Selasa, 26 Januari 2010

ORANG YANG BENAR IMANNYA PANTANG BERSATUPADU DALAM SYSTEM YANG MENZALIMI KEHIDUPAN KAUM MUSTADHAFIN



Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Kaum nabi Nuh juga mengaku diri sebagai orang yang benar, namun mereka tidak patuh kepada Allah dan Nabi Nuh sendiri kecuali sedikit. Yang sedikit itu selamat dari musibah bersama nabi Nuh. Apakah yang menimpa musibah itu mendapat ampunan Allah juga, tidak, kan? 


 Ketika musibah diturunkan kepada orang-orangzalim terimbas juga kepada orang-orang yang beriman, na mun orang-orang yang beriman itu akan mendapat ampunan Allah. Ampunan itu tidak diberikan kepada orang-orang yang zalim. Perlu kita ketahui bahwa Allah memberikan nikmatNya dan kedamaian didunia ini kepada siapa saja yang Dia kehendaki, baik kepada orang benar ataupun orang jahat. Hal ini dapat membuat orang yang tidak memahami agama secara maksimal, keliru dalam melihat realita atau wujudnya.

Kita memang mudah mengatakan bahwa orang-orang yang beriman itu akan mendapat ampunan Allah, teta pi yang menjadi persoalan ketika hal itu kita hadapkan pada realitanya. Dalam musibah di Acheh dan Yok yakarta, tidak diketahui mana orang-orang yang beriman dan yang zalim, kecuali oleh orang-orang yang benar-benar beriman itu sendiri. Apakah anda termasuk orang beriman?

Kita tidak boleh mengatakan orang lain tidak beriman tanpa pengetahuan yang benar dari Allah. Tinggal lagi disini saya hendak mengingatkan pembaca bahwa ada beberapa tanda orang yang beriman, diantaranya pantang bekerja dalam system Thaghut, kecuali taqiyyah. Taqiyyah hanya dibenarkan Allah bagi orang-orang yang benar-benar terpaksa atau memang tidak ada daya sama sekali untuk hidjrah dari negara yang zalim seperti Hindunesia itu. Adapun orang-orang Acheh yang tinggal di negara Thaghut Eropa yang tidak zalim walau terhadap binatang sekalipun, adalah terpaksa untuk menghindar diri dari perlakuan zalim Thaghut Hindonesia. Sesungguhnya Allahlah yang menggerakkan pemimpin-pemimpin di negara thaghut itu untuk melindungi orang-orang Acheh itu. Dulu sahabat Rasulullah saww juga ada yang diperintahkan hijrah ke Thaif yang bukan Negara/daerah Islam. Namun mereka terpaksa keluar dari Thaif disebabkan Penguasa dan penduduknya menzalimi mareka.

Kelebihan orang Acheh, disebabkan mereka memiliki pemimpin yang dapat menyadari mereka untuk tidak bersatupadu dalam system thaghut yang zalim serta munafiq lagi, sementara bangsa-bangsa lain dikepulau an Melanesia itu tetap bersatupadu dalam system Hindunesia hypocrite dan despotic itu, kecuali West Papua dan RMS, bahkan posisi mereka sekarang lebih baik dari Acheh - Sumatra yang sudah terlanjur ti dak mematuhi pemimpin yang diwakilinya hingga masuk perangkap "Demokrasi" gadongan..

Semua orang yang bersatupadu dalam system Hindunesia itu tidak termasuk orang-orang yang beriman kendatipun mereka itu guru Pesantren, Khatib-khatib, Ulama-ulama gadongan, para Dosen Agama dan lain-lain. Kecuali kalau mereka-mereka yang saya sebutkan itu sedang berencana untuk mendirikan System Allah. Perlu kita pertanyakan disini apakah Hizbut Tahrir, Hidayatullah, JIL, Muhammaddiah, Sunni dan Syi'ah dan lain-lain sedang mengarahkan diri untuk mendirikan system Allah atau bersatupadu dalam kelanggengan systen Thaghut itu sendiri. Apabila mereka mengaku diri orang-orang beriman tapi tetap bersatupadu dalam system Thaghut yang zalim dan Hipokrit lagi, sesungguhnya mereka itu adalah pembohong yang nyata. Semua kejahatan yang dilakukan penguasa zalim itu, kelak Allah akan meminta per tanggung jawaban juga kepada orang-orang alim palsu itu. Mereka akan menerima tempelakan yang sama dengan penguasa zalim itu dengan surah Yasin ayat 60 s/d 65.

Andaikata kita tanyakan kepada pembela system Hindunesia zalim, apa fungsinya Al Qur'an untuk manu sia? Mereka akan menjawab: "sebagai Pedoman Hidup". Jawaban mereka benar 100% (QS,2:2). Namun realitanya mereka tidak berpedoman pada Al Qur'an, tetapi mereka menempatkan Al Qur'an dibawah Pan casila, Fiqh Shalafiah, Manhaj dan entah apa lagi yang mengkaburkan persoalan utama yaitu tentang ke tentuan Allah perihal kedudukan orang-orang yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah (Q.S, Al Maidah ayat 44, 45 dan 47)

Tidak ada Hadist, Sirah Rasul, Fiqh, Jamaah tertentu (baca Ahlu Sunnah wa al-Jamaah), Salafiah, Manhaj dan Pancasila yang dapat membatalkan ayat-ayat Allah (Al Qur'an). Membantah ayat-ayat Allah = membantah Allah. Allah berfirman: ". . . . . .Waman lam yahkum bima anzalallah faulaika humul kaafirun (Q.S, 5 : 44).

Ayat ini adalah ayat muhkamat atau ayat kath’i, namun bagi orang-orang yang terlanjur bersatupadu dalam system Hindunesia zalim dan Hypocrite dipelintirkan dengan dalih bahwa itu adalah ayat-ayat mutasya bihat. Ayat-ayat Mutasyabihat tidak dapat dipahami kecuali oleh ahlulbayt Rasulullah, para Imam dan orang-orang yang mengikuti mereka. Sesungguhnya mereka itu adalah Al Qur-an yang berjalan. Al Qur-an tanpa Rasulullah atau Ahlulbaytnya atau para Imam yang telah dinyatakannya, tidak ada artinya sama sekali. Mereka itulah yang memahami Al Qur-an keseluruhanbnya. Orang - orang beriman hanya memahami ayat muhkamat, sementara ayat mutasyabihat dapat memahaminya melalui petunjuk Rasulullah dan Imam-imam yang diutus. Justeru itulah Rasulullah berkata: “ Kutinggalkan kepada kalian dua perkara, yaitu Al Qur-an dan Ahlulbaytku. Barang siapa berpegang teguh kepada keduanya tidak akan sesat selama lamanya sampai menemuiku di Pancutan Kautsar”.

Ketika Negara dikuasai oleh Muawiyah bin Abu Sofyan dulu, Al Qur-an itu dikaburkan dengan hadist-ha dist palsu dari Abu Hurairah cs. Untuk ini beliau mendapat finansial hidup dari Muawiyah sebagaimana orang-orang alim lugu yang berjingkrak-jingkrak dalam ketiak penguasa Zalim Hindunesia hypocrite se karang ini. Andaikata kita hanya berpedoman pada hadist yang berasal dari Ahlulbayt Rasulullah saja sebagai syarat untuk mengukur benar tidaknya terhadap suatu persoalan, sudah barang pasti Islam itu tidak akan pecah kepada 23 firqah sebagaimana di nyatakan oleh Rasulullah saww. Untuk menguatkan suatu the sis, mereka tidak hanya menggunakan Hadist non Ahlulbayt, tetapi juga menggunakan pepatah, kata orang bijak, sya’ir dan Hadist maja. Namun kalau tidak dapat kita buktikan dengan Al Qur-an atau Hadist dari Ahlulbayt, sesungguhnya thesis tersebut perlu dipertanyakan keabsahan dan kebenarannya.

Seorang teman saya pergi ke Malaysia dan melihat tuan rumah juga mengumpulkan shalat Dhuhurnya dengan shalat ‘Asar. Teman itu heran kenapa orang yang keliru itu diangkat menjadi ketua pergerakan Acheh Sumatra kawasan itu, yang menurut dugaannya tidak berilmu disebabkan menggabungkan shalatnya, sementara dia sendiri menggabungkan shalatnya disebabkan musafir, dimana menurut Sunni sebagai syaratnya untuk bergabung. Ketika teman itu menyampaikan persoalan itu kepada saya saya katakan justru dia yang keliru. Lalu untuk beliau saya kirimkan hadist yang ada di Bukhari dan juga di Muslim tentang kebiasaan Rasulullah sendiri menggabungkan shalat Dhuhur dengan ‘Asar dan Maghrib dengan ‘Isya tanpa halangan apapun (lihat kitab sahih Muslim dan Muwatta Malik, bab ‘Jama’a bainas-shalatain. Lihat juga di Sahih Bukhari yang dengan sengaja memuat hadist tersebut pada bab lain, bukan pada bab penyatuan dua Shalat tapi pada bab Taakhiruz-zuhr lil –’Asr min kitabi mawaqitus-shalat dan bab dhikrul-’isha wal-atma’ serta bab Waqtul-maghrib). Perkara tersebut terdapat di banyak kitab shahih lainnya seperti Nisa’I, Ahmad bin Hanbal, Zarqani, dan lain-lain.

Kendatipun persoalan ini saya sampaikan selayang pandang, namun cukup bermanfaat bagi orang-orang yang mau berfikir kenapa Orang Sunni demikian yakin bahwa shalat itu tidak boleh digabungkan sebagai mana keyakinan orang Syi’ah Imamiah 12. Padahal hadist mengenai persoalan tersebut jelas tercantum dalam kitab pegangan Sunni, yaitu Bukhari dan Muslim. Hal yang demikian perlu kita pertanyakan apakah ulama-ulama Sunni tidak membaca seluruh kitab shahih Bukhari dan Muslem itu, sementara mereka berani berhujjah bahwa tidak sah digabungkan shalat Dhuhur dengan ‘Asar dan Magrib dengan ‘Isya. Hal se perti itu juga dapat kita saksikan semua Hadist penting seperti hadist Tsaqalain di Ghadirkhum, hadist Safina, hadist Manzila, hadist Bahtera, hadist Saqifa dan lain-lainnya semua terdapat dalam kitab ulama Sunni.

Sebagai penutup perlu saya kemukakan bahwa Thesis dan Antithesis perlu berhadapan dengan lapang dada secara jujur untuk mencari kebenaran bukan untuk mencari menang sebagai ego sejati. Adapun diskusi antara Acheh-Sumatra dengan Hindunesia hypocrite pasti tidak dapat berjalan dengan mulus disebabkan itu adalah antara orang-orang terzalimi dengan orang-orang pencetus kezaliman, jelasnya antara orang yang terjajah dengan pihak penjajah.  Yang terjadi
antara musuh adalah perang fisik atau perang urat saraf, termasuk perang internet.

Billahi fi sabililhaq.
hsndwsp
Acheh - Sumatra


Yusa skrev:
Assalamu'alaikum wr wb

"Demi masa (waktu Asar). Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi sabar."
(Q.S. Al-'Ashr : 1-3)

Saya seorang awwam, bukanlah ahli tafsir al-Qur'an, tapi entah kenapa akhir-akhir ini jadi makin senang baca-baca kitab tafsir punya istri saya. Saya baca berikut penjelasannya, saya cari ayat yang saya fahami menggugah semangat untuk mengerjakan kebaikan. Ketemu beberapa ayat, lalu saya catat ringkas di HP saya dan saya kirimkan ke teman-teman saya setiap Jum'at pagi. Bukan apa-apa sih, hanya pengen sekedar berbagi saja...latihan saja...

Ayat-ayat al-Qur'an yang saya catat itu antara lain :

"(Saat kiamat, bumi gempa dengan sehebat-hebatnya) Maka barang siapa berbuat KEBAIKAN sekalipun seberat dzarroh niscaya ia akan melihat (balasannya)."
(Q.S. Az-Zalzalah : 7)

"Sesungguhnya orang-orang yang BERIMAN dan yang mengerjakan AMAL BAIK, mereka ialah sebaik-baiknya makhluq. Balasan mereka dari Alloh ialah SURGA 'ADN..."
(Q.S. Al-Bayyinah : 7-8)

Ada juga hadits yang saya catat :

"Tiap musibah yang menimpa mukmin, berupa wabah, rasa lelah, penyakit, rasa sedih, kekalutan hati, PASTI Alloh menjadikannya pengampun dosa-doanya."
(H.R. Bukhori Muslim)

Atau nasehat Ahlul Bayt Rosul Muhammad Saw :

"Jangan bicara jika sedang marah! Sebab saat itu nafsu sedang bergejolak dan berkobar sehingga mudah tergelincir dalam kesalahan. Sabar dan tunggu sehingga nafsu tenang!"
(Sayyidy al-Habib Muhammad al-'Aydrus dalam buku Memahami Hawa Nafsu)

Ada yang mengingatkan awas boros pulsa, tapi apa benar yang saya lakukan itu boros? Aa' Gym pernah berkata kurang lebih bahwa tidak boros asal sesuai dengan kebutuhan. Tapi apa yang saya lakukan itu termasuk kebutuhan saya atau tidak? Nah, ini masih jadi pertanyaan besar bagi saya : Perlukah saya berbuat seperti itu?

Sambil mencari jawabannya, sambil meluruskan niat, ikhtiar tetap jalan terus...

Subhaanaka-lloohumma wa bihamdika, Asyhadu an-laailaahailla anta, Astaghfiruka wa atuubu ilaika...

Wallohu a'lam bishshowab
Wassalamu'alaikum wr wb

 
 
 
 
 
m http://www.shia-explained.com/my/archives/1188  ----------



For God's sake!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar