RAMADHAN OH RAMADHAN..........KINI ENGKAU DATANG LAGI............SEMOGA KAMI MENDAPAT REDHA ALLAH DALAM MENYAMBUTMU. . . . . . .
SHALAT ADALAH TIANG AGAMA (HADIST).YANG MENJADI PERSOALAN, KITA LUPA BAHWA TIANG ITU MEMBUTUHKAN FLATFORM TEMPAT TANCAPANNYA (BACA AQIDAH)
hsndwsp
di
Ujung Dunia
hsndwsp
di
Ujung Dunia
Perkenankanlah saya menyambung tulisan anda, bung Win. Anggap saja demikian, bukan tanggapan. Setiap kali saya lihat tulisan anda, sepertinya tak terasa terbaca habis. Kali ini anda lagi berbicara soal Ramadhan. Sepertinya tulisan anda itu bagus , namun perkenankanlah saya memaparkan lanjutannya tentang persoalan Ibadah yang menurut anda adalah satu-satunya ibadah yang utama.
Saya yakin anda tau bahwa Islam itu adalah suatu "system" yang Kaffah, dimana platformnya adalah Aqidah. Aqidah yang kumaksudkan dalam kontek ini bukan sekedar formula yang sering diulang-ulang oleh orang yang ingin memperoleh pahala. Aqidah yang saya maksudkan adalah pemahaman yang demikian mendalam yang terkandung dalam Kalimah "Laa ilah illa Allaah, Muhammadur Rasuulullah". Apabila kita ana lisa makna yang terkandung dalam shahadah pertama, termaktub didalamnya bahwa kita sekali-kali, pantang bersatupadu dalam system taghut macam Indonesia, kecuali terpaksa bertaqiah. Jadi pengertian yang terkandung didalamnya termasuk sekali-kali tidak akan tundukpatuh kecuali kepadaNya. Dengan pengertian seperti itu adalah bohong seseorang yg mengucapkan walau berjuta kali kalimah shahadah tersebut sementara orang tersebut sepakterjangnya sehari-hari dalam kehidupannya bersatupatu dalam system Taghut yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah (baca . . . . . . .waman lamyahkum bima anzalallah, faulaika humul kafirun . . . . . . . . . .
(QS Al Maidah 44, 45 dan 47)
Apabila seseorang meyakini seperti apa yang saya ungkapkan diatas, orang tersebut memahami kalimah syahadah tersebut secara ideology, bukan secara kebudayaan. Disinilah muncul istilak Islam Ideology dan Islam kebudayaan (culture). Hal ini berhubungan erat dengan fungsi para Rasul dan Imam yang diutus sebagai Ideolog, manusia-manusia berwa jah "merah", bukan manusia berwajah "pucat" (baca para ilmuwan), Pin jam istilah Ali Syariati, Republik Islam Iran
Apabila persoalan Aqidah ini sudah mantap barulah berguna Ibadah lainnya, termasuk Shalat dan Shaum di bulan Ramadhan. Dengan kata lain Ibadah apapun tidak berguna disisi Allah kalau Aqidahnya tidak benar. Orang yang mantap Aqidahnya tidak takut kepada siapapun kecuali Allah. Lihatlah ketika Daksur mengancam untuk membunuh Nabi Muhammad: "Sekarang aku akan membunuhmu, siapa yang akan membelamu, Muhammad? "Tidak siapapun kecuali Allah", Jawab Rasul. Pengaruh jawana Rasul itu, Daksur gemetaran dan pedangnyapun jatuh dari tangannya. Lihatlah Imam Ali ketika berbaring ditempat tidur Rasulullah, untuk menyelamatkan Rasul. Ketika ada orang tanya pada Imam Ali siapa yang lebih utama diantara anda dan Nabi Musa, Imam menjawab: ". . . . . . .Nabi Musa takut kepada Firaun setelah membunuh orang Kubti tapi aku tidak takut ketika tidur ditempat Rasulullah kendatipun orang Quraish hampir saja membunuhku"
Urutannya Islam itu terdiri dari Aqidah, Muamalah/Ibadah dan terakhir sekali adalah Akhlaq. Untuk memudahkan umpamakan saja sebatang pohon dimana Akar sebagai Aqidah, Batang dan dahan sebagai Ibadah/Muamalah dan buahnya sebagai Akhlaq. Kalau batang kita tebang akan muncul tunas lainnya, konon pula buah yang kita petik. Tetapi kalau anda pangkas akarnya tamatlah riwayatnya. Dengan kata lain saya hendak katakan bahwa tidak ada artinya Ibadah/Muamalah dan Akhlaq kalau Aqidahnya tidak benar (baca sekedar diucapkan saja walau berjuta kali)
Rasulullah mengatakan bahwa Shalat itu tiang agama. Ucapan Rasul itu pasti benar. “Dan, tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Uca pan itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). oleh (Jibril) yang sangat kuat.” (QS. An-Najm: 3-5)
Yang menjadi persoalan adalah bahwa ketika kita berbicara Tiang dari suatu bangunan sebagai permisalan Islam, kita lupa bahwa masih ada faktor yang lebih utama dari tiang tersebut dimana tiang butuh tempat tancapannya yakni Platformnya (baca Aqidah). Dalam hal ini Shalat memang Ibadah Ritual yang terpenting setelah Ibadah membela kaum dhuafa dalam suatu perjuangan kemerdekaan. (baca Ibadah Sosial) Tidak ada artinya samasekali disisi Allah bagi orang yang berkhusyuksepi dengan shalat wajib plus sunnahnya sementara rintihan kaum dhuafa menjadi bulan-bulanan kaum mutaqabbirun tidak ada yang ambil peduli. Allah berfirman: "Fawailul lil mushallin" (Celakalah orang -orang yang Shalat). Kena pa?. Mereka itu sesungguhnya adalah pendus ta agama. Shalat orang seperti itu hanya sekedar memperlihatkan pada orang ramai.
Bagaimana dengan Shaumnya? Kendatipun Shaum itu punya sisi khasnya namun masih tidak punya makna disisi Allah andaikata orang yang berpuasa tersebut belum benar Aqidahnya sebagaimana luluhlantaknya batang dari sebuah pohon akibat sirnanya Akar. Rasulullah berkata: "Betapa banyak orang yang berpuasa, namun mereka tidak mendapat apa-apa kecuali lapar dan dahaga". Tepat sekali seperti dikatakan bung Winwannur bahwa penampilan yang terkesan alim yang diperlihatkan teman lamanya tidak membuat kita heran, kecuali, ya biasa saja. Mereka hendak mengejar Akhirat secara keliru 180 derajat. Islam adalah agama dua Dimensi, hablum minallah wa hablum minannas.
Allah,Tuhannya kaum dhuafa menempatkan Hablum minannas diatas hablum minallah (baca Sosial atas ritual atau horizontal atas fertikal). Rasul Allah berkata: "Tidak pernah beriman kepadaku orang yang tidur kenyang sedangkan tetangganya kelaparan, dan jika penduduk suatu kampung tidur nyenyak sedangkan ada salah seorang saja dari mereka yang kelaparan, maka Allah tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat".
Tugas utama para Rasul adalah membebaskan kaum dhuafa dari belenggun yang menimpa kuduk-kuduk mereka (Al A'raf, 157). Orang yang benar Imannya adalah orang yang mengikuti bagaimana para Rasul berkiprah dalam hidupnya. Kecuali tidak ada pemimpin yang memimpin perjuangan, kita terpaksa bergerak dibawah tanah dulu (baca bersabar tapi aktif) sebagaimana Rasulullah berjuang sebelum memiliki powernya.
Sebelum hsndwsp menutup tulisan ini tidak lupa menyampaikan Hikmahnya berpuasa. Pabila perut mulai keroncongan dan juga ditimpa teriknya Matahari, adakah kita teringat secara mendalam bagaimana pedihnya orang yang takpunya? Lebib-lebih lagi di bulan Ramadhan ini dimana mereka membuka puasanya dengan telur dan saur kang kung? Apakah kita termasuk dalam golongan orang orang yang berbuka puasa kesana-kemari dengan jamuan mewah sebagaimana yang dilakukan kaum mutaqabbirun di hotel-hotel yang tenggelam dalam statusquonya? Bagaimanakah kondisi masyarakat Acheh - Sumatra di kampung-kampung pedalamannya sekarang ini?
Nah setelah Ramadhan meninggalkan kita, bagaimana sepakterjang kita? Masihkah berpenampilan kaum mutaqabbirun itu? Inilah yang patut kita renungkan ketika kita berbicara Ramadhan secara pribadi, sementara secara komunitas, kita diperintahkan berjuang membela kaum dhuafa, melepaskan belenggu yang menimpakan kudukkuduk mereka. Dari renungan seperti inilah dapat ditemukan indikasinya diterima atau tidak nya puasa kita.
Billahi fi sabililhaq
hsndwsp
Saya yakin anda tau bahwa Islam itu adalah suatu "system" yang Kaffah, dimana platformnya adalah Aqidah. Aqidah yang kumaksudkan dalam kontek ini bukan sekedar formula yang sering diulang-ulang oleh orang yang ingin memperoleh pahala. Aqidah yang saya maksudkan adalah pemahaman yang demikian mendalam yang terkandung dalam Kalimah "Laa ilah illa Allaah, Muhammadur Rasuulullah". Apabila kita ana lisa makna yang terkandung dalam shahadah pertama, termaktub didalamnya bahwa kita sekali-kali, pantang bersatupadu dalam system taghut macam Indonesia, kecuali terpaksa bertaqiah. Jadi pengertian yang terkandung didalamnya termasuk sekali-kali tidak akan tundukpatuh kecuali kepadaNya. Dengan pengertian seperti itu adalah bohong seseorang yg mengucapkan walau berjuta kali kalimah shahadah tersebut sementara orang tersebut sepakterjangnya sehari-hari dalam kehidupannya bersatupatu dalam system Taghut yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah (baca . . . . . . .waman lamyahkum bima anzalallah, faulaika humul kafirun . . . . . . . . . .
(QS Al Maidah 44, 45 dan 47)
Apabila seseorang meyakini seperti apa yang saya ungkapkan diatas, orang tersebut memahami kalimah syahadah tersebut secara ideology, bukan secara kebudayaan. Disinilah muncul istilak Islam Ideology dan Islam kebudayaan (culture). Hal ini berhubungan erat dengan fungsi para Rasul dan Imam yang diutus sebagai Ideolog, manusia-manusia berwa jah "merah", bukan manusia berwajah "pucat" (baca para ilmuwan), Pin jam istilah Ali Syariati, Republik Islam Iran
Apabila persoalan Aqidah ini sudah mantap barulah berguna Ibadah lainnya, termasuk Shalat dan Shaum di bulan Ramadhan. Dengan kata lain Ibadah apapun tidak berguna disisi Allah kalau Aqidahnya tidak benar. Orang yang mantap Aqidahnya tidak takut kepada siapapun kecuali Allah. Lihatlah ketika Daksur mengancam untuk membunuh Nabi Muhammad: "Sekarang aku akan membunuhmu, siapa yang akan membelamu, Muhammad? "Tidak siapapun kecuali Allah", Jawab Rasul. Pengaruh jawana Rasul itu, Daksur gemetaran dan pedangnyapun jatuh dari tangannya. Lihatlah Imam Ali ketika berbaring ditempat tidur Rasulullah, untuk menyelamatkan Rasul. Ketika ada orang tanya pada Imam Ali siapa yang lebih utama diantara anda dan Nabi Musa, Imam menjawab: ". . . . . . .Nabi Musa takut kepada Firaun setelah membunuh orang Kubti tapi aku tidak takut ketika tidur ditempat Rasulullah kendatipun orang Quraish hampir saja membunuhku"
Urutannya Islam itu terdiri dari Aqidah, Muamalah/Ibadah dan terakhir sekali adalah Akhlaq. Untuk memudahkan umpamakan saja sebatang pohon dimana Akar sebagai Aqidah, Batang dan dahan sebagai Ibadah/Muamalah dan buahnya sebagai Akhlaq. Kalau batang kita tebang akan muncul tunas lainnya, konon pula buah yang kita petik. Tetapi kalau anda pangkas akarnya tamatlah riwayatnya. Dengan kata lain saya hendak katakan bahwa tidak ada artinya Ibadah/Muamalah dan Akhlaq kalau Aqidahnya tidak benar (baca sekedar diucapkan saja walau berjuta kali)
Rasulullah mengatakan bahwa Shalat itu tiang agama. Ucapan Rasul itu pasti benar. “Dan, tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Uca pan itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). oleh (Jibril) yang sangat kuat.” (QS. An-Najm: 3-5)
Yang menjadi persoalan adalah bahwa ketika kita berbicara Tiang dari suatu bangunan sebagai permisalan Islam, kita lupa bahwa masih ada faktor yang lebih utama dari tiang tersebut dimana tiang butuh tempat tancapannya yakni Platformnya (baca Aqidah). Dalam hal ini Shalat memang Ibadah Ritual yang terpenting setelah Ibadah membela kaum dhuafa dalam suatu perjuangan kemerdekaan. (baca Ibadah Sosial) Tidak ada artinya samasekali disisi Allah bagi orang yang berkhusyuksepi dengan shalat wajib plus sunnahnya sementara rintihan kaum dhuafa menjadi bulan-bulanan kaum mutaqabbirun tidak ada yang ambil peduli. Allah berfirman: "Fawailul lil mushallin" (Celakalah orang -orang yang Shalat). Kena pa?. Mereka itu sesungguhnya adalah pendus ta agama. Shalat orang seperti itu hanya sekedar memperlihatkan pada orang ramai.
Bagaimana dengan Shaumnya? Kendatipun Shaum itu punya sisi khasnya namun masih tidak punya makna disisi Allah andaikata orang yang berpuasa tersebut belum benar Aqidahnya sebagaimana luluhlantaknya batang dari sebuah pohon akibat sirnanya Akar. Rasulullah berkata: "Betapa banyak orang yang berpuasa, namun mereka tidak mendapat apa-apa kecuali lapar dan dahaga". Tepat sekali seperti dikatakan bung Winwannur bahwa penampilan yang terkesan alim yang diperlihatkan teman lamanya tidak membuat kita heran, kecuali, ya biasa saja. Mereka hendak mengejar Akhirat secara keliru 180 derajat. Islam adalah agama dua Dimensi, hablum minallah wa hablum minannas.
Allah,Tuhannya kaum dhuafa menempatkan Hablum minannas diatas hablum minallah (baca Sosial atas ritual atau horizontal atas fertikal). Rasul Allah berkata: "Tidak pernah beriman kepadaku orang yang tidur kenyang sedangkan tetangganya kelaparan, dan jika penduduk suatu kampung tidur nyenyak sedangkan ada salah seorang saja dari mereka yang kelaparan, maka Allah tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat".
Tugas utama para Rasul adalah membebaskan kaum dhuafa dari belenggun yang menimpa kuduk-kuduk mereka (Al A'raf, 157). Orang yang benar Imannya adalah orang yang mengikuti bagaimana para Rasul berkiprah dalam hidupnya. Kecuali tidak ada pemimpin yang memimpin perjuangan, kita terpaksa bergerak dibawah tanah dulu (baca bersabar tapi aktif) sebagaimana Rasulullah berjuang sebelum memiliki powernya.
Sebelum hsndwsp menutup tulisan ini tidak lupa menyampaikan Hikmahnya berpuasa. Pabila perut mulai keroncongan dan juga ditimpa teriknya Matahari, adakah kita teringat secara mendalam bagaimana pedihnya orang yang takpunya? Lebib-lebih lagi di bulan Ramadhan ini dimana mereka membuka puasanya dengan telur dan saur kang kung? Apakah kita termasuk dalam golongan orang orang yang berbuka puasa kesana-kemari dengan jamuan mewah sebagaimana yang dilakukan kaum mutaqabbirun di hotel-hotel yang tenggelam dalam statusquonya? Bagaimanakah kondisi masyarakat Acheh - Sumatra di kampung-kampung pedalamannya sekarang ini?
Nah setelah Ramadhan meninggalkan kita, bagaimana sepakterjang kita? Masihkah berpenampilan kaum mutaqabbirun itu? Inilah yang patut kita renungkan ketika kita berbicara Ramadhan secara pribadi, sementara secara komunitas, kita diperintahkan berjuang membela kaum dhuafa, melepaskan belenggu yang menimpakan kudukkuduk mereka. Dari renungan seperti inilah dapat ditemukan indikasinya diterima atau tidak nya puasa kita.
Billahi fi sabililhaq
hsndwsp
di Ujung Dunia
From: winwannur
To: acehkita@yahoogroup s.com
Sent: Wednesday, August 19, 2009 4:05:51 AM
Subject: [acehkita] Selamat Datang Ramadhan, Bulan yang Suci dan Istimewa
m