MEREKA TELAH LAMA BERENANG DALAM LUMPUR HITAM
DIATAS PENDERITAAN KAUM MUSTAD'AFIN.
hsndwsp
Acheh - Sumatra
DIATAS PENDERITAAN KAUM MUSTAD'AFIN.
hsndwsp
Acheh - Sumatra
SEKILAS MENYOROT KEADILAN PEMIMPIN YANG USWATUN HASANAH.
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
"Jangan ditunggu ! Isa bin Maryam tidak akan turun di akhir zaman ! oleh: Huttaqi" (Huttaqi, huttaqi@sby. dnet.net.id , www.huttaqi.com , 4 juli 2005 06:33:41)
Huttaqi!
Tulisan dari cuplikan buku anda itu bagus sekali untuk didiskusikan dengan orang – orang Kristiani. Nanti a kan terbukti mana yang "haq" dan yang "bathil". Andaikata orang –orang kristiani mempu nyai kesempatan membaca buku anda itu, sungguh baik sekali saya kira.
Huttaqi.
Bagi orang Islam percaya tidaknya mengenai turunnya Nabi 'Isa 'alaihissalam bukanlah hal yang begitu prin sipil. Anda telah berargumentasi berdasarkan Al Qur-an. Katakanlah dulu anda benar, namun bagaimana ko mitmen kita sebagai muslim terhadap kaum dhu'afa yang merupakan "anak kunci" pintu Syurga. Kita asik memperdebatkan hal-hal yang tidak begitu prinsipil untuk mencari keuntungan duniawi sementara hal -hal yang prinsipil kita abaikan sama sekali.
Diantara yang prinsipil itu anda harus berdaya upaya untuk membebaskan kaum dhu'afa di negeri anda sendiri dari belenggu yang menimpa kuduk-kuduk mereka (baca perilaku keji kaum zalim yang bersatu padu dalam System Hindunesia). Kalau anda berdiam diri , anda sama saja dengan orang - orang yang bersatu padu da lam kezaliman mereka (baca Sukarno, Suharto, Gusdur, Megawati dan Yudhoyono sekarang ini).
Islam itu agama pasti Huttaqi. saya berbicara yang pasti, bukan menghakimi. Sebaliknya berbicara sebagaima na yang di firmankan Allah. Banyak orang yang berilmu tinggi, namun mereka tak mam pu berfikir secara idio logis dan filosofis. Secara syar'i Gusdur itu "ulama" namun secara filosofis dan idiologis dia itu "Bal'am alias ula ma palsu. Ironisnya masih banyak orang yang berjingkrak - jingkrak untuk meminta belas kasihannya, walau orang Acheh sekalipun. Ini menunjukkan bahwa orang Acheh seperti itu termasuk dalam golongan Gusdur di dunia dan Akhirat. Disini menunjukkan benarnya apa yang diserukan saudara Puteh Sarong di "Acehkita" (kiriman Syakban).
Yang sesat itu bukan saja Gusdur tetapi juga Mahendra, Sofyan Jalil dan masih banyak lagi yang lainnya yang takperlu saya sebutkan satu persatu. Mereka sesungguhnya buta terhadap Idiologi Islam ('Aqidah Islam secara filosofis). Hal ini disebabkan mereka telah begitu lama berenang dalam "lumpur hitam", hidup senang diatas penderitaan kaum dhu'afa. Mungkin mereka Berkhusjuk sepi untuk beribadah kepada Allah siang dan malam namun kaum mustad'afin merintih digubuk-gubuk derita, di bawah titi kota Metropolitan dan di tem pat-tempat kumuh lainnya, terlupakan sama sekali. Mereka mengambil Al Qura-an hanya bahagian ritual saja sementara bagian Sosial, dilupakannya. Orang-orang seperti itu dapat dipastikan memfungsikan Al Qur-an hanya sebagai kitap suci untuk dibaca-baca saja.
Secara syar'i nabi Ibrahim itu dimasukkan Namrud kedalam api namun secara filosofis Nabi Ibrahim sendiri yang memasuki api Namrud. Artinya Nabi Ibrahim sadar dan tau persis bahwa kalau dia be rani melawan arus Namrud, dia pasti akan dimasukkan kedalam "api". Kita harus mampu berfikir bahwa berevolusi itu sama dengan bermain "api". Justru itu orang - orang Acheh yang sadar tau per sis bahwa resiko "main api" itu pasti ada namun mereka juga haqqul yakin bahwa dibalik derita itu pasti bahagia menanti (Al Qur-an: Inna ma'al 'usri yusra). Kalau tidak sejahtera Dunia dan Akhirah (baca Ibrahim, Musa, Muhammad dll), paling kurang berhasil di Akhirat saja (Habil, Hassan - Hussein, Abu Dzar Ghifari dll).
Lihatlah apa yang sedang berlangsung di Acheh sekarang ini. Orang -oarng Hindunesia mau mene rapkan Syari'at Islam di daerah jajahannya. Kalau kita mampu berfikir secara filosofis, bagaimana mungkin orang-o rang yang anti terhadap syari'at Islam hendak menerapkan syari'at tersebut di tanah Rencong yang mayoritas rakyatnya sekarang sudah sadar dan memahami "definisi" daripada syariat itu sendiri.
Orang-orang Acheh yang sadar memahami persis bahwa yang diterapkan itu bukan syai'at Islam tapi "san diwara". Orang-orang Hindunesia dan antek-anteknya (baca pelaksana syari'at palsu) di Acheh sedang mene rapkan Hukum "labalaba". Hukum laba-laba itu hanya berlaku bagi nyamuk, belalang dan semacamnya (baca orang-orang "kecil). Hukum tersebut tidak berlaku untuk kambing, lembu gajah dan sebagainya (baca orang- orang "besar"). Sungguh nampak sekali kebodohannya ketika mereka menangkap perempuan-perempuan yang tidak pakai "jilbab", begitu mereka menangkap isteri TNI terus dilepaskan, begitu takutnya mereka ke pada militer, namun mereka tidak takut kepada Allah.
Betapa lugunya mereka itu. Mereka tidak mampu memahami bahwa Syari'at itu adalah "cabang" dimana harus bersandar pada "batang plus akar". Bagaimana mungkin tumbuhnya "cabang" tanpa "batang". Batang memang sudah ada yaitu NAD, tapi berpenyakit kancer (baca boneka Hindune sia).Kalau masih di harapakan tumbuh nya cabang pada "pohon" yang sakit pasti akan menghasilkan "buah" yang busuk pula. Lihatlah betapa busuk nya hasil dari syari'at yang mereka terapakan itu. Kebusukan itu bagaikan kancer yang dapat merambas kema na-mana.
"Sandiwara" yang mereka buat itu dapat membuat SLM luar negeri salah paham terhadap Islam. Mereka mengira Islam itu serba main paksa. Padahal Islam itu memprioritaskan finansialnya terlebih dahulu. Kalau finansial sudah tercapai, rakyat akan tunduk patuh kepada hukum dan aturan yang berlaku. Untuk dapat ter capainya finansial ada beberapa hal yang mendasarinya. Diantaranya atasan harus adil, mengutamakan kese jahteraan rakyat jelata duluan baru kemudian kesejahteraan atasan, (lihat Ahmadinejad, presiden RII) Atasan harus memahami kepemimpinan Rasulullah yang tidak mau bermewah-mewah selagi rakyat jelata masih men derita. Isteri dari Umar bin Abdul 'Azid tidak dibenarkan memakai walau sebentuk cincin emas disebabkan akan membuat contoh yang buruk kepada rakyat jelata kecuali mereka semua sudah tercapai finansial sebagai mana rakyat jelata yang saya saksikan di Norwegia ini.
Diatas semua itu mutlak dibutuhkan system yang "haq" yaitu system yang mendapat redha Allah. Didalam sys tem seperti itulah Syari'at Islam mendapat tempat yang Mulia, bukan sebaliknya di tempatkan pada kawasan kumuh, dimana "laba-laba" dapat berkembang biak (baca NAD made in Hindunesia). Akibatnya syari'at itu menjadi bumerang bagi orang-orang diluar Islam. Sebagaimana yang kita saksikan hari ini di Acheh.
Sesungguhnya rakyat jelata itu banyak yang pintar. Mereka sangat kritis terhadap orang-orang atasan mengenai keadilannya. Kalau atasan dilihat tidak adil, mereka tak akan menjadi orang-orang yang patuh kepa da aturan, bahkan kerap kali menjadi perusak, misalnya: Pemerintah membuat sarana telepon umum. Lalu di waktu malamnya rakyat jelata memasukkan batu ketempat koin itu sehingga rusak. Hal ini mereka lakukan disebabkan mereka tau persis bahwa sarana itu hanya dapat diman fa'atkan oleh anak-anak orang kaya saja, dimana mereka punya telepon dirumahnya masing-masing, sebaliknya tidak bermanfa'at bagi rakyat jelata sementara mereka mengetahui bahwa Negara itu milik rakyat. Kenapa hanya teory saja?
Lihatlah sejarah, berapa orang yang sempat kena hukum dalam Negara Islam di Madinah. Mengapa relatif tidak ada yang melanggar hukum?. Jawabannya adalah hal itu disebabkan keadilan pemimpin yang benar- benar uswatun hasanah, bukan sekedar teory. Saya melihat di Norwegia juga relatif tidak ada orang yang me langgar hukum. Hal ini disebabkan finansial rakyat jelata tercapai. Mengapa hal ini bisa tercapai? Hal ini dise babkan moral dari atasan mereka "pantang korupsi". Lalu apa hubu ngannya dengan korupsi? Kalau korupsi berlangsung dalam suatu pemerintahan, mustahil finansial rakyat jelata dapat tercapai betapapun kayanya sum ber ekonomi di negara tersebut. Sesungguhnya koruptor itu memiliki nafsu yang tidak pernah merasa cukup (manusia tikus). Kalau manusia tikus itu banyak dalam suatau negara, mustahil rakyat hidup sejahtera sebalik nya selalu dalam keadaan menderita (miskin harta) yang akan berakibat kepada miskin segala-galanya kecuali sedikit orang yang tahan uji.
"Sesungguhnya kemiskinan itu dapat membuat orang menjadi kafir" (Hadist Rasulullah)
"Seandainya kemiskinan itu berbentuk makhluk akan kubunuh dia" (Imam 'Ali)
"Disa'at kemiskinan itu masuk kerumah seseorang melalui pintu, iman itu keluar melalui jendela" (Abu Dzar Ghifari)
Itulah sebabnya saya serukan Huttaqi dan orang-orang yang fungsinya sama agar berdaya upaya untuk mem bebaskan kaum dhu'afa dari belenggu yang menimpa kuduk-kuduk mereka, kendatipun resikonya menderita di dunia namun pasti berbahagia di Akhirat kelak
"Kehidupan di dunia menghadapkan manusia pada dua jalan. Jalan yang mendaki lagi sukar dan jalan yang mulus lagi menyenangkan" (QS,90:10). Jalan yang mendaki lagi sukar adalah jalan orang-orang yang membe baskan kaum dhuafa dari belenggu penindasan dan penjajahan, yang menimpa kuduk-kuduk mereka, membe baskan manusia dari sistem perbudakan baik perbudakan ortodok mahupun perbudakan modern (QS,7:157 &QS,90:12-18)
Untuk menempuh jalan ini tidak boleh tidak dituntut untuk memperjuangkan system Allah. Untuk mendirikan system Allah membutuhkan kemantapan power dan Ideology sebab pasti akan berhada pan dengan kekuatan system Thaghut yang despotic, jelasnya pasti akan berhadapan dengan medan tempur. Justru itulah para Rasul dilengkapi dengan Ideologi, Mizan dan Power (QS Al-Hadid :25).
"Setelah periode para Rasul berakhir, tugas mendirikan system Allah dilanjutkan para Imam. Andaikata di sua tu negeri tidak ada Imam (ghaib Kubra), tugas tersebut akan diambil alih oleh para Ulama warasatul Ambya. Andaikata disana tidak ada Ulama warasatul Ambya, tugas tersebut diambil alih oleh penyeru-penyeru kebe naran secara kolektif sebab tugas mendirikan system Allah adalah "Haq" lawan kata daripada "Bathil". Hal ini perlu digarisbawahi sebab banyak orang yang terkecoh dengan pendapat klasik yang mengatakan hukumnya wajib. Haq dalam konteks ini kedudukannya di atas wajib. Bila hukumnya wajib, andaikata tidak didirikan pa ling-paling berdosa. Sedangkan per kara dosa masih ada jalan untuk meminta ampun. Sedangkan perkara Haq, bila tidak dilaksanakan hukumnya bathil. Resiko berada dalam system yang batil adalah Neraka. An daikata kita tidak berada dalam system Allah (Haq), otomatis kita berada dalam sistem Thaghut (bathil) kecu ali taqiyyah.
Untuk kasus ini Allah berfirman; ”Qul Ja al haqqu wazahaqal Baathil, innal bathila kana zahuuqa”. Kalau yang bathil tidak dihancurkan, yang bathil itu akan memproklamirkan diri kepada dunia bahwa merekalah yang ”haq”. Yang haq itu dikatakan bathil, yang bathil itu dikatakan haq. Dalam kondisi seperti ini kita dituntut untuk menyelamatkan kaum mnustadh'afin dari penindasan kaum mustaq birin..
Huttaqi!
Tulisan dari cuplikan buku anda itu bagus sekali untuk didiskusikan dengan orang – orang Kristiani. Nanti a kan terbukti mana yang "haq" dan yang "bathil". Andaikata orang –orang kristiani mempu nyai kesempatan membaca buku anda itu, sungguh baik sekali saya kira.
Huttaqi.
Bagi orang Islam percaya tidaknya mengenai turunnya Nabi 'Isa 'alaihissalam bukanlah hal yang begitu prin sipil. Anda telah berargumentasi berdasarkan Al Qur-an. Katakanlah dulu anda benar, namun bagaimana ko mitmen kita sebagai muslim terhadap kaum dhu'afa yang merupakan "anak kunci" pintu Syurga. Kita asik memperdebatkan hal-hal yang tidak begitu prinsipil untuk mencari keuntungan duniawi sementara hal -hal yang prinsipil kita abaikan sama sekali.
Diantara yang prinsipil itu anda harus berdaya upaya untuk membebaskan kaum dhu'afa di negeri anda sendiri dari belenggu yang menimpa kuduk-kuduk mereka (baca perilaku keji kaum zalim yang bersatu padu dalam System Hindunesia). Kalau anda berdiam diri , anda sama saja dengan orang - orang yang bersatu padu da lam kezaliman mereka (baca Sukarno, Suharto, Gusdur, Megawati dan Yudhoyono sekarang ini).
Islam itu agama pasti Huttaqi. saya berbicara yang pasti, bukan menghakimi. Sebaliknya berbicara sebagaima na yang di firmankan Allah. Banyak orang yang berilmu tinggi, namun mereka tak mam pu berfikir secara idio logis dan filosofis. Secara syar'i Gusdur itu "ulama" namun secara filosofis dan idiologis dia itu "Bal'am alias ula ma palsu. Ironisnya masih banyak orang yang berjingkrak - jingkrak untuk meminta belas kasihannya, walau orang Acheh sekalipun. Ini menunjukkan bahwa orang Acheh seperti itu termasuk dalam golongan Gusdur di dunia dan Akhirat. Disini menunjukkan benarnya apa yang diserukan saudara Puteh Sarong di "Acehkita" (kiriman Syakban).
Yang sesat itu bukan saja Gusdur tetapi juga Mahendra, Sofyan Jalil dan masih banyak lagi yang lainnya yang takperlu saya sebutkan satu persatu. Mereka sesungguhnya buta terhadap Idiologi Islam ('Aqidah Islam secara filosofis). Hal ini disebabkan mereka telah begitu lama berenang dalam "lumpur hitam", hidup senang diatas penderitaan kaum dhu'afa. Mungkin mereka Berkhusjuk sepi untuk beribadah kepada Allah siang dan malam namun kaum mustad'afin merintih digubuk-gubuk derita, di bawah titi kota Metropolitan dan di tem pat-tempat kumuh lainnya, terlupakan sama sekali. Mereka mengambil Al Qura-an hanya bahagian ritual saja sementara bagian Sosial, dilupakannya. Orang-orang seperti itu dapat dipastikan memfungsikan Al Qur-an hanya sebagai kitap suci untuk dibaca-baca saja.
Secara syar'i nabi Ibrahim itu dimasukkan Namrud kedalam api namun secara filosofis Nabi Ibrahim sendiri yang memasuki api Namrud. Artinya Nabi Ibrahim sadar dan tau persis bahwa kalau dia be rani melawan arus Namrud, dia pasti akan dimasukkan kedalam "api". Kita harus mampu berfikir bahwa berevolusi itu sama dengan bermain "api". Justru itu orang - orang Acheh yang sadar tau per sis bahwa resiko "main api" itu pasti ada namun mereka juga haqqul yakin bahwa dibalik derita itu pasti bahagia menanti (Al Qur-an: Inna ma'al 'usri yusra). Kalau tidak sejahtera Dunia dan Akhirah (baca Ibrahim, Musa, Muhammad dll), paling kurang berhasil di Akhirat saja (Habil, Hassan - Hussein, Abu Dzar Ghifari dll).
Lihatlah apa yang sedang berlangsung di Acheh sekarang ini. Orang -oarng Hindunesia mau mene rapkan Syari'at Islam di daerah jajahannya. Kalau kita mampu berfikir secara filosofis, bagaimana mungkin orang-o rang yang anti terhadap syari'at Islam hendak menerapkan syari'at tersebut di tanah Rencong yang mayoritas rakyatnya sekarang sudah sadar dan memahami "definisi" daripada syariat itu sendiri.
Orang-orang Acheh yang sadar memahami persis bahwa yang diterapkan itu bukan syai'at Islam tapi "san diwara". Orang-orang Hindunesia dan antek-anteknya (baca pelaksana syari'at palsu) di Acheh sedang mene rapkan Hukum "labalaba". Hukum laba-laba itu hanya berlaku bagi nyamuk, belalang dan semacamnya (baca orang-orang "kecil). Hukum tersebut tidak berlaku untuk kambing, lembu gajah dan sebagainya (baca orang- orang "besar"). Sungguh nampak sekali kebodohannya ketika mereka menangkap perempuan-perempuan yang tidak pakai "jilbab", begitu mereka menangkap isteri TNI terus dilepaskan, begitu takutnya mereka ke pada militer, namun mereka tidak takut kepada Allah.
Betapa lugunya mereka itu. Mereka tidak mampu memahami bahwa Syari'at itu adalah "cabang" dimana harus bersandar pada "batang plus akar". Bagaimana mungkin tumbuhnya "cabang" tanpa "batang". Batang memang sudah ada yaitu NAD, tapi berpenyakit kancer (baca boneka Hindune sia).Kalau masih di harapakan tumbuh nya cabang pada "pohon" yang sakit pasti akan menghasilkan "buah" yang busuk pula. Lihatlah betapa busuk nya hasil dari syari'at yang mereka terapakan itu. Kebusukan itu bagaikan kancer yang dapat merambas kema na-mana.
"Sandiwara" yang mereka buat itu dapat membuat SLM luar negeri salah paham terhadap Islam. Mereka mengira Islam itu serba main paksa. Padahal Islam itu memprioritaskan finansialnya terlebih dahulu. Kalau finansial sudah tercapai, rakyat akan tunduk patuh kepada hukum dan aturan yang berlaku. Untuk dapat ter capainya finansial ada beberapa hal yang mendasarinya. Diantaranya atasan harus adil, mengutamakan kese jahteraan rakyat jelata duluan baru kemudian kesejahteraan atasan, (lihat Ahmadinejad, presiden RII) Atasan harus memahami kepemimpinan Rasulullah yang tidak mau bermewah-mewah selagi rakyat jelata masih men derita. Isteri dari Umar bin Abdul 'Azid tidak dibenarkan memakai walau sebentuk cincin emas disebabkan akan membuat contoh yang buruk kepada rakyat jelata kecuali mereka semua sudah tercapai finansial sebagai mana rakyat jelata yang saya saksikan di Norwegia ini.
Diatas semua itu mutlak dibutuhkan system yang "haq" yaitu system yang mendapat redha Allah. Didalam sys tem seperti itulah Syari'at Islam mendapat tempat yang Mulia, bukan sebaliknya di tempatkan pada kawasan kumuh, dimana "laba-laba" dapat berkembang biak (baca NAD made in Hindunesia). Akibatnya syari'at itu menjadi bumerang bagi orang-orang diluar Islam. Sebagaimana yang kita saksikan hari ini di Acheh.
Sesungguhnya rakyat jelata itu banyak yang pintar. Mereka sangat kritis terhadap orang-orang atasan mengenai keadilannya. Kalau atasan dilihat tidak adil, mereka tak akan menjadi orang-orang yang patuh kepa da aturan, bahkan kerap kali menjadi perusak, misalnya: Pemerintah membuat sarana telepon umum. Lalu di waktu malamnya rakyat jelata memasukkan batu ketempat koin itu sehingga rusak. Hal ini mereka lakukan disebabkan mereka tau persis bahwa sarana itu hanya dapat diman fa'atkan oleh anak-anak orang kaya saja, dimana mereka punya telepon dirumahnya masing-masing, sebaliknya tidak bermanfa'at bagi rakyat jelata sementara mereka mengetahui bahwa Negara itu milik rakyat. Kenapa hanya teory saja?
Lihatlah sejarah, berapa orang yang sempat kena hukum dalam Negara Islam di Madinah. Mengapa relatif tidak ada yang melanggar hukum?. Jawabannya adalah hal itu disebabkan keadilan pemimpin yang benar- benar uswatun hasanah, bukan sekedar teory. Saya melihat di Norwegia juga relatif tidak ada orang yang me langgar hukum. Hal ini disebabkan finansial rakyat jelata tercapai. Mengapa hal ini bisa tercapai? Hal ini dise babkan moral dari atasan mereka "pantang korupsi". Lalu apa hubu ngannya dengan korupsi? Kalau korupsi berlangsung dalam suatu pemerintahan, mustahil finansial rakyat jelata dapat tercapai betapapun kayanya sum ber ekonomi di negara tersebut. Sesungguhnya koruptor itu memiliki nafsu yang tidak pernah merasa cukup (manusia tikus). Kalau manusia tikus itu banyak dalam suatau negara, mustahil rakyat hidup sejahtera sebalik nya selalu dalam keadaan menderita (miskin harta) yang akan berakibat kepada miskin segala-galanya kecuali sedikit orang yang tahan uji.
"Sesungguhnya kemiskinan itu dapat membuat orang menjadi kafir" (Hadist Rasulullah)
"Seandainya kemiskinan itu berbentuk makhluk akan kubunuh dia" (Imam 'Ali)
"Disa'at kemiskinan itu masuk kerumah seseorang melalui pintu, iman itu keluar melalui jendela" (Abu Dzar Ghifari)
Itulah sebabnya saya serukan Huttaqi dan orang-orang yang fungsinya sama agar berdaya upaya untuk mem bebaskan kaum dhu'afa dari belenggu yang menimpa kuduk-kuduk mereka, kendatipun resikonya menderita di dunia namun pasti berbahagia di Akhirat kelak
"Kehidupan di dunia menghadapkan manusia pada dua jalan. Jalan yang mendaki lagi sukar dan jalan yang mulus lagi menyenangkan" (QS,90:10). Jalan yang mendaki lagi sukar adalah jalan orang-orang yang membe baskan kaum dhuafa dari belenggu penindasan dan penjajahan, yang menimpa kuduk-kuduk mereka, membe baskan manusia dari sistem perbudakan baik perbudakan ortodok mahupun perbudakan modern (QS,7:157 &QS,90:12-18)
Untuk menempuh jalan ini tidak boleh tidak dituntut untuk memperjuangkan system Allah. Untuk mendirikan system Allah membutuhkan kemantapan power dan Ideology sebab pasti akan berhada pan dengan kekuatan system Thaghut yang despotic, jelasnya pasti akan berhadapan dengan medan tempur. Justru itulah para Rasul dilengkapi dengan Ideologi, Mizan dan Power (QS Al-Hadid :25).
"Setelah periode para Rasul berakhir, tugas mendirikan system Allah dilanjutkan para Imam. Andaikata di sua tu negeri tidak ada Imam (ghaib Kubra), tugas tersebut akan diambil alih oleh para Ulama warasatul Ambya. Andaikata disana tidak ada Ulama warasatul Ambya, tugas tersebut diambil alih oleh penyeru-penyeru kebe naran secara kolektif sebab tugas mendirikan system Allah adalah "Haq" lawan kata daripada "Bathil". Hal ini perlu digarisbawahi sebab banyak orang yang terkecoh dengan pendapat klasik yang mengatakan hukumnya wajib. Haq dalam konteks ini kedudukannya di atas wajib. Bila hukumnya wajib, andaikata tidak didirikan pa ling-paling berdosa. Sedangkan per kara dosa masih ada jalan untuk meminta ampun. Sedangkan perkara Haq, bila tidak dilaksanakan hukumnya bathil. Resiko berada dalam system yang batil adalah Neraka. An daikata kita tidak berada dalam system Allah (Haq), otomatis kita berada dalam sistem Thaghut (bathil) kecu ali taqiyyah.
Untuk kasus ini Allah berfirman; ”Qul Ja al haqqu wazahaqal Baathil, innal bathila kana zahuuqa”. Kalau yang bathil tidak dihancurkan, yang bathil itu akan memproklamirkan diri kepada dunia bahwa merekalah yang ”haq”. Yang haq itu dikatakan bathil, yang bathil itu dikatakan haq. Dalam kondisi seperti ini kita dituntut untuk menyelamatkan kaum mnustadh'afin dari penindasan kaum mustaq birin..
Billahi fi sabililhaq
hsndwsp
di Ujung Dunia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar