"Tanyalah AKU Sebelum KAU Kehilangan AKU" (Imam 'Ali).
« Ilmu para Imam ahlul Bayt as melebihi para Nabi dan Malaikat?
PENGHULU SEGALA NABI DAN RASUL BUTA HURUF??!! »
« Ilmu para Imam ahlul Bayt as melebihi para Nabi dan Malaikat?
PENGHULU SEGALA NABI DAN RASUL BUTA HURUF??!! »
Abu Bakar, Umar dan Uthman penentang Ahlul Bayt Nabi saww!
Seorang peneliti tidak akan dapat meragukan pelajaran sejarah Nabi saww dan pengetahuan sejarah Islam, bahwa Nabi saww telah menentukan para Imam yang ke dua belas (12 Imam as. ) dan beliau telah menetapkan mereka sebagai khalifah-khalifah setelahnya dan menjadi penerima wasiat di tengah umatnya. Telah disebutkan jumlah mereka dalam hadis-hadis shahih Ahlussunnah bahwa mereka itu adalah dua belas orang semuanya dari Quraisy, dan hal itu telah diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim serta lainnya. Sebagaimana dalam Sunni telah menyebutkan nama-nama mereka penjelasan Nabi Muhammad saww, bahwa yang pertama adalah ‘Ali bin Abi Thalib dan setelahnya ialah putranya yakni al-Hasan as,kemudian saudaranya al-Husein as, sedang yang terakhir ialah al-Mahdi. Sebagaimana tersebut dalam hadis berikut ini :
Shahibu Yanabi’ al-Mawaddah telah meriwayatkan dalam kitabnya, dia berkata, “Seorang Yahudi disebut al-A’tal datang kepada Nabi Muhammad saww, dan ia berkata, “Hai Muhammad, saya menayakan kepadamu perkara-perkara yang telah terdetak dalam dadaku semenjak beberapa waktu, jika engkau dapat menjawabnya niscaya saya akan menyatakan masuk Islam di tanganmu.’Beliau menjawab, ‘Tanyalah! hai Aba Ammarah, maka ia menanyakan beberapa perkara yang sijawab oleh Nabi saww dan ia membenarkan, kemudian ia menanyakan, ‘Beritahukanlah padaku tentang penerimaan wasiatmu, siapakah ia itu? karena tidak seorang Nabi pun kecuali ia mempunyai seorang penerima wasiat, dan sesungguhnya Nabi kami Musa bin Imran telah berwasiat kepada Yusa’ bin Nun.’ Maka beliau bersabda, ‘Sesungguhnya penerima wasiatku adalah ‘Ali bin Abi Thalib dan setelahnya adalah kedua cucuku al-Hasan dan al-Husein kemudian beliau menyebutkan sembilan Imam dari tulang sulbi al-Husein. ‘Lalu ia berkata, ‘Ya Muhammad, sebutkanlah nama-nama mereka kepadaku!’ Beliau bersabda, “Bila al-Husein telah berlalu maka diganti oleh anaknya “Ali, bila ‘Ali telah berlalu maka diganti anaknya Muhammad, bila Muhammad berlalu maka diganti anaknya Ja’far, Musa, ‘Ali, Muhammad, ‘Ali, Hasan, al Hujjah Muhammad al-Mahdi as, maka itu semuanya adalah dua belas orang Imam.’ Kemudian orang Yahudi itu pun masuk Islam dan ia memuji Aallah SWT karena petunjuk-Nya.”
Seandainya kita mau membuka lembaran kitab-kitab Syi’ah dan apa yang terkandung di dalamnya, dari hal kebenaran khususunya tentang masalah ini niscaya kita akan mendapatkan lebih banyak dari itu. Tapi cukuplah bagi kita sebagai bukti bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah mengakui jumlah para Imam yang ke-12 itu, dan tidak terwujud para Imam itu selain ‘Ali dan anak-anaknya yang telah disucikan. Dan yang dapat menambahkan kayakinan bagi kita ialah, bahwa Imam yang ke-12 dari Ahlulbait itu tidka pernah belajar pada satu orang pun dari para ulama umat ini, tidak ada yang meriwayatkan pada kita baik para ahli tarikh maupun ahli hadis dan sejarawan, bahwa salah seorang Imam dari Ahlulbait itu mendapatkan ilmunya dari sebagian sahabat atau tabi’in sebagaimana halnya para ulama umat dan para imam mereka.
Sebagaimana Abu Hanifah belajar kepada Imam Ja’far ash -Shadiq dan Malik belajar kepada Abu Hanifah sedang Syafi’i mendapat ilmu dari Malik dan ia mengambil darinya, begitu pula Ahmad bin Hanbal. Adapun para imam Ahlulbait maka ilmu mereka adalah merupakan pemberian dari Allah SWT yang mereka mewarisi dari Bapak yang berasal dari datuk mereka, mereka itulah yang diistimewakan oleh Allah SWT dengan firmannya:
“Kemudian kami mewariskan kitab pada orang-orang yang telah kami pilih dari antara hamba-hamba Kami.” (QS.Fathir:32)
Imam Ja’far ash-Shadiq pernah menyatakan tentang hakikat tersebut sekali waktu dengan ungkapannya, “Sungguh mengherankan orang-orang itu, mereka mengatakan bahwa mereka mengambil ilmu seluruhnya dari Rasulullah saww dan mengamalkannya serta mendapat petunjuk ! Kemudian mereka mengatakan bahwa kami Ahlulbait tidak mengambil ilmu beliau dan tidak mendapat petunjuk, padahal kami adalah keluarga dan keturunan beliau, di rumah kamilah wahyu itu diturunkan dan dari sisi kami ilmu itu keluar kepada manusia, apakah Anda menganggap mereka berilmu dan mendapat petunjuk sedangkan kami bodoh dan tersesat…?”
Ya, bagaimana Imam ash-Shadiq tidak mengherankan mereka itu yang mendakwahkan diri telah mengambil ilmu dari Rasulullah saww, padahal mereka memusuhi Ahlulbait beliau dan pintu ilmunya yang melalui dirinya ilmu itu diberikan, bagaimana tidak mengherankan penempatan nama Ahlussunnah, padahal mereka sendiri penentang sunah itu. Dan bila Syi’ah sebagaimana telah disaksikan oleh sejarah, mereka itu mengistimewakan ‘Ali dan membelanya serta mereka berdiri tegak menentang musuhnya, memerangi orang yang memeranginya, dan damai dengan orang yang damai dengannya dan mereka telah mengambil seluruh ilmu darinya. Maka Ahulussunnah wal Jama’ah itu tidaklah mengikuti dan ingin membinasakannya, dan mereka telah meneruskan sikap itu terhadap anak keturunan setelahnya dengan pembunuhan, penjara, dan pengusiran. Mereka telah bertentangan dengannya dalam kebanyakan hukum dengan dasar mengikuti para pendakwah ilmu pengetahuan yang mereka itu saling berselisih sesuai dengan pendapat dan ijtihad mereka dalam perkara hukum Allah, lalu mereka menggantikannya sesuai dengan hawa nafsu dan kepentingan yang mereka tuju.
Dan bagaimana kita sekarang tidak heran terhadap orang-orang yang mendakwahkan mengikuti sunah Nabi saww, dan menyetakan sendiri telah meninggalkan sunah Nabi saww karena ia telah menjadi Syi’ah bagi Syi’ah , bukanlah ini merupakan hal yang mengherankan?
Bagaimana kita tidak heran terhadap orang-orang yang mendakwahkan diri sebagai Ahlussunnah wal Jama’ah, sedang mereka merupakan kelompok yang banyak, seperti pengikut Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Hambali yang mereka itu saling berselisih sebagian dengan lainnya dala hukum-hukum fiqih dan menganggap bahwa perselisihan itu adalah merupakan suatu rahmat bagi mereka, sehingga dengan demikian agama Allah SWT menjadi lampiasan hawa nafsu dan pendapat serta sasaran selera diri mereka. Memang benarlah, bahwa mereka adalah kelompok terbanyak yang saling berpecah-belah dalam hukum Allah SWT dan Rasul-Nya, tetapi mereka bersatu dan bersepakat dalam mengesakan kekhalifahan Saqifah yang durhaka dan bersepakat dalam meninggalkan dan menjauhkan keluarga Nabi saww, yang Suci.
Bagaimana kita tidak heran terhadap mereka itu yang membanggakan diri sebagai Ahlussunnah, padahal mereka telah meninggalkan yang berharga yakni Kitabullah dan keluarga Rasul betapapun mereka sendiri telah meriwayatkan hadis tersebut dan menshahihkannya…? Sesungguhnya mereka itu tidak berpegang baik pada Al-Qur’an maupun pada keluarga Rasul, sebab dengan meninggalkan keluarga Rasul yang suci itu berarti mereka telah meninggalkan Al-Qur’an, karena hadis yang mulia menetapkannya bahwa Al-Qur’an dan keluarga Rasul itu tidak pernah berpisah selama-lamanya, sebagaimana Rasulullah telah menyatakan hal itu dengan sabdanya:
“Tuhan Yang Maha Halus lagi Maha Sadar telah memberitahukan padaku bahwa keduanya yakni Aal-Qur’an dan keluarga Rasul tidak akan pernah berpisah sehingga menemui aku di telaga surga.”
Dan bagaimana kita tidak heran kepada kaum yang mendakwahkan diri sebagai Ahlussunnah padahal mereka bersikap menentang terhadap apa yang telah ditetapkan dalam kitab shahih mereka dari hal perbuatan Nabi saww dan perintahnya serta larangannya.
Adapun bila kita meyakini dan membenarkan hadis, “aku tinggalkan pada kalian Kitabullah dan sunahku, selama kalian berpegang pada keduanya niscaya kalian tidak akan sesat selama-lamanya.” Sebagaimana yang telah ditetapkan bagi sebagian Ahlussunnah sekarang ini, maka keheranan itu akan menjadi lebih besar dan kecelakaan itu akan lebih jelas. Karena justru para tokoh mereka dan imam mereka itulah orang-orang yang telah membakar sunah yang telah ditinggalkan Rasulullah saww di kalangan mereka, dan telah mencegah periwayatannya dan penulisannya sebagaimana yang telah kita ketahui dalam pembahasan terdahulu.
Umar bin khatab sendiri dengan terang-terangan telah menyatakan ucapan, “Cukup bagi kami Kitabullah,” itu adalah merupakan penolakan yang nyata terhadap Rasulullah saww, sedangkan orang yang menolak Rasulullah berarti menolak Allah SWT sebagaimana hal itu tak bisa disembunyikan lagi. Ucapan Umar bin Khathab tersebut telah diriwayatkan oleh seluruh hadis-hadis shahih Ahlussunnah termasuk di dalamnya Bukhari dan Muslim. Apabila Nabi saww telah bersabda, “Aku telah tinggalkan pada kalian Kitabullah dan sunahku, dan kami tidak membutuhkan sunahmu, dan bila Umar telah berkata dihadapan Nabi saww, “Cukup bagi kami Kitabullah, maka sesungguhnya Abu Bakar telah menguatkan untuk mewujudkan pandangan temannya itu lalu ia menyatakan setelah menjadi Khalifah:
"Janganlah kalian meriwayatkan suatu hadis dari Rasulullah saww, maka jika seseorang bertanya pada kalian, katakanlah di antara mereka kita dan kalian ada Kitabullah, maka halalkanlah apa yang telah dihalalkannya dan haramkanlah apa yang telah diharamkan".
Bagaimana kita tidak heran terhadap kaum yang telah meninggalkan sunah Nabi saww mereka dan membelakanginya lalu mereka menggantikan kedudukannya dengan suatu bid’ah yang mereka perbuat yang mana tidak diizinkan oleh Allah SWT, kemudian mereka menamakan diri dan pengikutnya dengan Ahlussunnah wal Jama’ah…? Tetapi keheranan tersebut akan musnah ketika kita katahui bahwa Abu Bakar, Umar, dan Utsman sebenarnya tidak mengenal pemberian nama tersebut selama-lamanya. Inilah Abu Bakar yang telah menyatakan:
"Jika kalian membebani aku dengan sunah Nabi saww, niscaya aku tidak akan mampu"
Bagaimana mungkin Abu Bakar tidak mampu menjalankan sunah Nabi saww? Apakah sunah beliau itu suatu perkara yang mustahil dilaksanakan. Sehingga Abu bakar tidak mampu? Bagaimana Ahlussunnah bisa mendakwahkan diri berpegang padanya jika tokoh mereka yang pertama dan pembina mazhab mereka itu tidak mampu melaksanakan sunah? Bukankah Allah SWT menyatakan, “Pada diri Rasulullah suatu tauladan yang baik bagi kalian .” (QS. al-Ahzab:21) dan firman-Nya, “Allah tidak membebani seseorang kecuali semampunya.” (QS. at-Thalaq:7) Dan juga firman-Nya, “Dan tidak menjadikan suatu kesulitan bagi kalian dalam agama.” (QS. al-Haj :78)
Apaakah Abu Bakar dan temannya Umar menganggap bahwa Rasulullah telah menciptakan suatu agama yang bukan diturunkan oleh Allah SWT, lalu beliau memerintah kaum Muslim ini dengan sesuatu yang tak terangkat dan membebani mereka dengan kesuliatan? Hal itu tidak mungkin, bahkan yang sering beliau katakan yakni, “Gembirakanlah dan jangan jadikan mereka lari, mudahkanlah dan jangan kalian mempersulit, sesungguhnya Allah SWT telah memberi kalian keringanan maka jangan kalian memberatkan diri kalian sendiri.” Tetapi pengakuan Abu Bakar bahwa ia tidak mampu melaksanakan sunah Nabi saww itu adalah menguatkan apa yang menjadi pendapat kami bahwa ia telah melakukan suatu bid’ah yang mampu ia laksanakan sesuai dengan keinginannya dan sejalan dengan politik yang ia kuasai. Dan mungkin Umar bin Khathab berpandangan yang lain, bahwa hukum-hukum Al-Qur’an dan sunah itu tak mampu dilaksanakan, lalu ia sengaja meninggalkan shalat ketika ia junub sedangkan air tidak didapatinya dan ia berfatwa demikian di saat kekhalifahannya, sedang orang khusus dan yang umum telah mengetahui hal itu dan seluruh ahli hadis telah meriwayatkan itu darinya.
Hal itu dikarenakan Umar adalah orang yang gemar banyak bersetubuh dan dialah yang disinggung oleh firman Allah SWT, “Allah mengetahui bahwa kalian mengkhianati diri kalian lalu Dia mengampuni kalian.” (Qs. al-Baqarah: 187) Ini lantaran ia tidak mampu menahan diri dari bersetubuh di waktu puasa, dan dikarenakan air sangat sedikit maka Umar berpendapat bahwa yang paling mudah ialah meningalkan shalat dan bersantai-santai sampai ia mendapatkan air yang mencukupi untuk mandi, ketika itu baru ia kembali mengerjakan shalat.
Adapun Utsman maka ia benar-benar telah mengabaikan sunah Nabi saww sebagaimana yang telah dikenal, sehingga ‘Aisyah mengeluarkan baju Nabi saww dan berkata, “Sungguh Utsman telah menghancurkan sunah Nabi saww sebelum baju beliau sendiri menjadi rusak.” Sehingga ia dicela oleh para sahabat bahwa ia telah menentang sunah Nabi saww, dan sunah Abu Bakar, Umar dan mereka pun membunuhnya lantaran itu.
Mengenai Muawiyah, terserah apa yang Anda katakan, tidak mengapa, sesungguhnya ia telah meninggalkan Al-Qur’an dan sunah adalah dariku dan aku darinya, siapa yang mencaci ‘Ali sungguh telah mencaciku dan siapa yang mencaciku sungguh ia telah mencaci Allah SWT,” Kita dapati Muawiyah telah mengarahkan cacian dan kutukan padanya ia belum merasa cukup dengan itu sehingga ia memerintahkan seluruh wali-walinya dan para pegawainya untuk mencaci dan mengutuknya, siapa yang menolak di antara mereka maka ia disingkirkan dan dibunuh.
Dan kita telah mengetahui bahwa Muawiyah itu adalah orang yang telah menamakan dirinya dan pengikutnya sebagai Ahlussunnah wal jama’ah dalam rangka menentang penamaan Syi’ah sebagai pengikut kebenaran. Dan sebagian ahli sejarah meriwayatkan bahwa tahun dimana Muawiyah memegang penuh kekuasaan umat Islam, setelah mengadakan perjanjian dengan al-Hasan bin ‘Ali Thalib bin Abi Thalib, maka tahun itu dinamakan tahun jama’ah. Dan keheranan pun akan hilang ketika kita memahami bahwa kata-kata sunah itu tidak dimaksudkan oleh Muawiyah dan pengikutnya kecuali hanyalah pengutukan ‘Ali bin Abi Thalib dari atas mimbar-mimbar Islam pada setiap hari Jumat dan hari Raya.
Apabila Ahlussunnah wal Jama’ah itu merupakan rekayasa Muawiyah bin Abi Sofyan maka kita memohon pada Allah SWT agar mematikan kita di dalam bid’ah rafidhi yang telah dibina oleh ‘Ali bin Abi Thalib dan Ahlulbait (salam atas mereka). Anda tidak usah kaget wahai pembaca yang mulia, bila Ahlul bid’ah dan kesesatan itu menjadi Ahlussunnah wal Jama’ah sedang imam-imam yang suci dari Ahlulbait itu menjadi Ahli bid’ah.
Inilah al-Allamah Ibnu Khaldun yang termasuk ulama termasyhur dari Ahlussunnah wal Jama’ah, ia menyatakannya dengan tegas setelah ia memerinci mazhab-mazhab jumhur ia mengatakan, “Ahlulbait itu menjadi terasing karena aliran faham yang mereka adakan dan fiqih yang berlainan dan mereka telah membina mazhab mereka atas dasar pencacian sebagian sahabat.”
Wahai pembaca, bukankah saya telah katakan dari semula, seandainya Anda berbuat sebaliknya niscaya Anda benar/tepat. Maka jika orang-orang fasik dari kalangan Bani Umayah mereka itu adalah Ahlussunnah dan Ahlulbait itu adalah Ahli bid’ah seperti yang dikatakan Ibnu Khaldun, maka buat Islam ucapan selamat jalan dan buat dunia ucapan selamat datang.
Catatan ini telah dibuat pada 23 Mac 2009 pada 5:48 AM di bawah Ushuluddin dengan label Tauhid. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed Anda boleh catatkan maklumbalas, atau trackback daripada laman anda.
Respons kepada tulisan: “Abu Bakar, Umar dan Uthman penentang Ahlul Bayt Nabi saww!”
Sumber:http://pakoz.wordpress.com/2009/03/23/abu-bakar-umar-dan-uthman-penentang-ahlul-bayt-rasul/http://pakoz.wordpress.com/2009/03/23/abu-bakar-umar-dan-uthman-penentang-ahlul-bayt-rasul/
NASIB PERJUANGAN ACHEH - SUMATRA
29 September 2009 pada 3:40 PM
http://achehkarbala.blogspot.com/
Memang sungguh pahit ketika orang Sunni membacanya kecuali pribadi yang senantiasa berdaya upaya untuk mencari kebenaran yang hakiki. Betapa tidak, orang yang senantiasa mereka agung-agungkan ternyata penentang Rasulullah sendiri. Padahal kalau mereka mau berfikir secara tulus dan ikhlas sungguh sangat sederhana memahami kebenaran pengikut keluarga Rasulullah, Syi’ah Imamiah 12 atau Islam mazhab Jakfari.
Misalnya tentang pengangkatan Imam Ali secara resmi sebagai khalifah Rasulullah atau penggantinya di Ghadirkhum. Pertama Imam Alilah yang menjawab: “Sayalah ya Rasulallah yang menolong anda” ketika Rasulullah diperintahkan Allah untuk menyampaikan seruannya kepada kaum kerabat. Kedua Imam Alilah yang bersedia sebagai penggantinya tidur di tempat tidur Rasulullah ketika hendak hijrah ke Madinah. Imam Ali tidak merasa takut sedikitpun menempatkan diri sebagai umpan maut sementara Nabi Musa sendiri merasa takut berhadapan dengan Fir’un setelah membun uh orang Qubti.
Ke 3 Saat Rasulullah berpatroli ke medan tempur, Imam Alilah penggantinya di Madinah bukan pribadi yang lain. Orang – orang hipokrit mendakwakan bahwa Rasulullah tidak senang terhadap Imam Ali. Lalu Imam menelusuri Rasulullah ke Medan tempur. Rasulullah berkata pada Imam: ” Tidak senangkah hai Ali Hubungan kita seperti Musa dan Harun, ketika Musa pergi, Harun tinggal sebagai gantinya?. Wahai Ali tidak ada orang yang membenci anda kecuali orang-orang munafiq. Jadi pribadi-pribadi yang terlanjur diagung-agungkan golongan tertentu ternyata munafiq, kata Rasulullah sendiri.
Ke 4 Imam Alilah yang mendapat julukan Pintu kota Ilmu, Imam Ali lah yang sanggub mengalahkan semua lawan dalam perang tanding, Pintu rumah Imam Alilah satu-satunya yang bebas terbuka ke dalam mesjid Rasulullah, Imam Ali lah yang sanggup membobolkan benteng Khaibar dengan berperisai daun pintu, sementara sebelumnya tidak dapat di bobolkan oleh Abubakar dan Umar, Imam Ali lah bersama Hassan dan Hussein serta isterinya, Fatimah Az Zahara yang dimasukkan Rasulullah dalam selimut kain Kisa Yaman serta dimintakan kepada Allah untuk mensucikannya, Imam Ali lah bersama Hassan san Hussein serta isterinya, Fatimah Az Zahara, sebagai anggota dalam bermubahalah dengan kaum kuffar Najran, Imam Ali lah yang sanggup berkata sepeninggal Rasulullah: ”Tanyakan saya apa saja yang tidak kalian tau sebelum aku meninggalkan kalian”. Masih banyak lagi yang tidak sempat kita ingat kali ini.
Ke 5 ketika Imam Ali diangkat sebagai wakilnya di Ghadirkhum, semua peserta membai’at Imam Ali dengan berjabat tangan. Umar bin Khattab malah berkata lagi: “Tahniah ya Abbal Hassan, anda telah menjadi pemimpin kaum muslimin dan muslimah”. Ironisnya justru Umar, Abubakar, Usman cs yang membuat rapat gelab di belakang Ka-bah setelah pengangkatan Imam Ali, betapa hipokritnya mereka itu.
Saya pribadi pertama berpikir, tidakkah membuat pihak lain benci kepada saya andai hal yang seperti ini kita ungkapkan? Kesimpulan yang saya ambil bahwa memang berdakwah itu adakala beresiko. Tujuan kita untuk membebaskan manusia dari jalan yang keliru bukan mencaci mereka. Bukankah Rasulullah sendiri ada yang berusaha untuk membunuhnya, akibat sakitnya mereka mendapat info dari Rasul bahwa tuhan yang mereka sembah itu jangnkan menolong mereka, menolong diri sendiripun tak mampu?. Lalu beliau mengatakan bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah.
Rasulullah berkata bahwa telah pecah agama yang dibawa Nabi Musa dan Harun kepada 21 firqah. Semuanya masuk Neraka kecuali hanya satu firqah saja ke Syurga. Telah pecah agama yang dibawa Nabi ‘Isa bin Maryam kepada 22 firqah. Semuanya masuk neraka kecuali satu firqah saja yang masuk Syurga. Akan pecah Ummatku kepada 23 firqah. Semuanya masuk Neraka kecuali satu firqah saja yang masuk Syurga”
Dalam menanggapi hadist tersebut masing-masing golongan menganggap golongan mereka yang benar. Justru itulah saya bertekat untuk mengungkapkan ketimpangan sebahagian besar para sahabat dan berpatah balik setelah Rasulullah kembali kehadhirat Allah swt.untuk menyelamatkan merka. Beruntunglah orang-orang yang tidak fanatikbuta dalam beragama, hingga menemukan firqah mana yang diredhai Allah swt. Aamin, yaa Rabbal ’aalamin.
Muhammad al Qubra
Acheh – Sumatra