Bismillaahirrahmaanirrahiim
Kelahiran Nabi Isa bin Maryam as
Kalau Nabi Adam dan Hawa bisa exist tanpa Ibu dan Ayah
Kenapa Nabi 'Isa tanpa ayah saja bisa terkecoh
Sekian milyar Manusia hingga menganggapnya
sebagai Tuhan?
(hsndwsp)
Acheh - Sumatra
Matahari tampak akan tenggelam, angin pun bertiup sepoi-sepoi di sekitar pepohonan. Harum semerbak mulai memenuhi mihrab Maryam. Bau itu menembus jendela mihrab dan mengepakkan sayapnya di sekeliling gadis perawan yang khusuk dalam salat tanpa seorang pun mendengar suaranya. Maryam merasa bahwa udara dipenuhi dengan bau harum yang mengagumkan. Ia kembali melakukan salatnya dengan khusuk dan mengungkapkan syukur kepada Allah SWT.
Seekor burung hinggap di jendela mihrab. Ia mengangkat paruhnya ke atas dan mengarahkan ke matahari serta mengepakkan kedua sayapnya lalu ia terjun ke air dan mandi di dalamnya. Kemudian ia terbang ringan di sekitamya. Maryam ingat bahwa beliau lupa untuk menyirami pohon mawar yang tumbuh secara tiba-tiba di tengah dua batu yang tumbuh di luar mesjid. Maryam menyelesaikan salatnya lalu ia keluar dari mihrab dan menuju pohon. Belum selesai beliau siap-siap untuk keluar sehingga para malaikat memanggilnya: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu).” (QS. Ali ‘Imran: 42)
Maryam berhenti dan tampak wajahnya yang pucat dan semakin bertambah. Mihrab itu dipenuhi dengan kalimat-kalimat para malaikat yang memancarkan cahaya. Maryam merasa bahwa pada hari-hari terakhir terdapat perubahan pada suasana rohaninya dan fisiknya. Di tempat itu tidak terdapat cermin sehingga ia tidak dapat melihat perubahan itu. Tetapi ia merasa bahwa darah, kekuatan dan masa mudanya mulai meninggalkan tempatnya dan digantikan dengan kesucian dan kekuatan yang lebih banyak. Beliau menyadari bahwa ia sedang gugup. Beliau merasakan kelemahan manusiawi dan adanya kekuatan yang luar biasa. Setiap kali tubuhnya merasakan kelemahan, maka bertambahlah kekuatan dalam ruhnya. Perasaan yang demikian ini justru membangkitkan kerendahan hatinya. Maryam mengetahui bahwa ia akan memikul tanggung jawab besar.
“Dan (ingatlah) ketika malaikat (Jibril) berkata: ‘Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yong semasa dengan kamu).” (QS. Ali ‘Imran: 42)
Dengan kalimat-kalimat yang sederhana ini Maryam memahami bahwa Allah SWT telah memilihnya dan menyucikannya dan menjadikannya penghulu para wanita dunia. Beliau adalah wanita terbesar di dunia. Para malaikat kembali berkata kepada Maryam: “Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama orang-orang yang ruku.” (QS. Ali ‘Imran: 43)
Perintah tersebut ditetapkan setelah adanya berita gembira agar beliau meningkatkan kekhusukannya, sujudnya, dan rukuknya kepada Allah SWT. Maryam lupa terhadap pohon mawar dan beliau kembali salat. Maryam merasakan bahwa sesuatu yang besar akan akan terjadi padanya. Beliau merasakan hal itu sejak beberapa hari, tetapi perasaan itu semakin menguat saat ini.
Matahari meninggalkan tempat tidurnya sementara malam telah bangkit sedangkan bulan duduk di atas singgasananya di langit dan di sekelilingnya terdapat awan-awan yang indah dan putih. Kemudian datanglah pertengahan malam dan Maryam masih sibuk dalam salatnya. Beliau menyelesaikan salatnya dan teringat pohon mawar itu lalu beliau membawa air di suatu bejana dan pergi untuk menyiramnya.
Pohon mawar itu tumbuh di antara dua batu di tempat yang tidak jauh dari mesjid yang hanya ditempuh beberapa langkah darinya. Tempat itu jauh dari jangkauan manusia sehingga tak seorang pun mendekatinya. Tempat itu sudah dijadikan tempat yang khusus bagi Maryam untuk melakukan salat di dalamnya atau beribadah. Maryam mendekati pohon mawar itu dan menyiramnya. lalu beliau meletakkan bejana, kemudian ia memikirkan pohon mawar itu di mana tangkainya semakin panjang pada dua malam yang dilaluinya.
Tiba-tiba, Maryam mendengar suara derap kaki yang mengguncang bumi. Beliau tidak mendengar suara kaki yang berjalan, tetapi beliau mendengar suara kaki yang menetap di atas batu serta pasir. Maryam merasakan ketakutan. Ia merasakan bahwa ia tidak sendirian. Ia menoleh ke sebelahnya namun ia tidak mendapati sesuatu pun. Kemudian kedua matanya mulai berputar-putar dan memperhatikan suatu cahaya yang berdiri di sana. Maryam gemetar ketakutan dan menundukkan kepalanya. Maryam berkata dalam dirinya, siapa gerangan orang yang berdiri di sana. Maryam memandang kepada wajah orang asing itu, dan menyebabkan ia gelisah. Wajah orang itu sangat aneh, di mana dahinya bercahaya lebih daripada cahaya bulan. Meskipun kedua matanya memancarkan kemuliaan dan kebesaran tetapi wajah orang itu justru menggambarkan kerendahan hati yang mengagumkan.
Pandangan pertama yang dilihat oleh Maryam kepada orang itu mengisyaratkan, bahwa orang itu memiliki kemuliaan yang diperoleh orang yang menyembah Allah SWT selama julaan tahun. Maryam bertanya kepada dirinya, siapa gerangan orang ini? Kemudian seakan-akan orang asing itu membaca pikiran Maryam dan berkata: “Salam kepadamu wahai Maryam.” Maryam dibuat terkejut mendengar adanya suara manusia di depannya. Maryam berkata sebelum menjawab salamnya: “Sesungguhnya aku berlindung daripadamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa.” (QS. Maryam: 18)
Maryam berlindung di bawah lindungan Allah SWT dan ia bertanya kepadanya, “Apakah engkau manusia yang mengenal Allah SWT dan bertakwa kepadanya?” Kemudian orang itu tersenyum dan berkata: “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.” (QS. Maryam: 19)
Orang asing itu belum selesai menyampaikan kalimatnya sehingga tempat itu dipenuhi cahaya yang menakjubkan yang tidak menyerupai cahaya matahari, cahaya bulan, cahaya lampu, cahaya lilin bahkan cahaya api. Di sana terdapat cahaya yang sangat jernih. Kemudian terngianglah di kepala Maryam kalimat: “Aku adalah seorang utusan Tuhanmu.” Kalau begitu, dia adalah penghulu para malaikat, Ruhul Amin (Jibril) yang telah berubah wujud menjadi manusia.
Maryam mengangkat kepalanya dengan gemetar menahan luapan cinta. Jibril berdiri di depannya dalam bentuk manusia. Maryam memperhatikan kejernihan dahinya dan kesucian wajahnya. Benar apa yang diduganya bahwa Jibril memiliki kemuliaan yang diperoleh orang yang menyembah Allah SWT selama jutaan tahun. Kemudian Maryam mengingat kembali kalimat-kalimat yang diucapkan Jibril. Malaikat itu telah mengatakan bahwa ia adalah utusan Tuhannya, dan ia telah datang untuk memberi Maryam seorang anak laki-laki yang suci. Maryam ingat bahwa dirinya adalah seorang perawan yang belum tersentuh oleh seorang pun. Ia belum menikah dan belum dilamar oleh seseorang pun, maka bagaimana ia melahirkan anak tanpa melalui pernikahan. Pikiran-pikiran ini berputar-berputar di kepala Maryam lalu ia berkata kepada Jibril: “Maryam berkata: Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorangpezina!” (QS. Maryam: 20)
Jibril berkata: “Demikianlah Tuhanmu berfirman: ‘Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputushan.“‘ (QS. Maryam: 21)
Maryam menerima kalimat-kalimat Jibril. Tidakkah Jibril berkata kepadanya bahwa ini adalah perintah Allah SWT dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya pasti akan terlaksana. Kemudian, mengapa ia harus (ketika) melahirkan tanpa disentuh oleh seorang manusia pun. Bukankah Allah SWT mendapatakan Nabi Adam tanpa seorang ayah dan seorang ibu? Sebelum diciptakannya Nabi Adam tidak ada pria dan wanita. Hawa diciptakan dari Nabi Adam dan ia pun diciptakan dari laki-laki, tanpa perempuan.
Biasanya manusia diciptakan melalui pasangan laki-laki dan perempuan; biasanya ia memiliki ayah dan ibu, tetapi mukjizat terjadi ketika Allah SWT menginginkannya untuk terjadi. Kemudian Jibril meneruskan pembicaraannya: “Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran searangputra yang didptakan) dengan kalimat (yang datang) dari-Nya, namanya al-Masih Isa putra Maryam, seorang yang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa, dan dia termasuk di antara orang-orang yang saleh.” (QS. Ali ‘Imran: 45-46)
Keheranan Maryam semakian bertambah. Betapa tidak, sebelum mengandung anak itu di perutnya ia telah mengetahui namanya. Bahkan ia mengetahui bahwa anaknya itu akan berbicara dengan manusia saat ia masih kecil. Sebelum Maryam menggerakan lisannya untuk melontarkan pertanyaan lain, Jibril mengangkat tangannya dan mengerahkan udara ke arah Maryam. Kemudian datanglah hembusan udara yang bercahaya yang belum pernah dilihat sebelumnya oleh Maryam. Lalu cahaya tersebut ke jasad Maryam dan memenuhinya. Tak sempat Maryam melontarkan pertanyaan yang lain, Jibril yang suci telah pergi tanpa meninggalkan suara.
Udara yang dingin telah bergerak dan Maryam pun tampak menggigil. Maryam segera kembali ke mihrabnya. Ia menutup pintu mihrab dan ia tenggelam dalam salat yang khusuk dan ia pun menangis. Maryam merasakan kegembiraan, kebingungan dan kegoncangan serta kedamaian yang dalam. Kini, Maryam tidak lagi sendirian. Sejak Jibril meninggalkannya, ia merasakan bahwa ia tidak lagi sendirian. Ia menggerakkan tangannya yang dipenuhi dengan cahaya, kemudian cahaya ini berubah di dalam perutnya menjadi anak, seorang anak yang akan menjadi kalimat Allah SWT dan ruh-Nya yang diletakkan pada Maryam. Ketika anak itu besar, ia akan menjadi seorang rasul dan nabi yang ajarannya dipenuhi dengan cinta dan kasih sayang.
Maryam di malam itu tidur dengan nyenyak dan ia bangun di waktu Subuh. Belum lama ia membuka kedua matanya sehingga ia dibuat terkejut ketika melihat mihrab dipenuhi dengan buah-buahan yang sebenarnya tidak lagi musim. Maryam heran melihat hal itu. Ia mulai mengingat apa yang telah terjadi padanya kemarin, yaitu bagaimana kejadian saat menyiram pohon mawar, bagaimana pertemuannya dengan malaikat Jibril, bagaimana Allah SWT meniupkan kalimat-Nya padanya, bagaimana ia kembali ke mihrab, dan bagaimana tidurnya yang nyenyak. Maryam berkata kepada dirinya sambil melihat buah-buahan yang banyak: Apakah aku akan memakan sendirian buah-buahan ini. Kemudian ada suara dalam dirinya yang berkata: “Engkau tidak lagi sendirian wahai Maryam. Kini, engkau bersama Isa. Engkau harus makan dengan baik.” Dan Maryam mulai makan.
Lalu berlalulah hari demi hari. Kandungan Maryam berbeda dengan kandungan umumnya wanita. Ia tidak merasakan sakit dan tidak merasa berat, ia tidak merasakan sesuatu telah bertambah padanya dan perutnya tidak membuncit seperti umumnya wanita. Alhasil, kehamilan yang dialaminya dipenuhi dengan nikmat yang baik. Datanglah bulan yang kesembilan. Ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa Maryam tidak mengandung Isa selama sembilan bulan, tetapi ia melahirkannya secara langsung sebagai mukjizat.
Pada suatu hari, Maryam keluar ke suatu tempat yang jauh. Ia merasa bahwa sesuatu akan terjadi hari itu. Tetapi ia tidak mengetahui hakikat sesuatu itu. Kakinya membimbingnya untuk menuju tempat yang dipenuhi dengan pohon kurma. Tempat itu tidak biasa dikunjungi oleh seseorang pun karena saking jauhnya, tempat yang tidak diketahui oleh seseorang pun kecuali Maryam.
Tak seorang pun yang mengetahui Maryam bahwa sedang hamil dan ia akan melahirkan. Mihrab yang menjadi tempat ibadahnya selalu tertutup. Orang-orang mengetahui bahwa Maryam sedang sibuk beribadah dan tidak ada seorang pun yang mendekatinya. Maryam duduk beristirahat di bawah pohon kurma yang besar dan tinggi. Maryam mulai merasakan sakit pada dirinya, dan rasa sakit tersebut semakin terasa. Akhirnya, Maryam melahirkan: “Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, ia berkata: ‘Aduhai alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan.” (QS. Maryam: 23)
Rasa sakit saat melahirkan anak yang dialami wanita suci ini menimbulkan penderitaan-penderitaan lain yang segera menantinya. Bagaimana manusia akan menyambut anaknya ini? Apa yang mereka katakan tentangnya? Bukankah mereka mengetahui bahwa ia adalah wanita yang masih perawan? Bagaimana seorang gadis perawan bisa melahirkan? Apakah manusia akan membenarkan Maryam yang melahirkan anak itu tanpa ada seseorang pun yang menyentuhnya? Kemudian pandangan-pandangan keraguan mulai menyelimutinya. Maryam berpikir bagaimana reaksi manusia kepadanya dan bagaimana perkataan mereka terhadapnya sehingga hatinya dipenuhi dengan kesedihan.
Belum lama Maryam membayangkan dan meminta agar ia dimatikan dan dilupakan, tiba-tiba anak yang baru lahir itu memanggilnya: “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu ahan mengugurkan buah kurma yang masak kepadamu makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu rnelihat seorang manusia, maka katakantah: ‘Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.’” (QS. Maryam: 24-26)
Maryam melihat al-Masih yang tampan wajahnya. Wajahnya tidak kemerah-merahan dan rambutnya tidak keriting seperti anak-anak yang lahir di saat itu, tetapi ia berkulit lembut dan putih. Anak itu diselimuti dengan kesucian dan kasih sayang; anak itu berbicara kepada Maryam agar ia menghilangkan kesedihannya dan meminta padanya agar menggoyangkan batang-batang pohon kurma supaya jatuh darinya sebagian buahnya yang lezat dan Maryam dapat memakan dan meminum darinya sehingga hatinya pun penuh dengan kedamaian serta kegembiraan dan tidak berpikir tentang sesuatu pun. Jika Maryam melihat atau menemui manusia, maka hendaklah ia berkata kepada mereka bahwa ia bernazar kepada Allah SWT untuk berpuasa dan tidak berbicara kepada seseorang pun.
Maryam melihat al-Masih dengan penuh kecintaan. Anak itu baru dilahirkan beberapa saat tetapi ia langsung memikul tanggung jawab ibunya di atas pundaknya. Selanjutnya, ia akan memikul penderitaan orang-orang fakir. Maryam melihat bahwa wajah anak itu menyiratkan tanda yang sangat aneh. Yaitu tanda yang mengisyaratkan bahwa ia datang ke dunia bukan untuk mengambil darinya sesuatu, tetapi untuk memberinya segala sesuatu. Maryam mengulurkan tangannya ke pohon kurma yang besar. Belum lama ia menyentuh batangnya hingga jatuhlah darinya buah kurma yang masih muda dan lezat. Maryam makan dan minum dan kemudian ia memangku anaknya dengan penuh kasih sayang.
Saat itu, Maryam merasakan kegoncangan yang hebat. Silih berganti ketenangan dan kegelisahan menghampirinya. Segala pikirannya tertuju pada satu hal, yaitu Isa. Ia bertanya-tanya dalam dirinya: Bagaimana orang-orang Yahudi akan menyambutnya, apa yang akan mereka katakan tentangnya, apa yang akan mereka katakan terhadap Maryam, apakah para pendeta dan para pembesar Yahudi percaya bahwa Maryam melahirkan seorang anak tanpa disentuh oleh seseorang pun? Bukankah mereka terbiasa hidup dengan suasana pencurian dan penipuan? Apakah seseorang di antara mereka akan percaya padahal ia jauh dari langit bahwa langit telah memberinya seseorang anak.
Akhirnya, masa pengasingan Maryam telah berakhir dan Maryam harus kembali ke kaumnya. Maryam kembali dan waktu menunjukkan Ashar. Pasar besar yang terletak di jalan yang dilalui Maryam menuju mesjid dipenuhi dengan manusia. Mereka sibuk dengan jual-beli. Mereka duduk berbincang-bincang sambil minum anggur. Belum lama Maryam melewati pasar itu sehingga manusia melihatnya membawa seorang anak kecil yang didekapnya. Salah seorang bertanya: “Bukankah ini Maryam yang masih perawan? Lalu, anak siapa yang dibawanya itu?” Seorang yang mabuk berkata: “Itu adalah anaknya.” Mari kita dengar cerita apa yang akan disampaikannya. Akhirnya, orang-orang Yahudi mulai “mengepung” dengan berbagai macam pertanyaan: “Anak siapa ini wahai Maryam, mengapa engkau tidak mengembalikannya, apakah itu memang anakmu, bagaimana engkau datang dengan membawa seorang anak sedangkan engkau adalah gadis yang masih perawan?”
“Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.” (QS. Maryam: 28)
Maryam dituduh melakukan pelacuran. Mereka menyerang Maryam tanpa terlebih dahulu mendengarkan sanggahannya atau mengadakan penelitian atau membuktikan bahwa perkataan mereka memang benar. Maryam dicerca sana-sini dan ia diingatkan, bahwa bukankah ia seseorang yang tumbuh dari rumah yang baik dan bukanlah ibunya seorang pelacur? Lalu mengapa semua ini terjadi padanya? Menghadapi semua tuduhan itu, Maryam tampak tenang dan tetap menunjukkan kebaikannya. Wajahnya dipenuhi dengan cahaya keyakinan. Ketika pertanyaan semakin menjadi-jadi dan keadaan semakin sulit, maka Maryam menyerahkan segalanya kepada Allah SWT. Ia menunjuk ke arah anaknya dengan tangannya. Maryam menunjuk Isa.
Orang-orang yang ada di situ tampak kebingungan. Mereka memahami bahwa Maryam berpuasa dari berbicara dan meminta kepada mereka agar bertanya kepada anak itu. Para pembesar Yahudi bertanya: “Bagaimana mereka akan melontarkan pertanyaan kepada seorang anak kecil yang baru lahir beberapa hari? Apakah anak itu akan berbicara di buaiannya” .
Mereka berkata kepada Maryam: “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” (QS. Maryam: 29)
Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku al-Kitab (injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikanku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadahu, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali. ” (QS. Maryam: 30-33)
Belum sampai Isa menuntaskan pembicaraannya sehingga wajah-wajah para pendeta dari kalangan Yahudi dan para uskup tampak pucat. Mereka menyaksikan mukjizat terjadi di depan mereka secara langsung. Anak kecil itu berbicara di buaiannya; anak kecil yang datang tanpa seorang ayah; anak kecil yang mengatakan bahwa Allah SWT telah memberinya al-Kitab dan menjadikannya seorang Nabi. Ini berarti bahwa kekuasaan mereka sebentar lagi akan hancur. Setiap orang dari mereka akan menjadi tidak berarti ketika anak kecil itu dewasa. Tak seorang pun di antara mereka yang dapat “menjual pengampunan” kepada manusia atau menghakimi mereka melalui pemyataan bahwa ia adalah wakil dari langit yang turun di bumi. Atau pernyataan, bahwa hanya dia yang mengetahui syariat.
Para pendeta Yahudi merasa akan terjadi suatu tragedi kepribadian yang akan datang kepada mereka dengan kelahiran anak kecil ini. Kedatangan al-Masih berarti mengembalikan manusia kepada penyembahan semata-mata kepada Allah SWT. Ini berarti menghapus agama Yahudi yang sekarang mereka yakini. Perbedaan antara ajaran-ajaran Musa dan tindakan-tindakan orang-orang Yahudi menyerupai perbedaan antara bintang-bintang di langit dan lumpur-lumpur di jalan. Para pendeta Yahudi menyembunyikan kisah kelahiran Isa dan bagaimana ia berbicara di masa buaian. Mereka justru menuduh Maryam yang masih perawan dengan kebohongan yang besar. Mereka menuduh Maryam melakukan pelacuran, padahal mereka menyaksikan sendiri mukjizat pembicaraan anaknya di masa buaian.
Mula-mula cerita tentang itu mereka sembunyikan untuk beberapa saat. Meskipun demikian, berita tentang kelahiran Isa sampai ke Hakim Romawi, yaitu Heradus. Ia memimpin orang-orang Palestina dan orang-orang Yahudi dengan kekuatan pedang. Ia menakut-nakuti mereka dengan menumpahkan darah serta banyaknya mata-mata yang dimilikinya. Pada suatu hari, ia duduk di istananya dan meminum anggur. Lalu ia mendengar berita yang samar tentang kelahiran seseorang anak tanpa ayah; seorang anak yang dikatakan ia mampu berbicara saat masih di buaian, lalu ia menyampaikan pembicaraan yang menjurus pada ancaman terhadap kekuasaan Romawi. Kemudian bergetarlah kursi yang ada di bawah tubuh Heradus. Ia memerintahkan untuk diadakan suatu pertemuan mendadak yang dihadiri oleh para pengawalnya dan para mata-matanya. Pertemuan itu pun terlaksana. Heradus duduk dengan wajahnya yang hitam mengkilat, lalu ia memutarkan pandangannya ke arah mata-matanya dan bertanya: “Bagaimana berita anak kecil yang berbicara di buaiannya?”
Salah seorang kepala mata-mata berkata: “Tampak bahwa masalahnya tidak benar. Kami telah mendengar isu-isu sekitar anak kecil yang mereka katakan bahwa ia membuat mukjizat dengan berbicara saat ia masih belia. Lalu saya mengutus anak buahku untuk mencari kebenaran berita itu, tetapi mereka tidak menemukannya. Jelas bagi kami, bahwa berita itu dilebih-lebihkan.” Kemudian salah satu anggota mata-mata raja berkata: “Aku telah mendapatkan bukti yang terpercaya bahwa tiga orang dari orang-orang Majusi datang di balik suatu bintang yang mereka lihat menyala di suatu langit dan bintang tersebut mengisyaratkan kelahiran anak kecil yang membawa mukjizat, yaitu anak kecil yang akan menyelamatkan kaumnya.” Hakim berkata: “Bagaimana ia dapat menyelamatkan kaumnya dan kaum siapa yang diselamatkannya?” Salah seorang mata-mata berkata: “Anak buahku tidak mengetahuinya karena orang-orang pandai dari Majusi itu pergi dan tak seorang pun menemukan mereka.”
Hakim berkata: “Bagaimana mereka dapat pergi dan bersembunyi lalu bagaimana cerita anak kecil ini? Apakah di sana ada persekongkolan untuk menentang Romawi?” Hakim melompat dari tempat duduknya ketika ia menyebut Romawi, dan ia mulai berbicara dengan keadaan emosi: “Aku menginginkan kepala tiga orang yang cerdik itu dan aku juga menginginkan kepala anak kecil itu. Dan aku menginginkan informasi yang lengkap. Sungguh masalah ini semakin samar hai orang-orang yang bodoh.” Lalu kepala mata-mata berkata: “Barangkali ini hanya mimpi yang dibayangkan orang-orang Yahudi bahwa mereka melihatnya.” Hakim berkata: “Sungguh kepala-kepala kalian semua akan terbang lebih cepat dari merpati jika kalian tidak mendatangkan cerita secara lengkap tentang anak ini. Kebingungan dan kekacauan apa yang aku rasakan! Pergilah kalian dari sini.”
Anak buah Heradus dan para mata-mata pergi, sedangkan ia masih duduk memikirkan masalah tersebut. Tampaknya masalah itu sangat menggelisahkannya. Ia tidak peduli dengan kedatangan agama baru kepada manusia tetapi yang dipikirkannya adalah kekuasaan Romawi yang ia menjadi simbolnya. Kemudian Heradus menetapkan untuk memanggil pemuka orang Yahudi dan bertanya kepadanya tentang masalah ini. Para pengawalnya yang khusus memanggil orang Yahudi itu. Tidak beberapa lama orang Yahudi itu ada di depan hakim. Heradus berkata: “Aku ingin berbicara kepadamu tentang suatu masalah yang sangat menggelisahkanku.” Pendeta Yahudi itu berkata: “Aku ingin mengabdi kepadamu.”
Heradus berkata: “Aku mendengar berita-berita yang saling berlawanan tentang anak kecil yang bisa berbicara di masa buaiannya dan ia mengatakan bahwa ia akan menyelamatkan kaumnya. Maka bagaimana berita yang sebenarnya tentang itu?” Pendeta itu berkata dan ia merasa bahwa pertanyaan itu sepertinya berupa jebakan yang tidak diketahuinya secara pasti: “Apakah tuan yang mulia peduli dengan agama Yahudi?” Heradus berkata dalam keadaan emosi: “Aku tidak peduli sedikit pun selain kekuasaan Romawi. Jawablah pertanyaanku wahai pendeta.” Pendeta Yahudi itu telah melihat Isa berbicara di buaiannya. Ia memahami bahwa seandainya ia mengatakan itu, maka ia akan mendapatkan penderitaan pada dirinya, maka ia lebih memilih sedikit berbohong. Ia berkata kepada Heradus bahwa ia mendengar cerita itu tetapi ia meragukannya.
Heradus berkata: “Apakah benar agama kalian berbicara tentang kedatangan seorang penyelamat bagi rakyat kalian?” Pendeta berkata: “Ini benar wahai tuan yang mulai.” Heradus berkata: “Apakah kalian mengetahui ini adalah persekongkolan menentang keamanan kerajaan Romawi? Apakah kalian menyadari ini adalah bentuk pengkhianatan?” Pendeta berkata: “Aku harap tuan membiarkan aku meluruskan suatu pemikiran yang sederhana. Berita tentang hal itu adalah berita yang kuno. Berita ini diyakini ketika rakyat menjadi tawanan di Bebel sejak ratusan tahun.”
Heradus berkata: “Apakah memang di sana ada yang membenarkan berita ini? Sekarang, apakah kamu secara pribadi membenarkannya? Apakah engkau melihat anak kecil itu yang mereka katakan bahwa ia dilahirkan tanpa seorang ayah?” Pendeta itu berkata: “Apakah ada seorang yang percaya wahai tuan yang mulia jika dikatakan ada seorang anak yang lahir tanpa seorang ayah. Ini adalah mimpi rakyat biasa.”
Heradus berkata: “Tidak ada sesuatu yang mengusir tidur dari mata seorang penguasa selain mimpi-mimpi rakyat. Pergilah wahai pendeta dan jika engkau mendengar berita-berita, maka sampaikanlah kepadaku sebelum engkau sampaikan kepada istrimu.” Belum lama pendeta itu pergi sehingga Heradus berpikir, bagaimana seandainya pendeta itu berbohong. Ia menangkap benang kebohongan pada kedua matanya. Ia mengetahui kebohongan ini karena ia sendiri sangat pandai berbohong. Kemudian bagaimana cerita tiga orang cerdik yang mereka mengikuti bintang? Apakah di sana terdapat persekongkolan menentang Romawi yang tidak diketahuinya?
Heradus berteriak di tengah-tengah pengawalnya dan memerintahkan mereka untuk menangkap semua orang yang mendengar cerita ini atau ia akan melihat akibatnya. Mula-mula dia memerintahkan untuk mencari gadis perawan yang melahirkan anak itu dan membunuh setiap anak yang lahir di saat itu. Sementara itu, Maryam keluar dari Palestina menuju ke Mesir. Sebelumnya, pada suatu malam, datanglah kepadanya seseorang yang belum pernah dilihatnya dan orang itu menyampaikan salam kepadanya serta menyerukannya dan sambil berkata: “Bawalah anakmu wahai Maryam dan keluarlah menuju Mesir.” Dengan nada ketakutan Maryam bertanya, “Mengapa? Bagaimana aku keluar menuju ke Mesir; dan bagaimana aku bisa mengenali jalan?” Orang asing itu menjawab, “Keluarlah engkau niscaya Allah SWT akan melindungimu. Sesungguhnya Hakim Romawi mencari anakmu dan ingin membunuhmu.”
Maryam bertanya: “Kapan aku keluar?” Orang asing itu menjawab: “Sekarang juga. Janganlah engkau khawatir sedikit pun karena engkau keluar bersama seorang Nabi yang mulia. Semua nabi diusir oleh kaumnya dari negeri mereka dan rumah mereka. Demikianlah hukum kehidupan. Kejahatan selalu berusaha untuk menyingkirkan kebaikan tetapi pada akhirnya, kebaikan akan kembali menduduki singgasananya. Keluarlah wahai Maryam.” Akhirnya, Maryam pun pergi menuju ke Mesir. Maryam melalui gurun Saina’ bersama suatu kafilah yang menuju Mesir. Maryam berjalan membawa Isa di jalan yang sama yang pernah dilalui Nabi Musa di mana ditampakkan kepada Nabi Musa api yang suci dan beliau dipanggil dari sisi thur al-Aiman. Setelah melalui perjalanan yang jauh dan melelahkan, Maryam sampai di Mesir. Mesir yang dipenuhi dengan kebaikan, kemuliaan, kebudayaan klasik serta cuacanya yang stabil mempakan tempat yang terbaik untuk pertumbuhan Isa as.
Al-Masih tumbuh dan berkembang serta menjalani masa kecilnya di Mesir. Kemudian datanglah kepada Maryam orang asing yang telah memerintahkannya untuk meninggalkan Palestina. Kali ini, ia memerintahkannya untuk kembali ke Palestina. Orang asing itu berkata kepadanya: “Raja yang lalim telah mati, maka kembalilah bersama anakmu wahai Maryam. Telah datang kesempatan emas bagi Isa untuk menduduki singgasananya. Isa akan menjadi penyayang orang-orang fakir dan orang-orang yang benar. Kembalilah wahai Maryam.” Maryam pun kembali. Dalam perjalanan Maryam melalui banyak mata air di sungai Jordania.