Muhammad al-Tijani al-Samawi.
SEJARAH RINGKAS HIDUPKU
(MUHAMMAD AL TIJANI AL SAMAWI)
(MUHAMMAD AL TIJANI AL SAMAWI)
Masih tergambar jelas dalam ingatan ketika ayah mengajakku pergi ke masjid jami' di suatu bulan Ramadhan. Sepuluh tahun usiaku saat itu. Dikenalkannya aku pada jemaah masjid yang kala itu cukup mengagumiku. Berhari-hari guru ngajiku telah mempersiapkanku dengan hafalan- hafalan sejumlah ayat suci Al Qur-an. Pada saat shalat Taraweh, aku dan anak-anakyang lain ikut berjemaah dua atau tiga malam sampai sang imam membaca separuh AlQuran, yakni surah Maryam.
Ayah sangat menginginkan aku belajar AlQuran, baik di sekolah Tahfiz Al Qur-an atau pada saat senggang di rumah dengan dibimbing imam masjid jami', seorang dari kerabat kami yang hafal AlQuran. Aku telah hafal Al Quran sejak kecil, maka wajarlah jika guruku ingin sekali menunjukkan usahanya dan kelebihannya ini melaluiku. Diajarkannya padaku tempattempat yang sepatutnya rukuk, dan berulang kali beliau melatihku agar benar-benar akudapat menghafalnya. Dengan berhasil aku membaca ayat suci di depan jamaah dengan baik, berarti aku lolos uji. Inilah yang telah lama diharap-harapkan oleh ayah dan guruku itu. Semua yang hadir mencium dan memujiku dengan ucapan-ucapan yang sarat kekaguman yang luar biasa. Mereka mengucapkan rasa terima kasih kepada guru yang mengajarku itu; dan memberi selamat pula pada ayahku. Semua mengucapkan kata Alhamdulillah atas nikmat Islam dan"berkatnya Syaikh ".
Hari-hari yang kulalui selanjutnya serasa tak dapat kulupakan begitu saja. Masa kecilku kuisidengan prestasi yang mengundang kekaguman orang banyak terhadapku dan kemasyhuranyang bahkan merayap jauh ke kampung-kampung yang lain. Peristiwa-peristiwa itumeninggalkan goresan-goresan yang hingga kini masih berbekas dalam hidupku. Setiap kali aku nyaris khilaf, ada kekuatan yang maha dahsyat yang seakan mengekangku danmembawaku kembali ke jalan yang benar. Dan setiap kali kurasakan lemahnya semangat dantidak bermaknanya kehidupan, kenangan itulah yang mengangkatku kembali pada semangat yang sangat tinggi, dan menyalakan api keimanan di dalam kalbuku untuk melalui hidup ini.
Betapa tidak, ayah dan guruku telah membebankan tanggung jawab yang begitu besar padakudalam usia yang sangat dini, sedemikian sehingga aku selalu merasa yang aku adalah orang yang tidak layak untuk menjadi orang setaraf itu atau paling tidak taraf yang mereka inginkan dariku.
Itulah kenapa aku lalui masa kecilku dan masa remajaku di dalam suasana istiqamah yangrelatif, walaupun kadang-kadang tak luput juga dari kesalahan dan kesia-siaan yang timbul kebanyakannya dari rasa ingin tahu dan taklid buta. Karunia Allah mencurah padaku sehingga aku berbeda dari saudara-saudaraku yang lain dengan sikap tenang dan saleh, tidak terpeleset dalam dunia maksiat dan dosa-dosa besar.
Tidak mungkin kuniscayakan peran besar almarhumah ibuku dalam hidup ini. Beliau yangmembukakan mataku dan mengajarkanku surah-surah pendek dalam AlQuran, juga hukumshalat dan wudhu. Beliau mencurahkan perhatian yang besar kepadaku, mungkin karena aku adalah anak lelakinya yang sulung. Di samping beliau juga mempunyai madu yang lebih tua dari nya dan telah mempunyai anak-anak yang hampir seusia dengannya. Sedemikian tekun beliau asuh dan mendidikku seakan-akan beliau sedang berlomba dengan madu dan anakanak suaminya yang lain.
Nama Tijani yang diberikan oleh ibuku juga mempunyai keistimewaan tersendiri dalamkeluarga as-Samawi. Mengingat mereka adalah pengikut Tijaniah yang pertama kali sejak salah seorang anak Syaikh Sayyidi Ahmad Tijani yang datang dari Jazair mengunjungi kota Qafsah dan tinggal di rumah as-Samawi. Itulah awalnya. Hingga kini, sejumlah besar penduduk kota itu khususnya kalangan keluarga yang berpendidikan dan kaya-raya mengikuti Tarekat ini dan menyebarkannya. Kesamaan nama itu membuat aku makin dicintai dalam Dar Samawi yang dihuni oleh lebih dari dua puluh keluarga. Begitu juga di luar yang mempunyai hubungan dengan Tarekat Samawi.
Banyak orang-orang tua yang pada waktu shalat pada malam-malam Ramadhan waktu itu -seingatku- mencium kedua tanganku dan kepalaku sambil mengucapkan tahniah kepada ayahku dan berkata: "Ini adalah limpahan berkat dari Sayyidina Syaikh Ahmad Tijani."
Perlu diketahui bahwa Tarekat Tijaniah tersebar luas di Maghribi, Jazair, Tunisia, Libya,Sudan dan Mesir. Dan pengikut-pengikut tarekat ini agak taassub atau fanatik. Mereka tidakmenziarahi kuburan para wali yang lain. Mereka percaya bahwa semua wali telah belajar dari masing-masing secara silsilah, kecuali Syaikh Ahmad Tijani. Beliau telah belajar langsung dari Nabi SAWW walau jaraknya dengan zaman Nabi dipisahkan oleh tiga
belas abad. Mereka mengatakan bahwa Nabi SAWW pernah mendatangi Syaikh Ahmad Tijani secarayaqazhatan, yakni secara nyata, bukan melalui mimpi. Mereka juga berkata bahwa sembahyang sempurna yang dilakukan oleh Syaikh adalah lebih baik dari empat puluh kali mengkhatamkan AlQuran.
Sebaiknya kucukupkan saja pembahasan tentang tarekat Tijaniah ini sebelum menjadi bertele-tele. Karena kita akan menyentuhnya juga Insya Allah pada bab lain dari buku ini. Aku tumbuh seperti layaknya anak-anak muda yang lain di atas kepercayaan ini. Alhamdulillah, kami semua adalah muslim Ahlu Sunnah Wal Jamaah, yang bermazhab Maliki, dariImam Malik bin Anas, Imam Dar al-Hijrah. Namun kami terpisah di dalam berbagai tarekat sufi yang tumbuh bagai cendawan di Utara Afrika.Di kota Qafsah sendiri, ada Tijaniah, Qadiriah, Rahmaniah, Salamiah dan 'Isawiah. Setiap tarekat mempunyai pengikut yang hafal qasidah, zikir dan wirid-wirid yang dibaca di majlis-majlis tertentu,sembari mengaji Al Qur-an, seperti saat khatan, majelis syukuran atau karena nazar. Walaupun tidak luput dari unsur-unsur negatif, namun tarekat-tarekat seperti ini memainkan peranan penting dalam menyebarkan syiar-syiar keagamaan danmenghormati para wali dan orang-orang yang shaleh.
http://abatasya.net/2009/02/18/akhirnya-kutemukan-kebenaran/Ayah sangat menginginkan aku belajar AlQuran, baik di sekolah Tahfiz Al Qur-an atau pada saat senggang di rumah dengan dibimbing imam masjid jami', seorang dari kerabat kami yang hafal AlQuran. Aku telah hafal Al Quran sejak kecil, maka wajarlah jika guruku ingin sekali menunjukkan usahanya dan kelebihannya ini melaluiku. Diajarkannya padaku tempattempat yang sepatutnya rukuk, dan berulang kali beliau melatihku agar benar-benar akudapat menghafalnya. Dengan berhasil aku membaca ayat suci di depan jamaah dengan baik, berarti aku lolos uji. Inilah yang telah lama diharap-harapkan oleh ayah dan guruku itu. Semua yang hadir mencium dan memujiku dengan ucapan-ucapan yang sarat kekaguman yang luar biasa. Mereka mengucapkan rasa terima kasih kepada guru yang mengajarku itu; dan memberi selamat pula pada ayahku. Semua mengucapkan kata Alhamdulillah atas nikmat Islam dan"berkatnya Syaikh ".
Hari-hari yang kulalui selanjutnya serasa tak dapat kulupakan begitu saja. Masa kecilku kuisidengan prestasi yang mengundang kekaguman orang banyak terhadapku dan kemasyhuranyang bahkan merayap jauh ke kampung-kampung yang lain. Peristiwa-peristiwa itumeninggalkan goresan-goresan yang hingga kini masih berbekas dalam hidupku. Setiap kali aku nyaris khilaf, ada kekuatan yang maha dahsyat yang seakan mengekangku danmembawaku kembali ke jalan yang benar. Dan setiap kali kurasakan lemahnya semangat dantidak bermaknanya kehidupan, kenangan itulah yang mengangkatku kembali pada semangat yang sangat tinggi, dan menyalakan api keimanan di dalam kalbuku untuk melalui hidup ini.
Betapa tidak, ayah dan guruku telah membebankan tanggung jawab yang begitu besar padakudalam usia yang sangat dini, sedemikian sehingga aku selalu merasa yang aku adalah orang yang tidak layak untuk menjadi orang setaraf itu atau paling tidak taraf yang mereka inginkan dariku.
Itulah kenapa aku lalui masa kecilku dan masa remajaku di dalam suasana istiqamah yangrelatif, walaupun kadang-kadang tak luput juga dari kesalahan dan kesia-siaan yang timbul kebanyakannya dari rasa ingin tahu dan taklid buta. Karunia Allah mencurah padaku sehingga aku berbeda dari saudara-saudaraku yang lain dengan sikap tenang dan saleh, tidak terpeleset dalam dunia maksiat dan dosa-dosa besar.
Tidak mungkin kuniscayakan peran besar almarhumah ibuku dalam hidup ini. Beliau yangmembukakan mataku dan mengajarkanku surah-surah pendek dalam AlQuran, juga hukumshalat dan wudhu. Beliau mencurahkan perhatian yang besar kepadaku, mungkin karena aku adalah anak lelakinya yang sulung. Di samping beliau juga mempunyai madu yang lebih tua dari nya dan telah mempunyai anak-anak yang hampir seusia dengannya. Sedemikian tekun beliau asuh dan mendidikku seakan-akan beliau sedang berlomba dengan madu dan anakanak suaminya yang lain.
Nama Tijani yang diberikan oleh ibuku juga mempunyai keistimewaan tersendiri dalamkeluarga as-Samawi. Mengingat mereka adalah pengikut Tijaniah yang pertama kali sejak salah seorang anak Syaikh Sayyidi Ahmad Tijani yang datang dari Jazair mengunjungi kota Qafsah dan tinggal di rumah as-Samawi. Itulah awalnya. Hingga kini, sejumlah besar penduduk kota itu khususnya kalangan keluarga yang berpendidikan dan kaya-raya mengikuti Tarekat ini dan menyebarkannya. Kesamaan nama itu membuat aku makin dicintai dalam Dar Samawi yang dihuni oleh lebih dari dua puluh keluarga. Begitu juga di luar yang mempunyai hubungan dengan Tarekat Samawi.
Banyak orang-orang tua yang pada waktu shalat pada malam-malam Ramadhan waktu itu -seingatku- mencium kedua tanganku dan kepalaku sambil mengucapkan tahniah kepada ayahku dan berkata: "Ini adalah limpahan berkat dari Sayyidina Syaikh Ahmad Tijani."
Perlu diketahui bahwa Tarekat Tijaniah tersebar luas di Maghribi, Jazair, Tunisia, Libya,Sudan dan Mesir. Dan pengikut-pengikut tarekat ini agak taassub atau fanatik. Mereka tidakmenziarahi kuburan para wali yang lain. Mereka percaya bahwa semua wali telah belajar dari masing-masing secara silsilah, kecuali Syaikh Ahmad Tijani. Beliau telah belajar langsung dari Nabi SAWW walau jaraknya dengan zaman Nabi dipisahkan oleh tiga
belas abad. Mereka mengatakan bahwa Nabi SAWW pernah mendatangi Syaikh Ahmad Tijani secarayaqazhatan, yakni secara nyata, bukan melalui mimpi. Mereka juga berkata bahwa sembahyang sempurna yang dilakukan oleh Syaikh adalah lebih baik dari empat puluh kali mengkhatamkan AlQuran.
Sebaiknya kucukupkan saja pembahasan tentang tarekat Tijaniah ini sebelum menjadi bertele-tele. Karena kita akan menyentuhnya juga Insya Allah pada bab lain dari buku ini. Aku tumbuh seperti layaknya anak-anak muda yang lain di atas kepercayaan ini. Alhamdulillah, kami semua adalah muslim Ahlu Sunnah Wal Jamaah, yang bermazhab Maliki, dariImam Malik bin Anas, Imam Dar al-Hijrah. Namun kami terpisah di dalam berbagai tarekat sufi yang tumbuh bagai cendawan di Utara Afrika.Di kota Qafsah sendiri, ada Tijaniah, Qadiriah, Rahmaniah, Salamiah dan 'Isawiah. Setiap tarekat mempunyai pengikut yang hafal qasidah, zikir dan wirid-wirid yang dibaca di majlis-majlis tertentu,sembari mengaji Al Qur-an, seperti saat khatan, majelis syukuran atau karena nazar. Walaupun tidak luput dari unsur-unsur negatif, namun tarekat-tarekat seperti ini memainkan peranan penting dalam menyebarkan syiar-syiar keagamaan danmenghormati para wali dan orang-orang yang shaleh.
Muhammad al-Tijani al-Samawi.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusBaca juga: "KEBENARAN YANG HILANG (DITEMUKAN KEMBALI/hsndwsp)" http://achehkarbala.blogspot.com/2010/12/kebenaran-yang-hilang-ditemukan.html
BalasHapusAllahummashalli ala muhammad wa ali muhammad
BalasHapus