Ini terjemahan dari Saleh Lapadi West Papua.
Beliau adalah wartawan IRIB di Republik Islam Iran. Semoga pembaca bertambah ilmu tentang keberadaan Manusia Suci dan para Imamn Syiah Imamiah 12.
Dalam Kuburan nanti kita akan berhadapan dengan pertanyaan: Mar Rabbuka, ma kitabuka man Nabiyuka, man Imamuka dan man ikhwanuka. Apabila satu saja pertanyaan yang tidak mampu kita jawab, terindikasi kita calon penduduk Neraka (nauzubillaahi min zalik):
Usia Maksumin Ketika Menikah (Bagian Pertama)
Rabu, 2012 November 07 15:34
Sekaitan dengan pentingnya pernikahan dalam Islam, banyak ayat dan riwayat yang membicarakan masalah ini. Allah Swt dalam surat Rum ayat 21 berfirman, "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."
Namun sebagian pemuda dengan pelbagai alasan berusaha mengakhirkan sunnah Nabi ini dengan menunda-nunda masa pernikahannya. Sementara perilaku Maksumin as menunjukkan para pemimpin agama kita lebih cepat menikah dari para pemuda saat ini.
Alasytar: Kebanyakan mereka tidak punya dana untuk kawin sebab mereka termasuk pihak yang dijauhkan dari pembendaharaan dunia oleh penguasa despotik dan korrup, seolah-olah harta kekayaan negara itu milik moyangnya.
Berikut ini usia Maksumin as ketika menikah:
1. Nabi Muhammad Saw
Usia saat menikah: 25 tahun
Nama istri: Sayidah Khadijah as.
Banyak yang mengenal Sayidah Khadijah as lewat kekayaannya. Tapi perlu diketahui bahwa banyak yang berusaha meminangnya, tapi beliau menolaknya. Seakan-akan hatinya telah tertambat pada seseorang yang menjadi kepercayaan Allah. Sayidah Khadijah as mengatakan, "Suatu hari saya melihat seorang cendekiawan Yahudi berkata kepada saya bahwa pemuda yang bekerja denganmu memiliki tanda-tanda kenabian."
Tentu saja Sayidah Khadijah berhak terpikat oleh pemuda bernama Muhammad Saw. Karena ia merupakan orang yang paling dipercaya dan jujur di masa itu. Oleh karenanya, beliau mengutus saudara perempuannya untuk meminang pemuda itu. Nabi Muhammad Saw menjawab bahwa saya harus meminta izin dari pamanku yang telah membesarkan diriku. Ini merupakan akhlak Nabi Muhammad Saw. Ketika dipinang, Nabi mengatakan bahwa ia tidak memiliki kekayaan selain pakaian yang dimilikinya dan yang dapat diberikan kepada Sayidah Khadijah adalah kehidupan yang sederhana. Sayidah mendengar itu mengatakan bahwa yang saya dengan tentangmu dari orang-orang adalah kebersihan hatimu. Saya tahu apa yang engkau miliki, bahkan saya mengetahui juga hal-hal yang tidak diketahui orang lain.
2. Imam Ali as
Usia saat menikah: 25 tahun
Nama istri: Sayidah Fathimah Zahra as.
Sebagaimana ibunya, banyak yang berusaha meminang Sayidah Fathimah as.Nabi Muhammad Saww saat itu berkata kepada setiap peminang bahwa Allah yang menentukan pernikahan Fathimah as dan saya sedang menanti perintah Allah. Abdurrahman bin Auf, salah satu orang terkaya Arab juga berusaha meminang putri Rasulullah. Kepada Nabi, Abdurrahman bin Auf berkata bahwa dirinya siap memberikan mahar yang banyak kepada Sayidah Fathimah as. Nabi Muhammad Saw tidak senang dengan perilaku Abdurrahman bin Auf dan berkata, "Apakah engkau ingin memaksakan pernikahan kepadaku dengan uang?"
Setelah Nabi Muhammad Saw menolak pinangan Abu Bakar dan Umar, keduanya pergi menemui Ali as. Waktu itu Imam Ali as tengah berada di kebun kurma milik seorang warga Anshar. Ketika berhasil menemuinya, mereka berbicara tentang penolakan Nabi Muhammad Saw. Setelah itu keduanya mengusulkan bahwa menurut keduanya, Rasulullah pasti akan menerima permintaanmu meminang anak perempuan.
Imam Ali as kemudian mengganti bajunya dan dengan penampilan yang bersih, beliau menemui Rasulullah Saw. Tapi beliau menyampaikan keinginannya meminang Sayidah Fathimah as dengan rasa malu. Mendengar permintaan itu, Rasulullah Saw sangat senang dan berkata, "Tunggulah sebentar. Saya akan menanyakan pendapat Fathimah as."
Ketika Rasulullah Saw bertanya kepada Fathimah as tentang pinangan Ali, anak pamannya. Fathimah menundukkan kepalanya dan memilih diam. Nabi kemudian mengatakan bahwa diam adalah tanda kerelaan. Setelah itu Nabi Saw kembali menemui Ali as dan bertanya, "Apa yang engkau miliki untuk menikah?" Imam Ali as dengan jujur mengatakan bahwa seluruh kekayaan saya hanya sebilah pedang, onta dan pakaian perang. Nabi kemudian mengatakan bahwa onta untuk bekerja dan pedang untuk berjihad. "Sekarang juallah pakaian perangmu dan siapkan untuk mahar," pinta Nabi.
Imam Ali as menjual baju perangnya seharga 480 dirham dan semuanya diberikan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai mahar pernikahannya.
3. Imam Hasan as
Usia saat menikah: 18 tahun
Nama istri: Ummu Abdillah.
Imam Hasan as dipanggil dengan sebutan Sibth Akbar, karena ia punya banyak kemiripan dengan Nabi Muhammad Saw. Mungkin ini juga satu sebab banyak orang tua yang menginginkan Imam Hasan as meminang anak perempuannya. Imam Ali as bertanya kepada Imam Hasan as, "Apakah ada perempuan yang engkau sukai?"
Imam Hasan as dengan sopan dan penghormatan mengatakan bahwa apa yang engkau pilih, aku juga pasti menyukainya.
Imam Ali as kemudian mengirim beberapa perempuan Muhajirin dan Anshar untuk meminang Ummu Abdillah. Setelah mendapat jawaban positif, beliau menyelenggarakan acara pernikahan untuk anaknya. Di acara pernikahan anaknya, Imam Ali as berdoa kepada Allah Swt agar memberi anak-anak kepada Imam Hasan as dan istrinya yang dapat berkorban untuk agama. Doa beliau terkabulkan. Karena Abdullah, anak mereka ikut hadir di Karbala dan mereguk cawan syahadah di sana.
4. Imam Husein as
Usia saat menikah: 30 tahun
Nama istri: Shahr Banu
Tidak ada sumber sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai apakah sebelum menikah dengan Shahr Banu, Imam Husein as pernah menikah atau tidak.
Shar Banu merupakan putri Yazdgerd III, keturunan terakhir Dinasti Sassanid. Sebelum Iran dikuasai oleh Muslimin, Shahr Banu di suatu malam sempat bermimpi bahwa Nabi Muhammad Saw memasuki istana Madain bersama Imam Husein as dan duduk di dekatnya. Nabi Saw memperkenalkan Imam Husein as kepada Shahr Banu dan berkata, "Wahai putri Raja Ajam! Saya menjadikanmu sebagai tunangan Husein."
Malam berikutnya ia masih bermimpi. Tapi kali ini yang ada dalam mimpinya adalah Sayidah Fathimah as. Ia melihat Sayidah Fathimah memasuki istana dan berbicara kepadanya, "Wahai putriku! Bila engkau ingin menjadi istri anakku Husein, maka engkau harus memeluk Islam."
Shahr Banu di masa itu menerima semua prinsip-prinsip Islam. Beberapa waktu berlalu, Shahr Banu menjadi tawanan pasukan Muslim ketika berhasil mengalahkan sejumlah kota Iran. Shahr Banu kemudian dibawa dari Iran ke Madinah, sebagai ibukota pemerintahan Islam waktu itu. Ketika tiba, Imam Ali as membebaskannya dan setelah itu beliau menikah dengan Imam Husein as. Shahr Banu mendapat kebanggaan sebagai ibu dari Imam Ali Zainal Abidin as.
Sekaitan dengan pernikahan ini, Imam Ali as berkata kepada Imam Husein, "Engkau harus menjaga dan melindungi istrimu, Shahr Banu dengan baik. Berbuat baiklah kepadanya. Karena tidak lama lagi, ia akan memberikan seorang anak kepadamu yang menjadi penduduk bumi paling baik." (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: Rasekhoon
Usia Maksumin as Ketika Menikah (Bagian Kedua)
Senin, 2012 November 12 01:51
5. Imam Sajjad as
Usia saat menikah: 19 tahun
Nama istri: Fathimah binti Imam Hasan as
Satu-satunya istri yang dinikahi Imam Sajjad as lewat nikah daim adalah Fathimah bin Imam Hasan as. Ketika Imam Sajjad as tumbuh besar, Imam Husein as berkata kepadanya, "Apakah engkau ingin aku pilihkan perempuan terbaik? Dia adalah Fathimah, anak dari kakakku."
Imam Sajjad as yang waktu berusia sekitar 19 tahun menjawab, "Siapa yang lebih baik dari anak pamanku. Karena ia memberi aroma pamanku, Imam Hasan as."
Fathimah setelah syahadah ayahnya dibesarkan oleh Imam Husein as. Oleh karenanya, ia memiliki derajat tersendiri. Suatu waktu Imam Shadiq as berbicara tentang Fathimah, anak Imam Hasan as, "Ia seorang perempuan jujur dan tidak ada perempuan yang menyamainya dalam keutamaan."
Dalam acara pinangan Fathimah, bibi mereka Sayidah Zainab as juga ikut hadir. Fathimah dalam peristiwa Karbala ikut bersama suaminya, Imam Sajjad as dan anak mereka Imam Baqir as yang waktu itu berusia 5 tahun juga bersama mereka.
6. Imam Baqir as
Usia saat menikah: 25 tahun
Nama istri: Fathimah
Populasi Bani Hasyim di kota Madinah semakin bertambah dan banyak gadis-gadis dari keluarga Bani Hasyim dan Alawi sangat berharap dapat menjadi istri Imam Muhammad Baqir as. Tapi Imam Sajjad as memilihkan Ummu Farwah yang nama lainnya adalah Fathimah menjadi istri anaknya, Imam Baqir as.
Sekalipun Ummu Farwah waktu itu masih dalam usia remaja, tapi telah menunjukkan sikap yang matang dengan kesempurnaan akhlak. Ketika ia berbicara, maka yang terlihat adalah ketenangan dan penguasaan diri yang baik. Ia sangat tenang tapi tegas.
Sekaitan dengan kepribadian Ummu Farwah, cukuplah apa yang disampaikan Imam Shadiq as tentang ibunya. Beliau berkata, "Ibuku adalah perempuan beriman, takwa dan senantiasa berbuat baik. Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik."
7. Imam Shadiq as
Usia saat menikah: 43 tahun
Nama istri: Hamidah Khatun
Ada poin penting yang perlu diketahui bahwa tidak ada informasi dari buku-buku sejarah tentang pernikahan Imam Shadiq as sebelum berusia 43 tahun.
Hamidah Khatun, istri Imam Shadiq as berasal dari Andalusia dan hasil dari pernikahan ini adalah Imam Kazhim as. Hamidah Khatun mendapat penghormatan di antara perempuan Alawi dan setelah menikah dengan Imam Shadiq as ilmu, makrifat dan kesempurnaannya semakin bertambah. Hal itu dengan mudah dicapainya karena hidup bersama keluarga suci.
Keilmuan dan ketakwaan Hamidah Khatun tumbuh sedemikian cepatnya dan ia banyak mengetahui masalah-masalah keislaman. Itulah mengapa Imam Shadiq as berkata kepadanya agar mengajarkan hukum dan ajaran Islam kepada perempuan muslim.
Sekaitan dengan kepribadian istrinya, Imam Shadiq as berkata, "Hamidah seperti emas murni dan terbebas dari segala yang tidak murni. Para malaikat senantiasa menjaganya, sehingga Allah Swt memberikan kemuliaan kepadaku dan hujjah setelahku."
Hamidah adalah seorang perempuan pintar dan perawi yang dipercayai. Ia terkadang meriwayatkan ucapan Imam Shadiq as.
8. Imam Kazhim as
Usia saat menikah: 20 tahun
Nama istri: Najmah
Najmah adalah istri Imam Kazhim as dan berasal dari Andalusia. Hamidah, ibu Imam Khazim as terlebih dahulu mengenalnya dan ibunya pula yang memilihkan Najmah sebagai istri anaknya, Imam Kazhim.
Sebelum menikah, Najmah biasa pergi ke rumah Imam Shadiq as dan belajar agama Islam kepada Hamidah. Najmah merupakan perempuan terbaik dari sisi pemikiran dan keberagamaan. Najmah sangat menghormati Hamidah dan di hadapan Hamidah, ia begitu menjaga akhlaknya.
Hamidah berkata, "Ketika Najmah datang ke rumah kami, saya sempat bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad Saw dan beliau berkata kepadaku, ‘Hamidah! Berikan Najmah kepada anakmu Musa dan jadikan ia sebagai istrinya. Karena sesungguhnya setelah itu akan lahir orang terbaik di atas bumi.' Saya kemudian melaksanakan perintah ini dan meminang Najmah menjadi istri Kazhim, anakku."
Najmah adalah seorang yang bertakwa, memiliki keutamaan akhlak dan perempuan yang berjiwa besar. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: Rasekhooon
Usia Maksumin as Ketika Menikah (Bagian Ketiga, Habis)
Rabu, 2012 November 14 15:58
9. Imam Ridha as
Usia saat menikah: 25 tahun
Nama istri: Khizran
Poin penting yang patut mendapat perhatian adalah tidak ada sumber sejarah terpercaya yang menyebutkan apakah Imam Ridha as sebelum menikah dengan Khizran pernah menikah atau tidak.
Khizran berasal dari daerah Naubah, sebuah kota di selatan Mesir. Imam Ridha as mendeskripsikan istrinya seperti ini, "Istriku Khizran seorang perempuan suci. Ia adalah perempuan yang dipersiapkan oleh Allah dalam kesucian yang tiada bandingnya. Ia adalah perempuan yang akan membawaku kepada cita-citaku dan memberiku seorang anak bernama Jawad."
Ayatullah Qarahi memiliki keyakinan bahwa lahirnya seorang anak yang baik tidak saja ayahnya harus baik, tapi ibu juga sangat berpengaruh. Oleh karenanya, dalam memilih istri jangan hanya melihat wajahnya saja, tapi juga harus memperhatikan perilakunya. Karena anak yang baik lahir dari seorang ayah dan ibu yang baik.
10. Imam Jawad as
Usia saat menikah: 20 tahun
Nama istri: Samanah
Imam Jawad as untuk pertama kalinya pada usia 9 tahun dipaksa menikah oleh Makmun, Khalifah Abbasiah dengan anaknya Ummul Fadhl dan pada usia 20 tahun beliau menikah dengan Samanah. Ummul Fadhl sendiri adalah seorang perempuan mandul.
Beberapa tahun setelah itu Imam Jawad as memiliki seorang pelayan terhormat dan suci bernama Samanah yang berasal dari Maroko. Ia adalah cucu dari Ammar Yasir. Imam Jawad as menikah dengannya dan darinya beliau mendapat anak bernama Imam Hadi as. Menurut data sejarah, Ummul Fadhl pada akhirnya diperintah oleh Mu'tashim, Khalifah Abbasiah waktu itu untuk meracuni Imam Jawad as dan beliau gugur syahid.
11. Imam Hadi as
Usia saat menikah: 20 tahun
Nama istri: Susan
Susan seorang perempuan terhormat dan ilmuwan. Ia berasal dari daerah Naubah, sebuah kota di selatan Mesir. Sudah menjadi takdirnya ia dibawa ke Madinah dan di sana ia menjadi istri Imam Hadi as. Ketika mereka membawanya kepada Imam Hadi as dan menjadi istrinya, Imam Hadi as berkata tentang istrinya, "Susan telah disucikan dari segala penyakit, kekurangan, keburukan dan ketidaksucian."
Imam Hadi as kepada istrinya berkata, "Allah segera menganugerahkan hujjah-Nya kepada makhluk-Nya dan seluruh dunia akan dipenuhi dengan keadilan setelah sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman."
Susan juga dipanggil sebagai nenek Imam Mahdi af.
12. Imam Hasan Askari as
Usia saat menikah: 22 tahun
Nama istri: Narjis Khatun
Narjis Khatun atau Nargis Khatun adalah anak raja seperti Shahr Banu, istri Imam Husein as. Sebagaimana yang ditulis oleh ahli-ahli sejarah, rencananya ia telah dijodohkan dengan sepupunya. Acara pernikahan telah dipersiapkan dan para tamu sudah banyak yang datang. Ketika itu acara belum dimulai, tiba-tiba terjadi gempa bumi dan pelaminan roboh dan hancur. Keponakan raja yang seharusnya menjadi menantu raja jatuh dari pelaminan dan pingsan. Kejadian ini terulang lagi. Orang-orang yang hadir menasihati raja agar tidak melanjutkan acara ini. Karena menurut mereka kejadian aneh ini petanda kemurkaan Allah dan akhir dari agama Kristen. Rajapun menerima usulan itu. Rencana pernikahan akhirnya dibatalkan.
Narjis Khatun sendiri mengatakan:
"Setelah kejadian itu, di malam hari saya tertidur dan bermimpi Nabi Isa as, Syam'un dan Hawariyun hadir di istana. Mereka menyiapkan sebuah pelaminan dari cahaya tepat di tempat pelaminan sepupuku. Tiba-tiba ada seorang yang memasuki acara itu dan cahayanya memenuhi seluruh istana. Mereka bertanya, ‘Siapa itu?'
Dijawab, ‘Itu adalah Muhammad bin Abdullah Saw, Nabi terakhir dan menantunya, Ali bin Abi Thalib as.'
Setelah itu saya melihat ada orang-orang penuh wibawa yang menghormati Nabi Isa as. Nabi Muhammad Saw kemudian maju dan berkata kepada Nabi Isa as, ‘Kami datang untuk meminang Melika (Narjis Khatun), yang merupakan keturunan penggantimu Syam'un untuk anakku Hasan Askari.'
Nabi Isa as memandng Syam'un dan berkata, ‘Kebahagiaan telah berpihak padamu. Satukan keturunanmu dengan keturunan Muhammad.'
Syam'un menerima pinangan itu dengan gembira.
Setelah mendapat persetujuan Syam'un, Nabi Muhammad Saw membacakan khutbah nikah dan menikahkan aku dengan Imam Hasan Askari as."
Ketika Narjis Khatun bersama sejumlah perempuan Roma tertawan oleh pasukan Islam dalam perang antara pasukan Romawi dan Islam, beliau menanti siapa yang akan mendatanginya. Suatu hari, saat para tawanan dibawa ke Baghdad dengan kapal, wakil Imam Hadi as pergi ke sana dan membelinya. Kemudian dengan penuh penghormatan Narjis Khatun dibebaskannya. Setelah itu keluarga Imam Hadi as meminangnya. Narjis Khatun dengan gembira menerima pinangan itu dan dengan demikian, mimpinya menjadi kenyataan. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: Rasekhoon
Koleksi Foto Kronologi
Ini terjemahan dari Saleh Lapadi West Papua. Beliau adalah wartawan IRIB di Republik Islam Iran.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lanjutkan Membaca
Oleh: Uwais Moballeghi.
"Koran Israel Maariv menyebutkan, Menteri Keamanan Dalam Negeri dan Kepala Staf Gabungan Militer Israel yang berada di gedung Kementerian Pertahanan Zionis, adalah orang pertama yang segera berlari menuju bunker setelah mendengar alarm"
Allah berfirman:
"Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya 1475 adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim". (QS. 62:5)
"Katakanlah: "Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mendakwakan bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar". (QS. 62:6)
"Mereka tiada akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim". (QS. 62:7)
"Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS. 62:8)
Dalam ayat-ayat diatas Allah telah mengkeledaikan orang-orang Yahudi tetapi sekarang geleran kita dikeledaikan Allah apabila setiap rumah Muslim punya Qur-an tetapi tidak memahami pesan Allah dalam Qur-an kecuali hanya membaca-baca saja dengan harapan dapat pahala, benarkah?
Sementara orang "besar" menggunakan Qur-an sebagai seni kaligrafi, sekedar menikmati suara para qari, membaca beberapa ayat saja setiap dimulainya pertemuan atau acara pelantikan pejabat negara dan selebihnya diperuntukkan untuk orang mati bukan untuk orang hidup.
Sementara "orang alim" merobah ayat 1surah al Baqarah dari "Hudallinnas" kepada "lil Qari"