Rabu, 30 September 2009

BASYAR ADALAH MAKHLUK YANG TIDAK BERBULU DI TELAPAK TANGANNYA. ANDAIKATA BERBULU BERARTI MAWAS ATAU GORILLA





Bismillaahirrahmaan irrahiim

Ketika AS melemparkan isu teroris, kita masih mampu berfikir justru AS lah teroris yang sebenarnya tetapi disebabkan AS memiliki "corong terbesar" Dunia sekarang ini, dengan mudahnya menuduh pihak lain sebagai teroris. Andaikata AS itu memanfaatkan Power yang mereka miliki, benar-benar untuk membebaskan komunitas-komunitas yang terzalimi di seluruh pelosok Dunia seperti West Papua, Republik Maluku Selatan dan Acheh - Sumatra dari penindasan Indonesia serta komunitas-komunitas lainnya seperti komunitas Kurdistan, Moro di Pilipina, Palestina di Timur tengah dan komunitas-komunitas lainnya di benua Afrika, barulah benar AS dan penduduk Duniapun akan salut kepada AS sebagai Polisi Dunia. Sayangnya realita tidaklah demikian. Mereka telah melukai komunitas Afganistant, Irak dan tidak bersikap jujur terhadap Republik Islam Iran, dimana yang terakhir ini sepertinya akan mampu menempatkan dirinya sebagai pengundang Imam Akhir Zaman untuk meluluh lantakkan segala bentuk kezaliman dipermukaan Bumi ini sebelum tiba masanya Kiamat Dunia.
 

Yang ingin penulis ingatkan, kenapa ketika kita saksikan orang-orang yang mendekam dalam penjara Indonesia, kita tidak mampu berfikir bahwa sesungguhnya persekongkolan antar "Fir'un", "Karun" dan "Bal'am" Indonesia itu jauh lebih zalim daripada pribadi manapun yang dijebloskan dalam penjara kecuali koruptor kelas monster. Bukankah kezaliman yang dibuat pribadi-pribadi tersebut akibat ulahnya penguasa Indonesia itu sendiri? Andaikata Indonesia tidak menzalimi bangsa Acheh - Sumatra kali ini via MoU Helsinki, Acheh - Sumatra akan merdeka. Ketika Acheh - Sumatra telah merdeka, pemerintah Acheh - Sumatra akan mengembalikan harta yang dianugerahkan Allah dalam perut Bumi Tanah Rencong itu kepada pemiliknya (baca siapapun mereka yang mendiami bumi Acheh - Sumatra) Andaikata realita ini dapat kita saksikan, tidak ada lagi orang Acheh - Sumatra yang mendekam dalam penjara-penjara di Tanah Rencong. Seluruh penduduk Acheh - Sumatra akan menggapai finansialnya. Persoalan utama manusia adalah finansialnya. Pabila pribadi yang diamanhkan Allah menduduki jabatan Top Leadernya, pribadi tersebut takut kepada Allah. Pribadi tersebut akan menunaikan kewajibannya sebagaimana diamanahkan Allah. Pertama sekali yang dia lakukan adalah berdaya upaya untuk meraih finansialnya bagi seluruh penduduknya. Namun kenapa fenomena tersebut hanya kita saksikan di Norwegia sekarang ini? Apakah orang non Islam lebih baik daripada orang Islam? Bukan. Justru disinilah kita menemukan kuncinya bahwa penguasa Indonesia beserta pribadi-pribadi yang bersekongkol dalamnya sesungguhnya bukan orang Islam tetapi munafiq. Maaf, ”Qulilhaq walaukana murra”, kata Rasulullah.

Lihatlah di Acheh - Sumatra, mengapa mayoritas penduduknya tidak berilmu? Pastinya disebabkan mereka jangankan untuk meneruskan pendidikannya sampai kepeguruan Tingi, mencari sesuap nasi buat kehidupan keluarganya saja sepertinya mereka tak mampu. Jadi yang sampai keperguruan Tinggi justru anak orang orang dimana orang tua mereka memiliki har
ta untuk menyekolahkan anak mereka. Selebihnya adalah anak orang-orang yang bersekongkol dalam system Indonesia hingga mereka dengan mudah meraih finansialnya serta sanggup menyekolahkan anakanak mereka sampai keperguruan Tinngi bahkan ke luar negeri.

Kalau kita mampu membuka cakrawala berfikir, siapakah pemilik harta yang terkandung dalam Bumi Acheh - Sumatra sesungguhnya? Orang-orang yang pintar dan teguh Iman akan menjawabnya bahwa pemiliknya adalah seluruh manusia yang mendiami Tanah Rencong. Tetapi kenapa mereka lantas menjadi bodoh terus-menerus hingga setiap 5 tahun sekali mereka hanya tergiring kekancah sandiwara yang tidak lucu itu? Sekarang kita ulang kembali siapakah sesungguhnya yang lebih zalim, penghuni penjarakah atau penguasa Indonesia plus "Aceh"?


Justeru itulah sering kita katakan bahwa para Ilmuwan, propessor, doktor dalam system Taghut yang zalim, hipokrit dan korrupt adalah pribadi- pribadi yang "berwajah pucat". Sepertinya mereka tidak mampu berpikir ketika berhadapan dengan gagasan-gagasan para Ideolog yang "berwajah merah". Betapa banyak dosen-dosen di perguruan tinggi Banda Acheh? Bagaimanakah sepak terjang mereka? Bukankah setiap pribadi yang berilmu diamanahkan Allah untuk melepaskan kaum mustadhafin dari belenggu yang menimpa kuduk- kuduk mereka? (QS, QS.7:157 & QS, 90:12-18) Bukankah semua kerja mereka sia-sia saja andaikata mereka tidak berdaya upaya untuk melepaskan kaum yang tertindas ekonominya dimana-mana, di Acheh - Sumatra dan bahkan di West Papua dan Ambon dimana mereka dilestarikan tubuhnya dalam keadaan telanjang oleh para Basyar didikan Belanda? Masihkah kita membanggakan diri sebagai pribadi-pribadi Muslim? Tidak pahamkah kita bahwa 'Aqidah kita sudah sirna begitu kita bergabung dalam system zalim, hipokrit dan korrupt? Kenapa kita asik memfokuskan 'aqidah pada rumusan dua kata, "Lailaha illallah, Muhammadur Rasulullah" sementara esensinya kita tak paham? Bagaiman kita mendefinisikan Iman yang sesungguh nya? Masihkah kita mengandalkan hadist-hadist palsu untuk membela diri sebagai pribadi-pribadi Muslim?

ITU ADALAH BASYAR, BUKAN MANUSIA BERIMAN
Yang namanya manusia difasilitasi Allah dengan alat fikir di kepalanya masing-masing. Apabila manusa tidak tundukpatuh kepada Allah yang menjadikan Alam semesta serta diri mereka sendiri, mereka akan sesat selama-lamanya biarpun rajin shalat, puasa, zakat, naik haji dan sebagainya. (Kecuali mereka itu termasuk orang awwam yang masih berkemungkinan besar untuk diampuni Allah dosanya). Type makhluk seperti itu disebut Basyar, pinjam istilah DR Ali Syariati, ahli fikir yang belum ada duanya di jaman kita ini.

Basyar adalah makhluk yang tidak berbulu ditangannya. Andaikata berbulu, berarti mawas atau gorilla. Basyar makhluk yang sekedar exist di Dunia ini. Mereka tidak pernah beresensi. kendatipun mereka pintar dan berkedudukan sebagai Dosen atau maha guru sekalipun, konon pula kalau mereka hanya sebagai wartawan, pegawai negeri yang hanya berfungsi sebagai ”Pak Turut”, berbicara tentang kezaliman namun tidak pernah sadar dimana mereka sendiri termasuk bahagian dari kezaliman itu sendiri. Mereka terbuai dengan prestis: "Ah saya kan dosen, saya kan jurnalis independent, saya kan khatib mesjid sebagai corang para mutakabbirun, saya kan doktor bedah agar "penyakit" rakyat dapat saya keluarkan"?

Perlu digaris bawahi bahwa manusia memecahkan persoalan dengan pikiran yang dianugerahkan Allah kepadanya, sedangkan basyar cendrung kepada prilaku binatang buas dengan menampilkan "Hukum Rimba" sebagaimana sepak terjang ”serigala - serigala” haus darah dalam system Hindunesia. Ini bukan pernyataan emosionil, tetapi realita. Pernyataan saya ini memang pahit dan lebih pahit dari pil Knine, namun itulah yang dapat menjembuhkan "penyakit malarianya" bagi orang - orang yang bersekongkol dalam system thaghut Pancasila. Siapakah diantara kita yang mampu menelan "pil pahit" ini? Siapakah yang mampu berpatah balik sebagaimana Hurr bin 'adiy berpatah balik untuk memihak kepada Imam Hussein di medan Karbala ?

Mampukah kita menderita dalam Islam sebelum existnya system yang rahmatan lil 'alamin? Mampukah kita mengikuti jejak Abu Dzar Ghifari sebagai prototype kaum mustadhafin yang sadar apa sesungguhnya tujuan hidup di Dunia yang akan fana ini? Pernahkah kita renungkan, kemana orang-orang yang hidup mewah dalam system yang menzalimi kaum mustadhafin sekarang ini?

Mereka sedang menjalankan siksaan Qubur sebelum di jebloskan ke dalam Neraka. (Na'uzu billahi min dzalik). Berapa lamakah mereka menikmati hidup bahagianya? Hanya sebentar saja, sementara dalam Neraka kekal selama-lamanya.

Model Abu Dzar Ghifari dan Hur bin 'Adiy itulah yang termasuk manusia brillian, mampu melawan segala fasilitas gemerlap yang di tawarkan penguasa zalim di zamannya, demi keselamatan Akhiratnya. Abu Dzar Ghifari memilih menderita dan mati di Havadhah, tempat terpencil akibat melawan penguasa zalim dimasanya. Sementara Hur memilih syahid bersama cucu Rasulullah saww, Imam Hussein bin 'Ali karamallahu wajhah. Kalau anda berasal dari anak orang yang bersekongkol dalam system yang menzalimi kemanusiaan itu, saya tidak terlalu fokus, tetapi betapa sayangnya anda-anda yang sampai kepeguruan Tinggi dari orang tua yang membiayai anda dengan harta dari hasil keringatnya sendiri yang sah disisi Allah, berkesudahan sama kelak dalam keadaan menyesali diri sendiri dihadapan Allah swt.
 
TINJAUAN FENOMENA ALAM
Manusia hidup di Dunia ini penuh dengan ujian dan tantangan untuk menuju tempatnya semula (baca tempat Adam bersama Siti Hawa) Andaikata tidak berhasil, mereka akan masuk Neraka dan kekal selama-lamanya. (na'uzu billahi min zalik). Hal ini dapat kita analisa proses tumbuh-tumbuhan sebagai "ayat" Allah yang alami. Ambillah contoh pokok kelapa dimana setiap tungkulnya bisa berbunga lebih-kurang seribu bakal buah. Namun yang sempat menjadi putik lebih-kurang lima puluh buah. Lalu putik tersebut mampu menjadi kelapa siap pakai lebih-kurang 25 buah (kelapa muda), itu pun masih teruji lagi dengan gangguan tupai sehingga tinggal hanya lebih-kurang 10 buah yang dapat bermanfa'at untuk manusia.

Kemudian kita lihat contoh yang lain dari pohon Durian yang representant, mampu berbunga satu milyar calon buah. Dari satu milyar itu yang sempat jadi putik lebih-kurang satu juta. Dari satu juta itu yang berhasil untuk melawan ujian sengatan serangga, hembusan angin, guyuran hujan dan sebagainya lebih kurang 5 ratus buah. Dari 5 ratus buah itu masih menga lami ujian jenis lainnya seperti kalong, tupai dan penjakit alami lainnya yang membuat buah itu tawar rasanya. Akhirnya yang dapat bermanfaat untuk manusia atau memenuhi standar durian sekitar lebih-kurang 200 buah saja.

Demikianlah gambaran manusia ini. Pertama kita ambil saja yang telah berikrar untuk mengucap dua kalimah syahadah di Tanah Rencong. Lalu di uji lagi yang ada melakukan Shalat, Puasa dan membayar Zakat. Lalu di uji lagi dengan beramar makruf nahi mungkar. Akhirnya diuji dengan "Bahtera" yang kita naiki, apakah bahtera yang tunduk patuh kepada Allah atau kepada Thaghut, apakah mereka termasuk orang-orang yang bersatupadu untuk membela kaum mustadhafin, melepaskan beban yang menimpa kuduk-kuduk mereka (QS.7:157 & QS,90:12-18) atau egois dan bangga sebagai dosen dalam system Thagut yang zalim, hipokrit dan korrupt, maha guru, Propessor, Doktor, Direktur suatu surat kabar, sementara semua mereka itu hanya mementingkan diri dan keluarganya masing-masing.

Akhirnya penganut Islam di Dunia yang lebih kurang 2 milyar, tinggal yang benar-benar beriman mungkin hanya sekitar ratusan juta saja yang redha Allah. Bayangkan berapa jumlahnya yang termasuk benar-benar beriman dari orang-orang yang ada di pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan West Papua?

Sekarang kita bertanya pada diri kita masing-masing adakah saya ini termasuk dalam bilangan orang-orang yang benar-benar beriman, sehingga terbebas dari siksaan api Neraka ? Jawabannya marilah kita berusaha dan berdoa sesuai dengan petunjukNya sebagaimana yang diaplikasikan para Rasul, Imam - Imam dan Ulama warasatul ambia, bukan ulama gadongan. Andaikata kita termasuk orang yang terlanjur berada dalam system yang menzalimi kaum mustadhafin, cepatlah berpatah balik sebelum terlambat. Disinilah gunanya tulisan saya yang tidak bermaksud untuk menyakiti hati siapapun tetapi demi menyelamatkan manusa dari bahtera Namrud ke bahtera Ibrahim, dari bahtera Fir’un ke bahtera Musa dan Harun, dari bahtera Kaisar-kaisar di Rhoma ke bahtera ’Isa bin Maryam, dari bahtera Abu Sofyan ke bahtera Muhammad saww, dari bahtera Muawiyah ke bahtera Imam ’Ali bin Abi Thalib, dari bahtera Yazid bin Mu’awiyah ke bahtera Imam Hussein, dari bahtera Syah Reza Palevi ke bahtera ”Imam” Khomaini, dari bahtera Hindunesia ke bahtera Acheh Sumatra yang belum exist.

Nah persoalan yang terjadi diantara orang - orang yang bersekongkol dalam system thaghut Pancasila dan orang - orang yang antithesis dengannya juga merupakan proses ujian Allah untuk menentukan kemenangan atau kekalahan Akhiratnya, kendatipun kebanyakan manusia enggan melihat persoalan kenegaraannya dengan kacamata Al Qur-an. Akibatnya mereka cenderung menampilkan "hukum Rimba", Yang kuat memakan yang lemah, yang kaya memperbudak yang miskin, yang pintar membodoh-bodohi kaum mustadhafin.



Billahi fi sabililhq
hsndwsp
di Ujung Dunia



 
 
 
 
 
m

Tidak ada komentar:

Posting Komentar