ORANG YANG BERSATUPADU DALAM SYSTEM THAGHUT ZALIM
DAN HIPOKRIT UMPAMA PENUMPANG
DALAM
SUATU BAHTERA YANG SEDANG MENUJU
NERAKA
SECARA PELAN TAPI PASTI
hsndwsp
Dulu ketika alqubra masih di Acheh - Sumatra terjadi diskusi yang paling serius di Suatu arena training. Al Qubra bertugas untuk memberikan materi tentang Aqidah dan Ideology terpaksa melayani partisipan yang belum puas terhadap materi sebelumnya. Pasal apakah yang membuat mereka tidak puas? Pasal merokok, haram atau makruf. Sebahagian mereka berpendapat haram sementara yang lainnya berpendapat makruh. Alqubra katakan bahwa persoalan tersebut tidak akan selesai dan kita terperangkap pada persoalan ranting dimana kita melupakan pokok dan akarnya persoalan. Akar persoalan kita sebagai Muslim adalah system. Secara ideology system terbagi kepada dua, system Allah/Kedaulatan Allah dan system Thaghut. Selama kita belum mampu melepaskan diri dari belenggu Taghut Hypocrite dan despotic, selama itulah kita senantiasa bernmasalah dalam beragama.
Sekarang di medan internet ini juga terperangkap dalam persoalan yang sama, mengapa? Kenapa kita asik mempersoalkan halal - haramnya bunga bank sementara persoalan akarnya adalah system. Andaikata kita mampu keluar dari System Taghut despotic dan korupt itu, kita tidak akan bengong seperti ini. Bagaimana mungkin kita berbicara haramnya bunga bank sementara system yang dianut tidak pernah menggunakan UUD Islam sebagai dasarnya berpijak. Dasar mereka berpijak adalah Pancasila UUD 45 dan KUHP (baca Kasih Uang Habis Perkara) Itulah sebabnya kita harus memerdekakan diri dulu dari system Tafhut Hindunesia. Apabila System Negara Sudah Islam barulah Bank Islam dapat direalisasikan. Bank Islam harus milik Negara bukan milik Pribadi. Sebab tidak ada proses cari untung disana tapi pelayanan Keuwangan kepada Rakyatnya secara Islami. Negara berdaya upaya setiap warga negara musti mencapai finansialnya. Kalau semua warga negara tercapai finansialnya barulah kita berbicara halal haram. Semoga tidak ada yang salah menafsirkan maksud al Qubra bahwa bunga bank tidak haram. Tapi siapa yang terkena hukum haramnya?
Kalau orang kaya menyimpan uang di bank untuk memakan bunganya, jelas orang tersebut makan riba. Andaikata orang kaya tersebut termasuk orang yang beriman, bagaimana caranya apakah membiarkan saja bunga itu dimakan orang Bank sebagaimana orang kaya di Saudi Arabia mendeposito uangnya di Bank-bank Amerika dan Eropa. Sebagian mereka tidak mau mengambil bunganya takut berdosa. Lalu bunga tersebut dikirim orang yang berwenang di Bank-bank tersebut untuk membeli senjata bagi Israel dalam memerangi Muslim Palestina? Sedungu itukah orang kaya di Acheh - Sumatra, Pejabat dan Ilmuwan Hindunesia? Andaikata pihak bank sendiri yang memakan bunga siapa yang bedosa? Apakah hanya pegawai bank saja? Sekali lagi inilah System. Semua yang bersatupadu dalam system tersebut bukan sekedar berdosa tapi sirna Aqidahnya. Kalau sekedar persoalan dosa masih dapat kita minta ampun alias bertobat sebab kita masih memiliki modal (baca orang yang benar Aqidahnya, masih utuh perangkat akarnya) tapi kalau Aqidah sirna, perangkat akar terjejas, terhempas, nerakalah tempatnya kelak (nauzubillahi min zalik) Ketika tentara dan polisi membunuh bangsa Acheh- Sumatra apakah hanya mereka saja yang masuk neraka kelak? Pastinya tidak. Kezaliman yang dibuat tentara dan polisi, pegawai bank dan seluruh lembaga negara lainnya semuanya kembali kesystem. (baca semua orang yang bersatupadu dalam system tersebut), Neraka tempatnya kelak. Jadi apa gunanya kita bicara halal - haram kalau kita termasuk orang-orang yang bersatupadu dalam system taghut yang zalim dan korup?
Andaikata pengusa Saudi Arabia dan para ilmuwannya mayoritas Muslim benaran, pasti kerajaan Assaud itu berobah menjadi Republik Islam Saudi Arabia. Kalau mereka terpaksa juga mendepositokan uangnya di bank-bank Eropa dan Ameika, bunganya musti diambil untuk kaum dhuafa di Saudi Arabia Sendiri. Bunga tersebut haram buat orang kaya tapi tidak haram bagi orang miskin. dan dapat digunakan untuk membeli senjata bagi orang-orang yang sedang teranianya macam di Palestina. Tapi kalau ada orang kaya yang meminjamkan uangnya kepada masyarakat untuk konsumsi, bunganya itu tetap haram bagi orang kaya tersebut dan harampula bagi simiskin yang memakannya, kenapa? Sebabnya bunga tersebut hasil mendhalimi masyarakat biasa. Kalau ada pejabat Indonesia atau ilmuwan Hindunesia mengatakan orang Acheh makan riba, sesungguhnya mereka itu sama dungunya dengan orang kaya dalam system Saudi Arabiya yang secara tidak langsung telah mendhalimi Muslim Palestine. Mereka itu terkena pepatah: "Gajah dipelupuk mata tidak kelihatan tapi semut diseberang laut jelas kelihatan".
Kalau yang makan bunga bank itu orang kaya Acheh, jelas haram hukumnya tapi apa bedanya diantara ilmuan Hindunesia dan pejabat yang mengabdi kepada Taghut Pancasila dan orang kaya Acheh yang makan Riba? Mereka secara pelan tapi pasti akan menuju Neraka juga(nauzubillahi min zalik)
Andaikata para Ilmuwan Hindunesia termasuk yang beriman bukan almunafiqun, pastinya berpatahbalik melawan majikannya bersama GAM sejak dulu. Mereka sepertinya masuk perangkap asyabiyah disamping menyembah taghut Pancasila. Andaikata mereka sadar posisinya, Acheh tidak akan berlarut-larut masuk ketiak Taghut Puncasilap. Jadi kesimpulannya pejabat dan Ilmuwan Hindunesia sama saja dengan orang kaya Acheh pemakan riba. Afala ta'qilun?
Billahi fi sabililhaq
al Qubra
Acheh - Sumatra
Sekarang di medan internet ini juga terperangkap dalam persoalan yang sama, mengapa? Kenapa kita asik mempersoalkan halal - haramnya bunga bank sementara persoalan akarnya adalah system. Andaikata kita mampu keluar dari System Taghut despotic dan korupt itu, kita tidak akan bengong seperti ini. Bagaimana mungkin kita berbicara haramnya bunga bank sementara system yang dianut tidak pernah menggunakan UUD Islam sebagai dasarnya berpijak. Dasar mereka berpijak adalah Pancasila UUD 45 dan KUHP (baca Kasih Uang Habis Perkara) Itulah sebabnya kita harus memerdekakan diri dulu dari system Tafhut Hindunesia. Apabila System Negara Sudah Islam barulah Bank Islam dapat direalisasikan. Bank Islam harus milik Negara bukan milik Pribadi. Sebab tidak ada proses cari untung disana tapi pelayanan Keuwangan kepada Rakyatnya secara Islami. Negara berdaya upaya setiap warga negara musti mencapai finansialnya. Kalau semua warga negara tercapai finansialnya barulah kita berbicara halal haram. Semoga tidak ada yang salah menafsirkan maksud al Qubra bahwa bunga bank tidak haram. Tapi siapa yang terkena hukum haramnya?
Kalau orang kaya menyimpan uang di bank untuk memakan bunganya, jelas orang tersebut makan riba. Andaikata orang kaya tersebut termasuk orang yang beriman, bagaimana caranya apakah membiarkan saja bunga itu dimakan orang Bank sebagaimana orang kaya di Saudi Arabia mendeposito uangnya di Bank-bank Amerika dan Eropa. Sebagian mereka tidak mau mengambil bunganya takut berdosa. Lalu bunga tersebut dikirim orang yang berwenang di Bank-bank tersebut untuk membeli senjata bagi Israel dalam memerangi Muslim Palestina? Sedungu itukah orang kaya di Acheh - Sumatra, Pejabat dan Ilmuwan Hindunesia? Andaikata pihak bank sendiri yang memakan bunga siapa yang bedosa? Apakah hanya pegawai bank saja? Sekali lagi inilah System. Semua yang bersatupadu dalam system tersebut bukan sekedar berdosa tapi sirna Aqidahnya. Kalau sekedar persoalan dosa masih dapat kita minta ampun alias bertobat sebab kita masih memiliki modal (baca orang yang benar Aqidahnya, masih utuh perangkat akarnya) tapi kalau Aqidah sirna, perangkat akar terjejas, terhempas, nerakalah tempatnya kelak (nauzubillahi min zalik) Ketika tentara dan polisi membunuh bangsa Acheh- Sumatra apakah hanya mereka saja yang masuk neraka kelak? Pastinya tidak. Kezaliman yang dibuat tentara dan polisi, pegawai bank dan seluruh lembaga negara lainnya semuanya kembali kesystem. (baca semua orang yang bersatupadu dalam system tersebut), Neraka tempatnya kelak. Jadi apa gunanya kita bicara halal - haram kalau kita termasuk orang-orang yang bersatupadu dalam system taghut yang zalim dan korup?
Andaikata pengusa Saudi Arabia dan para ilmuwannya mayoritas Muslim benaran, pasti kerajaan Assaud itu berobah menjadi Republik Islam Saudi Arabia. Kalau mereka terpaksa juga mendepositokan uangnya di bank-bank Eropa dan Ameika, bunganya musti diambil untuk kaum dhuafa di Saudi Arabia Sendiri. Bunga tersebut haram buat orang kaya tapi tidak haram bagi orang miskin. dan dapat digunakan untuk membeli senjata bagi orang-orang yang sedang teranianya macam di Palestina. Tapi kalau ada orang kaya yang meminjamkan uangnya kepada masyarakat untuk konsumsi, bunganya itu tetap haram bagi orang kaya tersebut dan harampula bagi simiskin yang memakannya, kenapa? Sebabnya bunga tersebut hasil mendhalimi masyarakat biasa. Kalau ada pejabat Indonesia atau ilmuwan Hindunesia mengatakan orang Acheh makan riba, sesungguhnya mereka itu sama dungunya dengan orang kaya dalam system Saudi Arabiya yang secara tidak langsung telah mendhalimi Muslim Palestine. Mereka itu terkena pepatah: "Gajah dipelupuk mata tidak kelihatan tapi semut diseberang laut jelas kelihatan".
Kalau yang makan bunga bank itu orang kaya Acheh, jelas haram hukumnya tapi apa bedanya diantara ilmuan Hindunesia dan pejabat yang mengabdi kepada Taghut Pancasila dan orang kaya Acheh yang makan Riba? Mereka secara pelan tapi pasti akan menuju Neraka juga(nauzubillahi min zalik)
Andaikata para Ilmuwan Hindunesia termasuk yang beriman bukan almunafiqun, pastinya berpatahbalik melawan majikannya bersama GAM sejak dulu. Mereka sepertinya masuk perangkap asyabiyah disamping menyembah taghut Pancasila. Andaikata mereka sadar posisinya, Acheh tidak akan berlarut-larut masuk ketiak Taghut Puncasilap. Jadi kesimpulannya pejabat dan Ilmuwan Hindunesia sama saja dengan orang kaya Acheh pemakan riba. Afala ta'qilun?
Billahi fi sabililhaq
al Qubra
Acheh - Sumatra