prudent to the data that I include the following:

Critics of Shari'ati
A fairly scathing critique of the class of scholars Shari'ati make the scholars also write your backlash. Muthahari, one of the leading scholars alone, looking Shari'ati already manipulate Islam for political purposes and social implications. Furthermore Muthahari rate, political activism protest Shari'ati generate political pressure is difficult to bear by a religious institution like Hussainiyeh Ersyad of the shah's regime.

And indeed, after Shari'ati many scholars criticize institutions and regimes, Hussainiyeh Ersyad finally forcibly closed by the security forces. Besides Motahhari, many scholars sources patrons (Marja 'taqlid) such as Ayatollah Khû'i, Milani, spiritual, and Tabataba'i which also condemned the critical voices Shari'ati. They even issued a fatwa that forbids buying, selling, and reading the writings Shari'ati.

After Shari'ati criticize scholars who judged as Akhund, Shariati then deliver a typical religious ideal. According to him, religious ideal, simply, is a scholar activist, who mobilize the masses to do the protest movement. So in this case, he makes his own father and Ayatollah Mohammed Baqir Sadr (executed by the government of the Islamic Republic of Iran in 1979) or activists of Sunni thinkers such as al-Afghani as his idol. Khomaeni certainly fit the framework Shari'ati about the clergy. But Shari'ati never expressed his feelings openly about Khomaeni. The information provided does not appear to indicate that Shari'ati recognize Khomaeni as a great leader:
http://achehkarbala.blogspot.com/2011/05/almarhum-dr-ali-syariati-adalah-ahli.html

My question was whether the state is now to be fair among Murthada Mutahhari and Ali Shari'ati? What if Ali Shari'ati books published freely now as the books Murthada Mutah day? What is the state-owned media to expose Ali Shari'ati as Murthada Mutahhari? We know exactly that that was criticized Shari'ati not a cleric like Khomaini and Seyyed Ali Khamenei but "cleric" who focused only on dymensi religious rituals, while social dymensi forgotten. Is Myrrh thada Mutahhari including this latter type until he was angry with Ali Shari'ati? In the past when the ongoing revolution in Iran, Dr. Ali Shari'ati photo.photo lined with photo-photo Imam Khomaini. This proves Khomaini and Shari'ati relatively equal in the eyes of the people of Iran. Iranian youths indebted to Shari'ati, until they are already in a trap Atheism flock back to the Mono-.duyun Theis. Is there any influence of other ideologues who so proudly for the Iranian people other than Imam Ali Khomaini and Sha hid Shari'ati?
(Hsndwsp at the End of the World)


Justice In Perspective Rahbar
Since the beginning of human life and the beginning of history, justice has always been the hope for mankind in the world. Its scholars and thinkers trying hard to do positive steps to realize this dream by making their views. Although a lot of views about social justice, especially justice stated thinkers but if we dare to claim that justice in the world have been successfully enforced.

Do people who managed to achieve rapid progress in science, was also successful in the field of rule of justice? In the meantime, if we see the ruling system in the world today, we find that the world is filled with injustice. On the other hand, humans are not going to forget about justice, wherever and whenever they always yearn for justice.

Islamic Republic of Iran as a country is based on applying the teachings of Islam's holy justice seriously in any policy and the lives of its people. Therefore, the country is aggressively seeking the realization of the dreams of all mankind. One of the efforts taken by Iran is to hold various seminars related to justice. Strategic Thinking Both had just held in Iran and attended by Rahbar prove keseriuan Tehran.

Second Strategic Thinking Seminar held on Tuesday (17 / 5) morning with the theme of 'justice' to be attended by Rahbar or Great Leader of Islamic Revolution Ayatollah al-Sayyid Ali Khamenei Udzma and dozens of scholars, intellectuals, scholars and thinkers from the scientific hauzah (the center of Islamic scholarship) and campus.

The seminar was held for 4 hours this is the second seminar of Strategic Thinking. At the beginning of the seminar, ten scholars presented their respective views in the two categories of thought and strategies related to 'basic characteristics, dimensions and the predominance for justice. "

The first Strategic Seminar held last year, precisely on December 1, 2010 with the theme of Islamic Advancement Model-Irani.

Ayatollah al-Udzma Khamenei emphasized the predominance of this seminar to exchange views between the thinkers and intellectuals to achieve the right view about justice according to the pure Islamic teachings while appreciating the steps that have been implemented in the past three decades to realize social justice and call it good enough . Still, he said, the current condition is not satisfactory. Therefore, the Islamic government wants justice to the maximum, and the noble values ​​of justice means that the absolute and universal.

Rahbar said the material presented at this meeting as a weighted materials and useful. Rahbar pointed out, "Today's meeting is nothing more than road opener. Hopefully, the discussion of justice can become the material of the discussions with prominent scholars and thinkers exploit the great potential here."

As she brought the argument of verses of the Koran, the Islamic Revolution Leader calls for justice as a primary goal to be established by religion. "In addition to explaining about justice, the prophets are also struggling to enforce it with rose up against the Evil and the wicked. In the struggle between despotic and madzlum, the prophets always in front of the oppressed. But the theory can only speak about principles of justice in oral, "he added.

Ayatollah al-Udzma Khamenei explained that all divine religions believe that the end of human history is the period justice. He added, in view of creation and human origin which moves in the path of history, divine religions are always stressed about the element of justice, and this is very special.

Based on these religious views, he said again, in the course of the Islamic revolution, the issue of justice since the beginning of a privileged position. The slogans of the people, the constitution, the words and thoughts of Imam Khomeini (ra) also at various periods of 32 years of the founding of the Islamic Republic, justice is the absolute supreme value.

Great Leader of Islamic Revolution assess the justice as an important issue for the Islamic government. Alluding to the many things that have been done and on a wide scale after the victory of Islamic revolution to achieve social justice, he asserted, "All good work is not satisfactory. For, according to the teachings of Islam we are required to establish a perfect social justice and eliminate all forms of tyranny. Therefore, we must continue to work hard, and in full earnest to reduce the wide gaps that exist and uphold justice. "

He added, to reduce inequalities and social justice at its maximum, we must find appropriate ways and roads and to the necessary process of exchange of thought among the scholars and thinkers.

Rahbar explain the profound differences between the views of Islamic ideologies and views about the justice of human creation. He said that justice in Islam emanating from the truth. Justice is a divine duty while the ideology created by men did not have such a perception.

According to him to be able to peel and correctly understand the Islamic view about the justice required a serious step and stay away from the utilization of resources and Western ideology. However, at the practical level, Rahbar allow Muslims to emulate the success of others. Because according to our theoretical Rahbar in the field is prohibited to adopt non-Islamic views. But we must try to peel extract relevant teachings of Islam's holy justice.

Measures such as incorporating a variety of theories scholars and clerics to form a theory. He emphasizes in this regard to refer to the pure teachings of Islam to understand the concept of justice as a whole. According to Rahbar in Islam is found to be a reference source in understanding the concepts of justice such as the Koran, Nahjul Balaghah, the books of jurisprudence and theology.

Emphasis Rahbar to refer directly to the source of true teaching of Islam in order to understand the true concept of justice due to the theories of justice that the West raised the resulting pure human thought. In Western theory of justice is based on understanding the social contract.

On occasion, Rahbar request more enterprising academics researching in the field of justice. He was judge at the theoretical level rising Islamic theories related to justice as a solution to arrive at a theory of Islamic justice. Rahbar asked scientific centers such as universities and scientific hauzah to promote research about justice.

During the meeting several clerics, scholars and thinkers to submit their respective views about justice. The meeting ended with prayer and Asr berjemaah Dhuhr led by Ayatollah al-Udzma Khamenei.
http://www.livestation.com/en/press-tv
http://www.livestation.com/en/press-tv

 
 
 

Sabtu, 28 Mei 2011

SEJAK ZAMAN HABIL SAMPAI ZAMAN KITA SEKARANG INI KEBENARAN SENANTIASA DIBENCI OLEH KEBANYAKAN MANUSIA DAN DIKALAHKAN DIMANA-MANA HAMPIR DI SELURUH DUNIA ILLA ZAMAN IMAM MAHDI AS


KETIKA MEMBACA TULISAN KEBANYAKAN PEMIKIR TERASA 
BIASA-BIASA SAJA 
TIDAK ADA PEROROBAHAN PADA DIRI SAYA
TETAPI SAYA MERASAKAN DAN MENEMUKAN KEANEHAN - KEANEHAN YANG LUAR BIASA NAMUN QUR-ANI DAN LOGIS SAAT MEMBACA
 LITERATUR - LITERATUR DR ALI SYARI'ATI
(hsndwsp)
Acheh - Sumatra





Bismillaahirrahmaanirrahiim
Hizbullah yang dipimpin Sayed Hassan Nasrullah tidak untuk menyerang pihak manapun kecuali untuk membela diri dan kawasannya dari serangan pihak manapun. Realitanya yang sering menyerang Libanon dan bahkan hendak memperlakukan Libanon seperti Palestina adalah Zionis. Justeru itu zionislah yang terkena sasaran Hizbullah dimana zionis terpaksa meninggalkan Libanon akibat perang 33 hari dengan Hizbullah. Realitanya setelah Hizbullah mampu meluluh lantakkan zionis, tidak mengejar zionis sampai ke Israel. Ini membuktikan Hizbullah sama keyakinannya seperti militer RII, hanya untuk mempertahankan diri. Namun demikian kenapa ada pihak yang menuduh Hizbullah sebagai teroris?

Kalau kita hendak melihat persoalan ini secara pasti, lihatlah dalam sejarah kemanusiaan sejak dari Habil dan Qabil, dimana dua kubu manusia senantiasa bertikai dipermukaan planet Bumi ini. Sampai kapan? Sampai munculnya kembali "Imam zaman", Muhammad Mahdi al Muntazhar bersama Nabi 'Isa bin Maryam. Manusia "qabil" senantiasa tidak jujur, berbuat curang, aroigan dan senantiasa menuduh pihak lain yang tidak benar, padahal sesungguhnya merekalah yang tidak benar namun mereka tidak pernah sadar. 

Selanjutnya lihatlah Imam Ali bin Abi Thalib sebagai Imam pertama, perpanjangan keimamahan Rasulullah saww. Mulai sejak pertama kemunculannya tidak disenangi oleh kebanyakan manusia. Secara demokrasi dapat melenceng kebenaran menjadi kesalahan. Justeru itu untuk mencari kenenaran yang pasti tidak boleh dinilai dengan "kaca mata" orang ramai tetapi harus dengan "kaca mata" Allah dan Rasulnya atau "kaca mata" para Imam yang diutus paska kenabian. Ketika Nabi suci, Muhammad saww diperintahkan Allah pertama sekali untuk menyampaikan risalahnya, Rasul dan calon Imam membuat kenduri daging kambing sebagai sarana dakwahnya. Setelah mereka yang diundang menghabiskan makanannya, Rasulullah saww menanyakan kepada khalayak ramnai siapa yang mau membantu dalam penyampain risalahnya. Kala itu tidak seorangpun yang menjawab seruan Nabi kecuali Imam Ali kecil walaupun Rasulullah telah mengulangi sampai 3 kiali, tetap saja Imam Ali yang menyambutnya: "Saya ya Rasulullah yang akan membantumu". Ironisnya kebanyakan partisipan undangan mencemoohan Imam Ali dan menyindir kepada Abu Thalib bahwa beliau harus patuh kepada anaknya. (menurut kaca mata orang ramai, Imam Ali tidak benar)

Apabila kita pelajari sejarah Imam Ali, kita akan menemukan bahwa sepanjang sejarah hidupnya tidak disenangi oleh kebanyakan orang, mulai hari pertama dakwah Rasulullah sampai akhir hayatnya yang syahid melalui pedang Burak bin Muljam saat Imam melakukan shalat subueh di mesjid Kofah, Irak sekarang. Ketika Rasulullah disaksikan orang ramai mengutamakan Imam, orang ramai menuduh Rasulullah berpihak kepada Imam disebabkan anak sepupunya. Hal inilah yang membuat Rasulullah lama tidak mengumumkan kepada khalayak ramai bahwa Imam Ali beliau angkat sebagai penerus keimamahannya, khawatir dicemoohi para "sahabatnya". Akhirnya Allah menegurnya di hari Ghadirkhum bahwa apa bila Nabi Muhammad tidak mengumumkan ke khalayak ramai bahwa Imam Ali as sebagai penggantinya sama dengan Nabi belum menyampaikan risalahnya.

Saat itu juga paska "Haji Wada'", Rasulullah mengumumkan pengangkatan Imam Ali sebagi penerus keima mahannya. Begitu Rasulullah mengangkat tangan Imam Ali dihari yang demikian terik, hujanpun segera turun dan ayat terakhir "alyauma akmaltu lakum" pun diturunkan Allah sebagai pengakuan Nya kesempurnaan risa lah Nabi suci.
Semua yang hadir, realitanya tidak ada yang membantah pengangkatan Imam Ali tetapi secara hypocrite ba nyak yang tidak setuju. Bayangkan bagaimana persoalan keimamahan Nabi suci sampai hari ini dibantah oleh kebanyakan orang yang mengaku beragama Muhammad saww. Para hypocrite itu membuat rapat gelap pas ka "Ghadirkhum" di "Baitun Nas".

Suatu hari Rasulullah saww berpatroli ke medan tempur, meninggalkan Imam Ali sebagai gantinya di Madi nah. Para "sahabat" kebanyakan memfitnah Rasulullah: "Ali! Rasulullah tidak senang kepada kamu, makanya dia pergi dan meninggalkan kamu disini". Disebabkan terlalu banyak "sahabat" yang berfitnah, Imam menyusul Rasulullah dengan kuda putihnya. Saat Rasulullah melihat Imam Ali, beliau berkata:".........Tidak senangkah kamu Ali bahwa hubungan kita seperti hubungan Musa dan Harun, ketika Musa pergi harun tinggal di tempat sebagai ganti?" Imam menjawab: "Senang ya Rasulullah tetapi terlalu banyak mereka yang mencomoohanku". Lalu rasulullah berkata:"Ali! tidak ada oarng yang senang kepadamu kecuali mu'min dan tidak ada orang yang membencimu kecuali kafir". 

Kali pertama Nabi suci memfungsikan Imam Ali sebagai gantinya adalah saat beliau hijrah ke Madinah dimana Imam Ali dimintakan Rasulullah supaya tidur di katilnya. Orang Quraish mengira Nabi suci masih tidur hingga tidak diganggu. Saat mereka sudah penat menunggu dan mataharipun sudah naik di ufuk Timur, mereka mene robos pintu rumah Rasulullah dan menyaksikan hanya Imam Ali yang tidur di ranjang. Mereka membangukan secara paksa dan menanyakan dimana Rasulullah berada. Imam mengatakan tidak tau menahu, :"Bukankah kalian yang menjaganya?" Mereka hampir saja membunuh Imam tetapi Imam memberitahukan kepada sahabatnya paska kematian Usman bahwa beliau tidak takut sedikitpun saat itu. Hal ini terkenal dalam sejarah saat orang ramai menanyakan kelebihannya. Imam menjawab diantaranya: "Ketika ibunda Nabi Isa melahir kannya, Allah mengeluarkan dari Mesjid tetapi ketika Ibu melahirkan saya, Allah memasukkan ibu ke dalam Mesjid (Ka'bah). Ketika Nabi Musa membunuh orang Kubti, beliau merasa takut sekali tetapi ketika saya dipaksakan kaum Quraish untuk memberitahukan dimana Rasulullah dan mengancam untuk membunuhku, aku tidak takut sedikitpun.
http://achehkarbala.blogspot.com/2011/05/diantara-sekian-banyak-kelebihan-imam. html

Di zaman kita juga terdapat seorang ahli pikir dari RII yang mampu meluluh lantakkan asumsi Barat yang sangat dikagumi penduduk Dunia sebelumnya. Siapa lagi kalau bukan Ali Syari'ati, rausyan fikr yang belum ada duanya sampai hari ini. Ironisnya beliau tidak disukai sebahagian orang yang mengaku seiman dan seagama dengan beliau:  http://achehkarbala.blogspot.com/2011/05/almarhum-dr-ali-syariati-adalah-ahli.html.  Saya pribadi saat membaca buku-buku tulisan orang lain terasa hampa saja tidak ada perubahan pada diri saya tetapi saya merasakan dan menemukan berbagai keanehan yang luar biasa tetapi Qur-ani dan logis ketika membaca tulisan-tulisan DR Ali Syari'ati. Kalau anda belum membacanya silakan telusuri buku - buku berikut ini: 

Ummah dan Imamah, Fatimah is Fatimah, Fatimah Citra Muslimah Sejati, HAJI, Abu Dzar Ghifari, Ideologi Imam Hussein,Tugas Cendikiawan Muslim, Peranan Cende kiawan Muslim , Syahadat Bangkit Bersaks, Rasulullah: Sejak Hijrah Hingga Wafat, Humanisme Antara Islam dan Barat, Islam Agama Protes, Agama Versus Agama, Ideologi Kaum Intelektual, Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, Kritik Islam Atas Mar xisme dan Sesat Pikir Lainnya, Membangun Masa Depan Ummah, Harapan Wanita Masa Kini, Syahadah, Wasiat Atau Musyawarah, Panji Syahadah, Wajah Muhammad,  Wanita di Mata dan Hati Rasulullah, Tugas Cendikiawan Muslim, Tentang Sosiologi Islam dan Pemimpin Mustadha'afin.

Billahi fi sabililhaq

hsndwsp
di Ujung Dunia





. DON'T SAY "YES" WHEN YOU WANT TO SAY "NO"




Dulu ketika berlangsung pemilihan khalifah ke 3, kandidatnya adalah 1. Imam Ali bin Abi Thalib,2. Abdurrahman bin Awwuf, 3. Usman bin Affan, 4. Zuber bin Awwam, 5. Talhah bin Ubaidillah dan 6. Saat bin Abi Waqas. 

Zubair memiih Imam Ali. Thalhah memilih Utsman. Sa’d memilih Abdur Rahman. Abdur Rahman mengundur kan diri dari calon untuk dapat menentukan Imam Ali atau Usman. Secara singkat saja, Abdur rahmnan me manggil Imam Ali maju ke depan dan menanyakan: "Maukah anda memimpin Negara berdasarkan Kitabullah, Hadist Nabi serta meneladani kedua khalifah terdahulu? "Tidak", kata Imam Ali. "Saya akan pim pin negara ini berdasarkan Kitabullah, Hadist Nabi serta Ijtihatku sendiri".

Kemudian Abdurrahman memanggil Usman maju ke depan: "Maukah anda memimpin Negara berdasarkan Kitabullah, Hadist Nabi serta meneladani kedua khalifah yang terdahulu? "Ya" kata Usman singkat. Lalu Us man dikukuhkan sebagai khalifah ke 3.

Usman seharusnya mengatakan "no". Realitanya dia hanya menyengkan sanak saudaranya macam Irwandi Yusuf dan Nazar dapat melancong keluar negeri dengan uang Rakyat serta fasilitas lainnya yang gemerlap, se mentara Rakyat termasuk ex tentara yang dijanjikan oleh Muzakkir Manaf untuk menyenangkannya, hidup menderita paska MoU Helsinki. 

Akibatnya Usman dilengserkan oleh rakyat, pimpinan Muhammad bin Abu Bakar.
Imam Ali dengan tegas menyatakan "no" tetapi saat memimpin paska terbunuhnya Usman oleh pengikut Muhammad (anak Abu Bakar sendiri), ternyata "yes".

Justeru itu, saya akan katakan kepada Dr Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf: 
"Don't say "yes" when you wan't to say "no" (hsndwsp, Acheh - Sumatra)
http://www.youtube.com/watch?v=j3ParUemvKY&feature=related

lhttp://www.youtube.com/watch?v=j3ParUemvKY&feature=relatedhttp://achehkarbala.blogspot.com/2011/05/almarhum-dr-ali-syariati-adalah-ahli.html










NABI 'ISA BIN MARYAM AS TIDAK MEMILIKI AYAH SEBAGAI BUKTI KEKUASAAN ALLAH BAGI ORANG YANG MAU BERPIKIR

Bismillaahirrahmaanirrahiim


Kelahiran Nabi Isa bin Maryam as


Kalau Nabi Adam dan Hawa bisa exist tanpa Ibu dan Ayah
Kenapa Nabi 'Isa tanpa ayah saja bisa terkecoh
Sekian milyar Manusia hingga menganggapnya
sebagai Tuhan?
(hsndwsp)
Acheh - Sumatra



Matahari tampak akan tenggelam, angin pun bertiup sepoi-sepoi di sekitar pepohonan. Harum semerbak mulai memenuhi mihrab Maryam. Bau itu menembus jendela mihrab dan mengepakkan sayapnya di sekeliling gadis perawan yang khusuk dalam salat tanpa seorang pun mendengar suaranya. Maryam merasa bahwa udara dipenuhi dengan bau harum yang mengagumkan. Ia kembali melakukan salatnya dengan khusuk dan mengungkapkan syukur kepada Allah SWT.

Seekor burung hinggap di jendela mihrab. Ia mengangkat paruhnya ke atas dan mengarahkan ke matahari serta mengepakkan kedua sayapnya lalu ia terjun ke air dan mandi di dalamnya. Kemudian ia terbang ringan di sekitamya. Maryam ingat bahwa beliau lupa untuk menyirami pohon mawar yang tumbuh secara tiba-tiba di tengah dua batu yang tumbuh di luar mesjid. Maryam menyelesaikan salatnya lalu ia keluar dari mihrab dan menuju pohon. Belum selesai beliau siap-siap untuk keluar sehingga para malaikat memanggilnya: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu).” (QS. Ali ‘Imran: 42)

Maryam berhenti dan tampak wajahnya yang pucat dan semakin bertambah. Mihrab itu dipenuhi dengan kalimat-kalimat para malaikat yang memancarkan cahaya. Maryam merasa bahwa pada hari-hari terakhir terdapat perubahan pada suasana rohaninya dan fisiknya. Di tempat itu tidak terdapat cermin sehingga ia tidak dapat melihat perubahan itu. Tetapi ia merasa bahwa darah, kekuatan dan masa mudanya mulai meninggalkan tempatnya dan digantikan dengan kesucian dan kekuatan yang lebih banyak. Beliau menyadari bahwa ia sedang gugup. Beliau merasakan kelemahan manusiawi dan adanya kekuatan yang luar biasa. Setiap kali tubuhnya merasakan kelemahan, maka bertambahlah kekuatan dalam ruhnya. Perasaan yang demikian ini justru membangkitkan kerendahan hatinya. Maryam mengetahui bahwa ia akan memikul tanggung jawab besar.

“Dan (ingatlah) ketika malaikat (Jibril) berkata: ‘Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yong semasa dengan kamu).” (QS. Ali ‘Imran: 42)

Dengan kalimat-kalimat yang sederhana ini Maryam memahami bahwa Allah SWT telah memilihnya dan menyucikannya dan menjadikannya penghulu para wanita dunia. Beliau adalah wanita terbesar di dunia. Para malaikat kembali berkata kepada Maryam: “Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama orang-orang yang ruku.” (QS. Ali ‘Imran: 43)

Perintah tersebut ditetapkan setelah adanya berita gembira agar beliau meningkatkan kekhusukannya, sujudnya, dan rukuknya kepada Allah SWT. Maryam lupa terhadap pohon mawar dan beliau kembali salat. Maryam merasakan bahwa sesuatu yang besar akan akan terjadi padanya. Beliau merasakan hal itu sejak beberapa hari, tetapi perasaan itu semakin menguat saat ini.

Matahari meninggalkan tempat tidurnya sementara malam telah bangkit sedangkan bulan duduk di atas singgasananya di langit dan di sekelilingnya terdapat awan-awan yang indah dan putih. Kemudian datanglah pertengahan malam dan Maryam masih sibuk dalam salatnya. Beliau menyelesaikan salatnya dan teringat pohon mawar itu lalu beliau membawa air di suatu bejana dan pergi untuk menyiramnya.

Pohon mawar itu tumbuh di antara dua batu di tempat yang tidak jauh dari mesjid yang hanya ditempuh beberapa langkah darinya. Tempat itu jauh dari jangkauan manusia sehingga tak seorang pun mendekatinya. Tempat itu sudah dijadikan tempat yang khusus bagi Maryam untuk melakukan salat di dalamnya atau beribadah. Maryam mendekati pohon mawar itu dan menyiramnya. lalu beliau meletakkan bejana, kemudian ia memikirkan pohon mawar itu di mana tangkainya semakin panjang pada dua malam yang dilaluinya.

Tiba-tiba, Maryam mendengar suara derap kaki yang mengguncang bumi. Beliau tidak mendengar suara kaki yang berjalan, tetapi beliau mendengar suara kaki yang menetap di atas batu serta pasir. Maryam merasakan ketakutan. Ia merasakan bahwa ia tidak sendirian. Ia menoleh ke sebelahnya namun ia tidak mendapati sesuatu pun. Kemudian kedua matanya mulai berputar-putar dan memperhatikan suatu cahaya yang berdiri di sana. Maryam gemetar ketakutan dan menundukkan kepalanya. Maryam berkata dalam dirinya, siapa gerangan orang yang berdiri di sana. Maryam memandang kepada wajah orang asing itu, dan menyebabkan ia gelisah. Wajah orang itu sangat aneh, di mana dahinya bercahaya lebih daripada cahaya bulan. Meskipun kedua matanya memancarkan kemuliaan dan kebesaran tetapi wajah orang itu justru menggambarkan kerendahan hati yang mengagumkan.

Pandangan pertama yang dilihat oleh Maryam kepada orang itu mengisyaratkan, bahwa orang itu memiliki kemuliaan yang diperoleh orang yang menyembah Allah SWT selama julaan tahun. Maryam bertanya kepada dirinya, siapa gerangan orang ini? Kemudian seakan-akan orang asing itu membaca pikiran Maryam dan berkata: “Salam kepadamu wahai Maryam.” Maryam dibuat terkejut mendengar adanya suara manusia di depannya. Maryam berkata sebelum menjawab salamnya: “Sesungguhnya aku berlindung daripadamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa.” (QS. Maryam: 18)

Maryam berlindung di bawah lindungan Allah SWT dan ia bertanya kepadanya, “Apakah engkau manusia yang mengenal Allah SWT dan bertakwa kepadanya?” Kemudian orang itu tersenyum dan berkata: “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.” (QS. Maryam: 19)

Orang asing itu belum selesai menyampaikan kalimatnya sehingga tempat itu dipenuhi cahaya yang menakjubkan yang tidak menyerupai cahaya matahari, cahaya bulan, cahaya lampu, cahaya lilin bahkan cahaya api. Di sana terdapat cahaya yang sangat jernih. Kemudian terngianglah di kepala Maryam kalimat: “Aku adalah seorang utusan Tuhanmu.” Kalau begitu, dia adalah penghulu para malaikat, Ruhul Amin (Jibril) yang telah berubah wujud menjadi manusia.

Maryam mengangkat kepalanya dengan gemetar menahan luapan cinta. Jibril berdiri di depannya dalam bentuk manusia. Maryam memperhatikan kejernihan dahinya dan kesucian wajahnya. Benar apa yang diduganya bahwa Jibril memiliki kemuliaan yang diperoleh orang yang menyembah Allah SWT selama jutaan tahun. Kemudian Maryam mengingat kembali kalimat-kalimat yang diucapkan Jibril. Malaikat itu telah mengatakan bahwa ia adalah utusan Tuhannya, dan ia telah datang untuk memberi Maryam seorang anak laki-laki yang suci. Maryam ingat bahwa dirinya adalah seorang perawan yang belum tersentuh oleh seorang pun. Ia belum menikah dan belum dilamar oleh seseorang pun, maka bagaimana ia melahirkan anak tanpa melalui pernikahan. Pikiran-pikiran ini berputar-berputar di kepala Maryam lalu ia berkata kepada Jibril: “Maryam berkata: Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorangpezina!” (QS. Maryam: 20)

Jibril berkata: “Demikianlah Tuhanmu berfirman: ‘Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputushan.“‘ (QS. Maryam: 21)

Maryam menerima kalimat-kalimat Jibril. Tidakkah Jibril berkata kepadanya bahwa ini adalah perintah Allah SWT dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya pasti akan terlaksana. Kemudian, mengapa ia harus (ketika) melahirkan tanpa disentuh oleh seorang manusia pun. Bukankah Allah SWT mendapatakan Nabi Adam tanpa seorang ayah dan seorang ibu? Sebelum diciptakannya Nabi Adam tidak ada pria dan wanita. Hawa diciptakan dari Nabi Adam dan ia pun diciptakan dari laki-laki, tanpa perempuan.

Biasanya manusia diciptakan melalui pasangan laki-laki dan perempuan; biasanya ia memiliki ayah dan ibu, tetapi mukjizat terjadi ketika Allah SWT menginginkannya untuk terjadi. Kemudian Jibril meneruskan pembicaraannya: “Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran searangputra yang didptakan) dengan kalimat (yang datang) dari-Nya, namanya al-Masih Isa putra Maryam, seorang yang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa, dan dia termasuk di antara orang-orang yang saleh.” (QS. Ali ‘Imran: 45-46)

Keheranan Maryam semakian bertambah. Betapa tidak, sebelum mengandung anak itu di perutnya ia telah mengetahui namanya. Bahkan ia mengetahui bahwa anaknya itu akan berbicara dengan manusia saat ia masih kecil. Sebelum Maryam menggerakan lisannya untuk melontarkan pertanyaan lain, Jibril mengangkat tangannya dan mengerahkan udara ke arah Maryam. Kemudian datanglah hembusan udara yang bercahaya yang belum pernah dilihat sebelumnya oleh Maryam. Lalu cahaya tersebut ke jasad Maryam dan memenuhinya. Tak sempat Maryam melontarkan pertanyaan yang lain, Jibril yang suci telah pergi tanpa meninggalkan suara.

Udara yang dingin telah bergerak dan Maryam pun tampak menggigil. Maryam segera kembali ke mihrabnya. Ia menutup pintu mihrab dan ia tenggelam dalam salat yang khusuk dan ia pun menangis. Maryam merasakan kegembiraan, kebingungan dan kegoncangan serta kedamaian yang dalam. Kini, Maryam tidak lagi sendirian. Sejak Jibril meninggalkannya, ia merasakan bahwa ia tidak lagi sendirian. Ia menggerakkan tangannya yang dipenuhi dengan cahaya, kemudian cahaya ini berubah di dalam perutnya menjadi anak, seorang anak yang akan menjadi kalimat Allah SWT dan ruh-Nya yang diletakkan pada Maryam. Ketika anak itu besar, ia akan menjadi seorang rasul dan nabi yang ajarannya dipenuhi dengan cinta dan kasih sayang.

Maryam di malam itu tidur dengan nyenyak dan ia bangun di waktu Subuh. Belum lama ia membuka kedua matanya sehingga ia dibuat terkejut ketika melihat mihrab dipenuhi dengan buah-buahan yang sebenarnya tidak lagi musim. Maryam heran melihat hal itu. Ia mulai mengingat apa yang telah terjadi padanya kemarin, yaitu bagaimana kejadian saat menyiram pohon mawar, bagaimana pertemuannya dengan malaikat Jibril, bagaimana Allah SWT meniupkan kalimat-Nya padanya, bagaimana ia kembali ke mihrab, dan bagaimana tidurnya yang nyenyak. Maryam berkata kepada dirinya sambil melihat buah-buahan yang banyak: Apakah aku akan memakan sendirian buah-buahan ini. Kemudian ada suara dalam dirinya yang berkata: “Engkau tidak lagi sendirian wahai Maryam. Kini, engkau bersama Isa. Engkau harus makan dengan baik.” Dan Maryam mulai makan.

Lalu berlalulah hari demi hari. Kandungan Maryam berbeda dengan kandungan umumnya wanita. Ia tidak merasakan sakit dan tidak merasa berat, ia tidak merasakan sesuatu telah bertambah padanya dan perutnya tidak membuncit seperti umumnya wanita. Alhasil, kehamilan yang dialaminya dipenuhi dengan nikmat yang baik. Datanglah bulan yang kesembilan. Ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa Maryam tidak mengandung Isa selama sembilan bulan, tetapi ia melahirkannya secara langsung sebagai mukjizat.

Pada suatu hari, Maryam keluar ke suatu tempat yang jauh. Ia merasa bahwa sesuatu akan terjadi hari itu. Tetapi ia tidak mengetahui hakikat sesuatu itu. Kakinya membimbingnya untuk menuju tempat yang dipenuhi dengan pohon kurma. Tempat itu tidak biasa dikunjungi oleh seseorang pun karena saking jauhnya, tempat yang tidak diketahui oleh seseorang pun kecuali Maryam.

Tak seorang pun yang mengetahui Maryam bahwa sedang hamil dan ia akan melahirkan. Mihrab yang menjadi tempat ibadahnya selalu tertutup. Orang-orang mengetahui bahwa Maryam sedang sibuk beribadah dan tidak ada seorang pun yang mendekatinya. Maryam duduk beristirahat di bawah pohon kurma yang besar dan tinggi. Maryam mulai merasakan sakit pada dirinya, dan rasa sakit tersebut semakin terasa. Akhirnya, Maryam melahirkan: “Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, ia berkata: ‘Aduhai alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan.” (QS. Maryam: 23)

Rasa sakit saat melahirkan anak yang dialami wanita suci ini menimbulkan penderitaan-penderitaan lain yang segera menantinya. Bagaimana manusia akan menyambut anaknya ini? Apa yang mereka katakan tentangnya? Bukankah mereka mengetahui bahwa ia adalah wanita yang masih perawan? Bagaimana seorang gadis perawan bisa melahirkan? Apakah manusia akan membenarkan Maryam yang melahirkan anak itu tanpa ada seseorang pun yang menyentuhnya? Kemudian pandangan-pandangan keraguan mulai menyelimutinya. Maryam berpikir bagaimana reaksi manusia kepadanya dan bagaimana perkataan mereka terhadapnya sehingga hatinya dipenuhi dengan kesedihan.

Belum lama Maryam membayangkan dan meminta agar ia dimatikan dan dilupakan, tiba-tiba anak yang baru lahir itu memanggilnya: “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu ahan mengugurkan buah kurma yang masak kepadamu makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu rnelihat seorang manusia, maka katakantah: ‘Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.’” (QS. Maryam: 24-26)

Maryam melihat al-Masih yang tampan wajahnya. Wajahnya tidak kemerah-merahan dan rambutnya tidak keriting seperti anak-anak yang lahir di saat itu, tetapi ia berkulit lembut dan putih. Anak itu diselimuti dengan kesucian dan kasih sayang; anak itu berbicara kepada Maryam agar ia menghilangkan kesedihannya dan meminta padanya agar menggoyangkan batang-batang pohon kurma supaya jatuh darinya sebagian buahnya yang lezat dan Maryam dapat memakan dan meminum darinya sehingga hatinya pun penuh dengan kedamaian serta kegembiraan dan tidak berpikir tentang sesuatu pun. Jika Maryam melihat atau menemui manusia, maka hendaklah ia berkata kepada mereka bahwa ia bernazar kepada Allah SWT untuk berpuasa dan tidak berbicara kepada seseorang pun.

Maryam melihat al-Masih dengan penuh kecintaan. Anak itu baru dilahirkan beberapa saat tetapi ia langsung memikul tanggung jawab ibunya di atas pundaknya. Selanjutnya, ia akan memikul penderitaan orang-orang fakir. Maryam melihat bahwa wajah anak itu menyiratkan tanda yang sangat aneh. Yaitu tanda yang mengisyaratkan bahwa ia datang ke dunia bukan untuk mengambil darinya sesuatu, tetapi untuk memberinya segala sesuatu. Maryam mengulurkan tangannya ke pohon kurma yang besar. Belum lama ia menyentuh batangnya hingga jatuhlah darinya buah kurma yang masih muda dan lezat. Maryam makan dan minum dan kemudian ia memangku anaknya dengan penuh kasih sayang.

Saat itu, Maryam merasakan kegoncangan yang hebat. Silih berganti ketenangan dan kegelisahan menghampirinya. Segala pikirannya tertuju pada satu hal, yaitu Isa. Ia bertanya-tanya dalam dirinya: Bagaimana orang-orang Yahudi akan menyambutnya, apa yang akan mereka katakan tentangnya, apa yang akan mereka katakan terhadap Maryam, apakah para pendeta dan para pembesar Yahudi percaya bahwa Maryam melahirkan seorang anak tanpa disentuh oleh seseorang pun? Bukankah mereka terbiasa hidup dengan suasana pencurian dan penipuan? Apakah seseorang di antara mereka akan percaya padahal ia jauh dari langit bahwa langit telah memberinya seseorang anak.

Akhirnya, masa pengasingan Maryam telah berakhir dan Maryam harus kembali ke kaumnya. Maryam kembali dan waktu menunjukkan Ashar. Pasar besar yang terletak di jalan yang dilalui Maryam menuju mesjid dipenuhi dengan manusia. Mereka sibuk dengan jual-beli. Mereka duduk berbincang-bincang sambil minum anggur. Belum lama Maryam melewati pasar itu sehingga manusia melihatnya membawa seorang anak kecil yang didekapnya. Salah seorang bertanya: “Bukankah ini Maryam yang masih perawan? Lalu, anak siapa yang dibawanya itu?” Seorang yang mabuk berkata: “Itu adalah anaknya.” Mari kita dengar cerita apa yang akan disampaikannya. Akhirnya, orang-orang Yahudi mulai “mengepung” dengan berbagai macam pertanyaan: “Anak siapa ini wahai Maryam, mengapa engkau tidak mengembalikannya, apakah itu memang anakmu, bagaimana engkau datang dengan membawa seorang anak sedangkan engkau adalah gadis yang masih perawan?”

“Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.” (QS. Maryam: 28)

Maryam dituduh melakukan pelacuran. Mereka menyerang Maryam tanpa terlebih dahulu mendengarkan sanggahannya atau mengadakan penelitian atau membuktikan bahwa perkataan mereka memang benar. Maryam dicerca sana-sini dan ia diingatkan, bahwa bukankah ia seseorang yang tumbuh dari rumah yang baik dan bukanlah ibunya seorang pelacur? Lalu mengapa semua ini terjadi padanya? Menghadapi semua tuduhan itu, Maryam tampak tenang dan tetap menunjukkan kebaikannya. Wajahnya dipenuhi dengan cahaya keyakinan. Ketika pertanyaan semakin menjadi-jadi dan keadaan semakin sulit, maka Maryam menyerahkan segalanya kepada Allah SWT. Ia menunjuk ke arah anaknya dengan tangannya. Maryam menunjuk Isa.

Orang-orang yang ada di situ tampak kebingungan. Mereka memahami bahwa Maryam berpuasa dari berbicara dan meminta kepada mereka agar bertanya kepada anak itu. Para pembesar Yahudi bertanya: “Bagaimana mereka akan melontarkan pertanyaan kepada seorang anak kecil yang baru lahir beberapa hari? Apakah anak itu akan berbicara di buaiannya” .

Mereka berkata kepada Maryam: “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” (QS. Maryam: 29)

Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku al-Kitab (injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikanku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadahu, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali. ” (QS. Maryam: 30-33)

Belum sampai Isa menuntaskan pembicaraannya sehingga wajah-wajah para pendeta dari kalangan Yahudi dan para uskup tampak pucat. Mereka menyaksikan mukjizat terjadi di depan mereka secara langsung. Anak kecil itu berbicara di buaiannya; anak kecil yang datang tanpa seorang ayah; anak kecil yang mengatakan bahwa Allah SWT telah memberinya al-Kitab dan menjadikannya seorang Nabi. Ini berarti bahwa kekuasaan mereka sebentar lagi akan hancur. Setiap orang dari mereka akan menjadi tidak berarti ketika anak kecil itu dewasa. Tak seorang pun di antara mereka yang dapat “menjual pengampunan” kepada manusia atau menghakimi mereka melalui pemyataan bahwa ia adalah wakil dari langit yang turun di bumi. Atau pernyataan, bahwa hanya dia yang mengetahui syariat.

Para pendeta Yahudi merasa akan terjadi suatu tragedi kepribadian yang akan datang kepada mereka dengan kelahiran anak kecil ini. Kedatangan al-Masih berarti mengembalikan manusia kepada penyembahan semata-mata kepada Allah SWT. Ini berarti menghapus agama Yahudi yang sekarang mereka yakini. Perbedaan antara ajaran-ajaran Musa dan tindakan-tindakan orang-orang Yahudi menyerupai perbedaan antara bintang-bintang di langit dan lumpur-lumpur di jalan. Para pendeta Yahudi menyembunyikan kisah kelahiran Isa dan bagaimana ia berbicara di masa buaian. Mereka justru menuduh Maryam yang masih perawan dengan kebohongan yang besar. Mereka menuduh Maryam melakukan pelacuran, padahal mereka menyaksikan sendiri mukjizat pembicaraan anaknya di masa buaian.

Mula-mula cerita tentang itu mereka sembunyikan untuk beberapa saat. Meskipun demikian, berita tentang kelahiran Isa sampai ke Hakim Romawi, yaitu Heradus. Ia memimpin orang-orang Palestina dan orang-orang Yahudi dengan kekuatan pedang. Ia menakut-nakuti mereka dengan menumpahkan darah serta banyaknya mata-mata yang dimilikinya. Pada suatu hari, ia duduk di istananya dan meminum anggur. Lalu ia mendengar berita yang samar tentang kelahiran seseorang anak tanpa ayah; seorang anak yang dikatakan ia mampu berbicara saat masih di buaian, lalu ia menyampaikan pembicaraan yang menjurus pada ancaman terhadap kekuasaan Romawi. Kemudian bergetarlah kursi yang ada di bawah tubuh Heradus. Ia memerintahkan untuk diadakan suatu pertemuan mendadak yang dihadiri oleh para pengawalnya dan para mata-matanya. Pertemuan itu pun terlaksana. Heradus duduk dengan wajahnya yang hitam mengkilat, lalu ia memutarkan pandangannya ke arah mata-matanya dan bertanya: “Bagaimana berita anak kecil yang berbicara di buaiannya?”

Salah seorang kepala mata-mata berkata: “Tampak bahwa masalahnya tidak benar. Kami telah mendengar isu-isu sekitar anak kecil yang mereka katakan bahwa ia membuat mukjizat dengan berbicara saat ia masih belia. Lalu saya mengutus anak buahku untuk mencari kebenaran berita itu, tetapi mereka tidak menemukannya. Jelas bagi kami, bahwa berita itu dilebih-lebihkan.” Kemudian salah satu anggota mata-mata raja berkata: “Aku telah mendapatkan bukti yang terpercaya bahwa tiga orang dari orang-orang Majusi datang di balik suatu bintang yang mereka lihat menyala di suatu langit dan bintang tersebut mengisyaratkan kelahiran anak kecil yang membawa mukjizat, yaitu anak kecil yang akan menyelamatkan kaumnya.” Hakim berkata: “Bagaimana ia dapat menyelamatkan kaumnya dan kaum siapa yang diselamatkannya?” Salah seorang mata-mata berkata: “Anak buahku tidak mengetahuinya karena orang-orang pandai dari Majusi itu pergi dan tak seorang pun menemukan mereka.”

Hakim berkata: “Bagaimana mereka dapat pergi dan bersembunyi lalu bagaimana cerita anak kecil ini? Apakah di sana ada persekongkolan untuk menentang Romawi?” Hakim melompat dari tempat duduknya ketika ia menyebut Romawi, dan ia mulai berbicara dengan keadaan emosi: “Aku menginginkan kepala tiga orang yang cerdik itu dan aku juga menginginkan kepala anak kecil itu. Dan aku menginginkan informasi yang lengkap. Sungguh masalah ini semakin samar hai orang-orang yang bodoh.” Lalu kepala mata-mata berkata: “Barangkali ini hanya mimpi yang dibayangkan orang-orang Yahudi bahwa mereka melihatnya.” Hakim berkata: “Sungguh kepala-kepala kalian semua akan terbang lebih cepat dari merpati jika kalian tidak mendatangkan cerita secara lengkap tentang anak ini. Kebingungan dan kekacauan apa yang aku rasakan! Pergilah kalian dari sini.”

Anak buah Heradus dan para mata-mata pergi, sedangkan ia masih duduk memikirkan masalah tersebut. Tampaknya masalah itu sangat menggelisahkannya. Ia tidak peduli dengan kedatangan agama baru kepada manusia tetapi yang dipikirkannya adalah kekuasaan Romawi yang ia menjadi simbolnya. Kemudian Heradus menetapkan untuk memanggil pemuka orang Yahudi dan bertanya kepadanya tentang masalah ini. Para pengawalnya yang khusus memanggil orang Yahudi itu. Tidak beberapa lama orang Yahudi itu ada di depan hakim. Heradus berkata: “Aku ingin berbicara kepadamu tentang suatu masalah yang sangat menggelisahkanku.” Pendeta Yahudi itu berkata: “Aku ingin mengabdi kepadamu.”

Heradus berkata: “Aku mendengar berita-berita yang saling berlawanan tentang anak kecil yang bisa berbicara di masa buaiannya dan ia mengatakan bahwa ia akan menyelamatkan kaumnya. Maka bagaimana berita yang sebenarnya tentang itu?” Pendeta itu berkata dan ia merasa bahwa pertanyaan itu sepertinya berupa jebakan yang tidak diketahuinya secara pasti: “Apakah tuan yang mulia peduli dengan agama Yahudi?” Heradus berkata dalam keadaan emosi: “Aku tidak peduli sedikit pun selain kekuasaan Romawi. Jawablah pertanyaanku wahai pendeta.” Pendeta Yahudi itu telah melihat Isa berbicara di buaiannya. Ia memahami bahwa seandainya ia mengatakan itu, maka ia akan mendapatkan penderitaan pada dirinya, maka ia lebih memilih sedikit berbohong. Ia berkata kepada Heradus bahwa ia mendengar cerita itu tetapi ia meragukannya.

Heradus berkata: “Apakah benar agama kalian berbicara tentang kedatangan seorang penyelamat bagi rakyat kalian?” Pendeta berkata: “Ini benar wahai tuan yang mulai.” Heradus berkata: “Apakah kalian mengetahui ini adalah persekongkolan menentang keamanan kerajaan Romawi? Apakah kalian menyadari ini adalah bentuk pengkhianatan?” Pendeta berkata: “Aku harap tuan membiarkan aku meluruskan suatu pemikiran yang sederhana. Berita tentang hal itu adalah berita yang kuno. Berita ini diyakini ketika rakyat menjadi tawanan di Bebel sejak ratusan tahun.”

Heradus berkata: “Apakah memang di sana ada yang membenarkan berita ini? Sekarang, apakah kamu secara pribadi membenarkannya? Apakah engkau melihat anak kecil itu yang mereka katakan bahwa ia dilahirkan tanpa seorang ayah?” Pendeta itu berkata: “Apakah ada seorang yang percaya wahai tuan yang mulia jika dikatakan ada seorang anak yang lahir tanpa seorang ayah. Ini adalah mimpi rakyat biasa.”

Heradus berkata: “Tidak ada sesuatu yang mengusir tidur dari mata seorang penguasa selain mimpi-mimpi rakyat. Pergilah wahai pendeta dan jika engkau mendengar berita-berita, maka sampaikanlah kepadaku sebelum engkau sampaikan kepada istrimu.” Belum lama pendeta itu pergi sehingga Heradus berpikir, bagaimana seandainya pendeta itu berbohong. Ia menangkap benang kebohongan pada kedua matanya. Ia mengetahui kebohongan ini karena ia sendiri sangat pandai berbohong. Kemudian bagaimana cerita tiga orang cerdik yang mereka mengikuti bintang? Apakah di sana terdapat persekongkolan menentang Romawi yang tidak diketahuinya?

Heradus berteriak di tengah-tengah pengawalnya dan memerintahkan mereka untuk menangkap semua orang yang mendengar cerita ini atau ia akan melihat akibatnya. Mula-mula dia memerintahkan untuk mencari gadis perawan yang melahirkan anak itu dan membunuh setiap anak yang lahir di saat itu. Sementara itu, Maryam keluar dari Palestina menuju ke Mesir. Sebelumnya, pada suatu malam, datanglah kepadanya seseorang yang belum pernah dilihatnya dan orang itu menyampaikan salam kepadanya serta menyerukannya dan sambil berkata: “Bawalah anakmu wahai Maryam dan keluarlah menuju Mesir.” Dengan nada ketakutan Maryam bertanya, “Mengapa? Bagaimana aku keluar menuju ke Mesir; dan bagaimana aku bisa mengenali jalan?” Orang asing itu menjawab, “Keluarlah engkau niscaya Allah SWT akan melindungimu. Sesungguhnya Hakim Romawi mencari anakmu dan ingin membunuhmu.”

Maryam bertanya: “Kapan aku keluar?” Orang asing itu menjawab: “Sekarang juga. Janganlah engkau khawatir sedikit pun karena engkau keluar bersama seorang Nabi yang mulia. Semua nabi diusir oleh kaumnya dari negeri mereka dan rumah mereka. Demikianlah hukum kehidupan. Kejahatan selalu berusaha untuk menyingkirkan kebaikan tetapi pada akhirnya, kebaikan akan kembali menduduki singgasananya. Keluarlah wahai Maryam.” Akhirnya, Maryam pun pergi menuju ke Mesir. Maryam melalui gurun Saina’ bersama suatu kafilah yang menuju Mesir. Maryam berjalan membawa Isa di jalan yang sama yang pernah dilalui Nabi Musa di mana ditampakkan kepada Nabi Musa api yang suci dan beliau dipanggil dari sisi thur al-Aiman. Setelah melalui perjalanan yang jauh dan melelahkan, Maryam sampai di Mesir. Mesir yang dipenuhi dengan kebaikan, kemuliaan, kebudayaan klasik serta cuacanya yang stabil mempakan tempat yang terbaik untuk pertumbuhan Isa as.

Al-Masih tumbuh dan berkembang serta menjalani masa kecilnya di Mesir. Kemudian datanglah kepada Maryam orang asing yang telah memerintahkannya untuk meninggalkan Palestina. Kali ini, ia memerintahkannya untuk kembali ke Palestina. Orang asing itu berkata kepadanya: “Raja yang lalim telah mati, maka kembalilah bersama anakmu wahai Maryam. Telah datang kesempatan emas bagi Isa untuk menduduki singgasananya. Isa akan menjadi penyayang orang-orang fakir dan orang-orang yang benar. Kembalilah wahai Maryam.” Maryam pun kembali. Dalam perjalanan Maryam melalui banyak mata air di sungai Jordania.