KEMUNCULAN NABI PALSU DAN "ISLAM RADIKAL" YANG TIDAK PUNYA WAWASAN KEMANUSIAAN DI MALAYSIA DAN INDONESIA PASTI ADA KAITANNYA DENGAN SEPAKTERJANG KITA YANG TIDAK ISLAMI
hsndwsp
di
Ujung Dunia
Kalau suatu komunitas atau negara systemnya tidak Islami sementara mayoritas penduduknya beragama Islam dan kehidupannya morat marit, terbukti di negara tersebut tidak ada "Rahmatan lil 'alamin" sebagai indikasi tidak adanya keredhaan Allah swt.
Apabila kondisi seperti itu berjalan terus menerus tanpa adanya perobahan dari penguasa dan segenap aparatnya, bermacam penyakit akan timbul dinegara tersebut. Contohnya muncul berbagai model "nabi palsu" macam di Indonesia. Mengapa nabi palsu bisa muncul dan mengapa banyak pula pengikutnya? Persoalannya mereka menyaksikan tidak ada rakmatan bagi segenap penduduk, kecuali bagi para penguasa, lembaga legislatif, eksekutif dan bahkan lembaga Ulama dan lembaga agama lainnya. Konklusi yang diambil para pengikut nabi palsu, berarti Islam penguasa dan segenap pengikutnya adalah Islam Palsu.
Kemunculan "Islam radikal" atau aliran Wahabi takfiri diberbagai negara yang mayoritas penduduknya hidup menderita.
Kemunculan Islam radikal dan brutal baru-baru ini pasti ada hubungannya dengan kondisi masyarakat seperti diatas. Mereka tidak percaya lagi kepada para Ulama Pemerintah. Mereka hanya percaya kepada para ulama yang mendukung perjuangan mereka. Mereka senantiasa mengucapkan kata-kata "Jihad" dimulut mereka. Mereka meyakini bahwa andaikata mereka mati pasti mati syahid dan masuk Surga. Justeru itu mereka berduyun-duyun dari berbagai negara hendak menyambut "kesyahidan". Bayangkan para wanita saja berduyun-duyun menyambut fatwa ulama mereka bahwa "jihad nikah" juga mendapat Surga sebagai imbalannya.
Ketika pemerintah menyaksikan fenomena tersebut muncul didepan mata mereka, mereka kalap dan meminta para ulama negara untuk mengeluarkan fatwa tentang "jihad" yang mereka yakini, seperti di kerajaan Malaysia baru-baru ini. Kemungkinan besar pemerintah Indonesia juga akan merasa dengan perasaan yang sama sebagaimana yang dirasakan pemerintah Malaysia.
Pertanyaannya.
Siapakah yang bersalah atas kemunculan Islam radikal tersebut? Apakah tepat kalau kita salahkan mereka seratus persen?
Mari kita analisa mengapa fenomena yang sangat menyayat hati itu bisa muncul.
Kalau kita meyakini petunjuk Allah, Rasulnya dan pribadi-pribadi yang ditunjukkan Allah swt paska kewafatan RasulNya, tidak boleh tidak kita harus kembali kepada petunjuk Allah swt dalam persoalan apapun. Sedikit saja terabaikan petunjuk Allah swt akan berakibat sangat fatal dalam hidup di Dunia ini yang resikonya adalah Neraka.
Para pejuang Islam yang radikal itu meyakini ayat Allah surah al Maidah ayat 44, 45 dan 47. Dalam ayat tersebut (44), Allah katakan barang siapa yang tidak menghukum dengan hukum yang diturunkan Allah adalah "Kafir".
Itu memang benar bahwa yang namanya kafir bukan hanya orang-orang yang mengaku bahwa agama mereka bukan Islam saja. Kafir yang Allah nyatakan itu lebih buruk disisi Allah dibandingkan orang-orang yang mengaku bukan beragama Islam tetapi masih memiliki wawasan kemanusiaan. Pada fenomena yang dinyatakan Allah kafir tidak ada kebaikan dan harapan tetapi masih ada kebaikan dan harapan pada diri non muslim yang berwawasan kemanusiaan macam Ahok (Basuki Cahaya Purnama). Fenomena yang dinyatakan Allah dalam al Maidah 44 sama esensinya dengan kafir harbi, hingga Allah sendiri mewanti-wanti pada RasulNya:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka (hai Muhammad), kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tetap tidak akan beriman.
خَتَمَ اللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ وَعَلَىٰ سَمْعِهِمْ ۖ وَعَلَىٰ أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Allah telah mengunci-mati hati, pendengaran dan penglihatan mereka ditutup rapat. Dan bagi mereka siksa yang amat berat. (QS. 2, 6-7)
Lalu kalau begitu apakah perjuangan Islam radikal itu sudah benar? "tidak". Kenapa tidak? Mu'min tidak cukup beriman dengan hanya satu ayat saja tetapi keseluruhan al Qur-an (kaffah). Kalau tidak ada dalam Qur-an? Ikuti Hadist Nabi. Kalau tidak ada Hadist atau sudah dipalsukan macam dipalsukannya ayat-ayat Allah dari Nabi Daud, Musa dan 'Isa? Ikuti kata para Imam yang diutus sebagai perpanjangan keimamahan Rasulullah paska kewafatannya agar ummah tidak sesat.
Kalau tidak?
Lihatlah para takfiri wahabi itu ketika mereka mengklaim hendak mendirikan "Negara Islam" macam di Suriah dan Irak, membunuh siapapun yang tidak sependapat dengan mereka. Malah mereka fitnah lagi bahwa itu kerjanya tentara Basyar Assad. Mereka menghalalkan cara apa saja demi tercapai tujuan mereka. Pertanyaannya, apakah Rasulullah saww dulu membunuh pihak mana saja yang tidak sependapat dengan beliau? Jawabannya pasti "Tidak". Kalau begitu siapakah yang mereka teladani untuk mendirikan negara Islam? Kaum Khawarij yang keluar dari komunitas Imam Ali, khalifah Islam yang sah. Lalu sepakterjang kaum khawarij tersebut diteruskan oleh Muawiyah bin Abu Sofyan dan anaknya, Yazid bin Muawiyah. (Muawiyah membunuh semua pengikut Imam Ali paska kewafatan beliau termasuk meracuni Imam Hassan, cucu Rasulullah yang pertama. Lalu Yazid berani membantai keturunan Rasulullah saww di Karbala setelah menzalimi Imam Hussein, cucu Rasulullah yang kedua). Inilah yang diteladani kaum takfiri, bukan Rasulullah saww.
Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya (Kaffah), dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS [2]: 208-209).
Hukum Allah diantaranya, pencuri dipotong tangannya, Penzina dirajam. Apabila pemerintah tidak adil (bertentangan dengan ayat keadilan), "yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin". Apabila dalam kondisi seperti itu diterapkan hukum potong tangan, habislah terpotong tangan sebahagian besar orang miskin sementara pencuri berdasi (baca koruptor) lolos dari hukum potong tangan disebabkan mereka pintar menyembunyikan bukti saat diperiksa hakim atau bahkan mereka mampu menyogok para hakim. Apabila diterapkan juga hukum Islam "potong tangan" dalam kondisi seperti itu, hukum tersebut berobah substansinya menjadi "hukum laba-laba". Tidak berlaku bagi "orang besar".
Untuk dapat diterapkan hukum Allah, langkah pertama system Islam (Kedaulatan Allah) yang harus diusahakan duluan. Langkah selanjutnya kesejahteraan rakyat seluruhnya, apapun agama mereka tidak boleh pandang bulu atau tebang pilih agamanya. Langkah selanjutnya kekayaan yang dimiliki seseorang dikarenakan kedekatannya dengan penguasa harus dihimbau secara maksimal untuk dikembalikan kepada negara untuk didistribusikan kepada rakyat yang haknya terabaikan. Apabila terabaikan oleh pelakunya, pemerintah berhak menyita harta tersebut, dimana sesungguhnya itu milik rakyat jelata.
Hal ini tidak mungkin terjadi di Malaysia, Indonesia dan negara-negara lainnya kecuali munculnya kepemimpinan yang benar-benar merakyat di negara tersebut.
Apabila disuatu negara para pemimpin di lembaga Legislatif, Yudikatif, Eksekutif dan lembaga negara lainnya tidak adil, minimal mencari kesenangan diatas penderitaan rakyatnya, mereka itulah yang dinyatakan kafir oleh Allah swt dalam al Maidah ayat 44, kendatipun mereka membuat diskusi berapi-api menyatakan diri mereka itu beragama Islam. Mereka baru sadar setelah mereka berpindah ke alam Qubur tetapi tidak ada artinya lagi saat itu bagi mereka. (Na'uzubillahi min zalik)
Kesimpulannya
Kemunculan "Islam Radikal" ada kaitannya dengan sepak terjang "perangkat penguasa" dalam suatu negara taghut yang tidak adil.
Kemunculan "Islam adikal" ada kaitannya dengan sepak terjang para ulama yang tidak peduli kepada kehidupan rakyat jelata tetapi asik berfatwa dengan fatwa yang menguntungkan penguasa. Dengan kata lain keberadaan lembaga ulama (baca MUI) hanya untuk melanggengkan kekuasaan majikannya (penguasa).
Kemunculan "Islam Radikal" ada kaitannya dengan ketidak pedulian lembaga legislatif yang mewakili rakyat tetapi berperan sebagai Dewan Penipu Rakyat.
Kalau tidak ingin bermunculan bermacam-macam "penyakit" dalam negara, kembalilah kepada petunjuk Allah, Rasulnya dan Para Imam yang diutus. Penguasa Legislatif, Yudikatif, Eksekutif, lembaga Ulama dan lembaga negara lainnya, bersatulah semuanya untuk mengembalikan kekayaan negara menjadi benar-benar milik rakyat keseluruhannya bukan milik segelintir rakyat saja. Berbuat adillah dalam segala bidang kenegaraan agar pemerintahan kita mendapat redha Allah swt.
Billahi fi sabililhaq
hsndwsp
di Ujung Dunia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar