Senin, 25 April 2011

KEBERANIAN BANGSA BAHRAIN MENGHADAPI KESYAHIDAN ADALAH PROTOTIPE KEBERANIAN KELUARGA IMAM HUSSEIN AS






TRAGEDI BAHRAIN MERUPAKAN DUPLIKAT DARIPADA TRAGEDI 
DI PADANG KARBALA 
DIMANA SAAT BERLANGSUNGNYA PEMBANTAIAN 
 TERHADAP 
KELUARGA RASULULLAH SAWW DI KARBALA IRAK 
BANYAK JUGA ORANG ISLAM YANG MENGETAHUI KEBENARAN IMAM HUSSEIN DAN KEZALIMAN TENTARA YAZID BIN MUAWIYAH. 
TETAPI MEREKA TETAP SAJA BUNGKAM 
MENYAKSIKAN TRAGEDI TERSEBUT 
KECUALI HUR BIN 'ABDULLAH
hsndwsp
Acheh - Sumatra


 
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Mengapa Rakyat Bahrain Paling Tertindas?
Mencermati transformasi terbaru Timur Tengah dan politik kontradiktif sejumalh negara-negara Barat dan Arab dalam menyikapinya, dapat diukur tingkat ketertindasan dan kemazluman rakyat Bahrain. Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei saat bertemu dengan ribuan rakyat provinsi Fars menegaskan, "Dalam transformasi terbaru kawasan Timur Tengah, rakyat Bahrain yang paling terzalimi."

"Protes rakyat Bahrain sah dan tepat. Bila seseorang yang memiliki cara pandang benar mengenai kondisi rakyat Bahrain, bentuk pemerintahan dan cara para penguasa memanfaatkan kekuasaan, pasti ia mengutuk perilaku pemerintah Bahrain menumpas rakyatnya," ungkap Rahbar.

"Langkah yang ditempuh pemerintah Bahrain dalam menyikapi rakyatnya jelas-jelas salah," kata Rahbar "Karena tindakan semacam ini hanya akan menambah kemarahan rakyat. Bila kemarahan menggumpal dan tumpah, pada waktu itu pemerintah sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi."

Masih terkait Bahrain, Ayatullah Sayid Ali Khamenei mengatakan, "Selain pemerintah Bahrain, pihak asing yang mengirimkan pasukannya ke Bahrain juga salah melangkah."

Melihat transformasi terbaru Timur Tengah, pernyataan Rahbar mengenai ketertindasan bangsa Bahrain semakin nampak jelas.

Ketika Tarek el-Tayeb Mohamed Ben Bouazizi, pemuda Tunisia yang membakar dirinya di depan gedung walikota Tunisia-menjadi pemicu revolusi di Timur Tengah-negara-negara Barat mendukung para diktator Arab dan membantu larinya diktator Tunisia dari negaranya.

Selanjutnya, ketika tiba giliran lengsernya diktator Hosni Mubarak, sekalipun pada awalnya Amerika mendukung sekutu lamanya dan secara transparan menuntut agar ia tetap berada pada kekuasaannya. Namun setelah melihat gelombang kemarahan rakyat Mesir tidak kunjung surut, Amerika memilih untuk meninggalkan sekutu lamanya itu seorang diri.

Revolusi akhirnya sampai di pintu gerbang Libya. Kali ini, bukan hanya teman dekat Barat Kolonel Muammar Gaddafi, diktator Libya yang membelakanginya, tapi ternyata malah bangkit mengangkat senjata dan melawan. Mereka baru teringat untuk melindungi rakyat tertindas Libya dari tangan besi Gaddafi. Benar, negara-negara Barat berperang di Libya untuk kebebasan. Tapi bukan untuk membebaskan rakyat Libya, tapi untuk membebaskan minyak milik rakyat. Ketika Berlusconi, Sarkozy, Obama dan Merkel menyaksikan Libya akan terlepas dari kendali mereka, para penguasa Barat itu pun langsung mengambil tindakan agar jangan sampai sumur-sumur minyak Libya dinasionalisasi.

Bahrain; Tragedi Kemanusiaan

Negara kecil Bahrain hari-hari ini menyaksikan kejahatan paling keji dari para penguasa Arab. Puncak kejahatan yang dilakukan bukan hanya membantai umat Islam negara ini, tapi telah terjadi penistaan simbol-simbol kesucian agama oleh pasukan Arab Saudi dan Bahrain.

Pembantaian massal yang terjadi di Bahrain perlahan-lahan menjadi pemandangan biasa. Sementara pada awalnya, kebangkitan rakyat hanya bertujuan terjadinya reformasi di negara ini, namun reaksi pemerintah benar-benar sadis. Menyusul kebangkitan rakyat Bahrain, pasukan asing juga memasuki negara ini. Tapi kehadiran mereka bukan untuk membela rakyat, tapi justru untuk menumpas aksi-aksi rakyat dan melindungi kepentingan penguasa dinasti al Khalifa.

Kejahatan yang terjadi di Bahrain tidak berhenti pada pembantaian massal. Pasukan keamanan Bahrain dan Arab Saudi di pekan-pekan terakhir justru menyerang dan menghancurkan masjid, husainiyah dan membakar al-Quran. Menurut data yang ada, sekitar 50 masjid dan 50 husainiyah dirusak serta 14 al-Quran yang dibakar.

Penangkapan warga revolusioner makin ditingkatkan. Tidak tanggung-tanggung, tentara menembaki para demonstran dengan peluru tajam. Para tentara bayaran Arab Saudi melakukan tindakan tidak manusiawi dengan memperkosa sebagian tahanan politik. Rumah-rumah sakit tidak luput dari kejahatan mereka. Para tentara bayaran ini melarang pihak medis untuk membawa mereka yang terluka ke pusat-pusat pengobatan. Ini semua hanya sebagian dari bukti kejahatan yang dilakukan terhadap rakyat Bahrain.

Lembaga HAM dan Barat Hanya Menjadi Penonton

Kesadisan dinasti al-Saud dan al-Khalifa di Bahrain hanya satu sisi dari tragedi kemanusiaan yang menimpa negara ini. Namun apa yang paling memalukan adalah bungkamnya lembaga-lembaga hak asasi manusia dan negara-negara Barat yang mengklaim sebagai pelindung HAM. Sikap diam ini telah berubah menjadi dukungan bagi para diktator Arab untuk menumpas kebangkitan rakyat Bahrain.

Berbeda dengan apa yang terjadi di Libya. Senator John McCain melawat Libya menuntut diakuinya kelompok revolusioner Libya. Sementara Robert Gates, Menteri Pertahanan AS dan Jeffrey Feltman, Deputi Menteri Luar Negeri AS urusan Timur Dekat saat mengunjungi Bahrain justru mengeluarkan perintah agar pemerintah lebih keras menumpas aksi demonstrasi rakyat.

Berbarengan dengan lawatan itu, Menteri Luar Negeri Amerika, Hillary Clinton secara implisit menyatakan dukungannya terhadap pembantaian rakyat Bahrain sekaligus menegaskan bahwa Amerika komitmen menjamin keamanan negara-negara Arab Teluk Persia.

Lembaga-lembaga HAM lebih memilih diam di hadapan peristiwa pembantaian massal yang terjadi di Bahrain. Bila terpaksa angkat suara, mereka hanya merasa cukup dengan merilis statemen. Sungguh ironis, lembaga-lembaga HAM yang begitu getol bersuara dan menggunakan segala cara untuk menyelamatkan seorang perempuan yang melakukan pembunuhan, ternyata diam menyaksikan pembantaian rakyat Bahrain yang bangkit menuntut hak-haknya sebagai warga negara. Mulai dari PBB, OKI, Liga Arab, Uni Eropa, Komisi HAM PBB dan lembaga-lembaga HAM lainnya lebih memilih bungkam selama bangsa Bahrain ditumpas dengan keji.

Ketertindasan rakyat Bahrain tidak berhenti pada sikap bungkam para pengaku pelindung hak asasi manusia. Media-media regional dan bahkan internasional yang mengklaim dirinya sebagai media independen ternyata juga memilih untuk memboikit fenomena pembantaian massal. Televisi Arab Saudi al-Arabiya misalnya, lebih tertarik membenarkan intervensi militer Arab Saudi di Bahrain, bahkan secara transparan mendukung intervensi itu.

Anehnya, terkait pemberitaan kebangkitan rakyat Bahrain, media-media internasional kebanyakan mengambil sikap yang sama. Bertentangan dengan kode etik jurnalistik, media-media ini berusaha menyelewengkan kebangkitan rakyat Bahrain dan menyebut gerakan revolusioner mereka sebagai konflik Syiah dan Sunni. Televisi BBC malah menyebut para demonstran Bahrain sebagai pelaku kerusuhan dan terang-terangan memihak rezim al-Khalifa. Padahal mayoritas Syiah dan minoritas Sunni di Bahrain bahu-membahu untuk membebaskan negaranya dari cengkeraman rezim al-Saud dan al-Khalilfa.

Cara pandang berbeda sebagian negara dan organisasi-organisasi regional dan internasional terhadap Bahrain dan transformasi yang terjadi di sana membuat ketertindasan yang dialami oleh rakyat Barat semakin besar. Rakyat yang menuntut haknya mendapat tekanan paling biadab, tapi semua diam seribu bahasa menyaksikan pembantaian itu, bahkan sebagian negara malah mendukung tindakan represif rezim al-Khalifa. Tampaknya ketakutan akan meluasnya revolusi rakyat Bahrain ke negara-negara Arab lainnya membuat mereka terpaksa mengambil sikap demikian.
Bagaimana menurut Anda?
(IRIB/SL/MZ)
Last Updated ( Monday, 25 April 2011 16:52 ) 


TRAGEDY BAHRAIN a duplicate THAN TRAGEDY IN PADANG Karbala during SLAUGHTER FAMILIES WHERE Rasoolullah in Karbala IRAQ TOO MANY PEOPLE KNOW THE TRUTH THAT ISLAM Imam Hussein tyranny ARMY AND BIN Yazid Muawiyah. BUT THEY ARE FIXED UNLESS SUCH TRAGEDY silent witness Hur BIN ABDULLAH
hsndwsp
Aceh - Sumatra 


Why Bahrain the Most Oppressed People?
Observing the recent transformation of the Middle East and contradictory political sejumalh Western countries and Arab in react, to measure the level of oppression and the people of Bahrain kemazluman. Iran's Islamic Revolution Leader Ayatollah al-Udzma Sayid Ali Khamenei during a meeting with thousands of people of the province of Fars asserted, "In recent transformation Middle East region, Bahrain's most oppressed people."

"Protest and legitimate right of the people of Bahrain. When a person who has the right perspective about the condition of the people of Bahrain, form of government and how the authorities use the power, he would crush the Bahrain government condemned the behavior of its people," said Rahbar.

"Steps taken by Bahrain government in addressing its people is clearly wrong," Rahbar said "Because such actions will only increase the anger of the people. When the anger spilled clot and, at that time the government has been unable to do anything else."

Still related to Bahrain, Ayatollah Sayyid Ali Khamenei said, "Apart from the government of Bahrain, foreign parties who send troops into Bahrain was also one step."

Seeing the recent transformation of the Middle East, Rahbar statement about the oppression the people of Bahrain increasingly apparent.

When Tarek el-Tayeb Mohamed Ben Bouazizi, Tunisia youths who burned himself in front of the mayor of Tunisia-a trigger revolution in the Middle East-Western countries supporting Arab dictators and help the flight of the dictator of his country Tunisia.

Furthermore, when the time came for the fall of dictator Hosni Mubarak, even though at first the United States supports his old allies in a transparent and demand that he stays in power. But after seeing a wave of popular anger Egypt does not go retroactive, America chose to abandon his old allies alone.

Revolution finally arrived at the gate of Libya. This time, not just the West a close friend Colonel Muammar Gaddafi, the Libyan dictator who backs, but turned out to rise up arms and fight. They had remembered to protect the oppressed from the iron hand of Gaddafi's Libya. True, the Western countries to fight in Libya for freedom. But not to liberate the people of Libya, but to liberate people's oil. When Berlusconi, Sarkozy, Obama and Merkel watched Libya will slip from their control, the Western rulers were immediately take action to avoid Libyan oil wells were nationalized.

Bahrain; Humanitarian Tragedy

Bahrain small country these days witnessed the most heinous crimes of the Arab rulers. Top of crimes committed not only massacred the Muslims of this country, but there has been abuse of symbols of religious sanctity by the forces of Saudi Arabia and Bahrain.

Massacres that occurred in Bahrain slowly becoming common sights. While at first, the rise of reforms aimed only people in this country, but the government's reaction is really sadistic. Following the resurrection of the people of Bahrain, foreign troops were entering the country. But their presence is not to defend the people, but precisely in order to quell the actions of the people and protect the interests of the ruling al-Khalifa dynasty.

Crimes that occur in Bahrain did not stop the massacre. Security forces Bahrain and Saudi Arabia in recent weeks just to attack and destroy the mosque, Hosseiniyeh and burn the Koran. According to available data, about 50 mosques and 50 Hosseiniyeh destroyed and 14 al-Quran being burned.

Arrest revolutionary citizens increasingly enhanced. No half-hearted, the soldiers fired on demonstrators with live ammunition. The Saudi Arabian mercenaries inhumane act with raping some political prisoners. Hospitals are not spared from their crimes. The mercenaries are banning a medical party to bring the wounded to medical centers. It's all just part of the proof of crimes committed against the people of Bahrain.

Western human rights institution and Becoming Viewers Only

Sadism al-Saud dynasty and the al-Khalifa in Bahrain is only one side of the human tragedy that befell this country. But what is most shameful is the silence the institutions of human rights and Western countries who claim to be protectors of human rights. This reticence has been transformed into support for Arab dictators to quell the rise of the people of Bahrain.

Unlike what happened in Libya. Senator John McCain a visit Libya Libya demanded recognition of the revolutionary group. While Robert Gates, U.S. Defense Secretary and Jeffrey Feltman, U.S. Deputy Secretary of State Near East affairs during a visit to Bahrain would issue orders for the government to quell demonstrations harder people.

Coincided with the visit, Minister of Foreign Affairs, Hillary Clinton is implicitly expressed its support for the massacre of the people of Bahrain as well assert that the American commitment to guarantee the security of Arab countries of the Persian Gulf.

Human rights institutions prefer to stay silent in the face of mass slaughter of events that occurred in Bahrain. If forced to pick a voice, they just had enough with the release of statements. Ironically, human rights institutions are so keen voice and use every means to rescue a woman who committed the murder, was still witnessed a massacre of the people of Bahrain who rise up demanding their rights as citizens. Starting from the UN, OIC, Arab League, EU, UN Human Rights Commission and other human rights institutions prefer silence during the Bahrain crushed by cruel.

Oppression the people of Bahrain do not stop at the reticence of the stiffener protector of human rights. Media-regional and even international media who claim to be an independent media was also chosen to memboikit phenomenon of mass slaughter. Saudi Arabian television al-Arabiya for example, are more interested in justifying military intervention in Bahrain, Saudi Arabia, even in a transparent manner to support intervention.

Strangely, the people of Bahrain related news resurrection, the international media mostly took the same attitude. Contrary to the code of journalistic ethics, the media is trying to distort the resurrection of the people of Bahrain and call their revolutionary movement as Shiite and Sunni conflict. BBC television instead called on the demonstrators as rioters Bahrain and openly sided with al-Khalifa regime. Though the majority Shiites and minority Sunnis in Bahrain are bound to liberate his country from the clutches of al-Saud regime and al-Khalilfa.


Different perspective some countries and regional organizations and international against Bahrain and the transformation that occurs there makes oppression experienced by people of the greater West. People are demanding their rights are under pressure most barbaric, but all their silence witnessed the massacre, even some countries actually support the regime's repressive actions of al-Khalifa. It seems that fears of widespread popular revolt Bahrain to other Arab countries to make them forced to take such an attitude.
How do you think?

(IRIB / SL / MZ)
Last Updated (Monday, 25 April 2011 16:52)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar