Senin, 27 Desember 2010

POINT APPROACH ADALAH METODE RASULULLAH SENDIRI SAAT MENYAMPAIKAN DAKWAHNYA YANG PERTAMA


SEKILAS MENYOROT METODE CIRCLE APPROACH DAN POINT APPROACH
DALAM TABLIGH ISLAM
hsndwsp
Acheh - Sumatera


ANTARA METODE CIRCLE APPROACH DAN POINT APPROACH DALAM
PENYAMPAIAN/DAKWAH ISLAM



Bismillaahirrahmaanirrahiim

Dapatkah Shalat diterjemahkan dengan Sembahyang?
Sembahyang adalah bahasa Sangskerta/bahasa Hindu yang artinya sembah dewa. Du lu hampir seluruh kepulauan Melanesia beragama Hindu. Islam masuk ke kepulauan Melanesia itu melalui pendekatan "Circle Approach". Sementara Islam yang diapli kasikan Rasulullah sendiri melalui pendekatan "Point Approach". Pendekatan point approach adalah pendekatan revolusioner sementara pendekatan circle approach ada lah pendekatan reformasi.

Pendekatan reformasi dapat digunakan secara efektif andaikata di kawasan tersebut sudah man tap pemahaman Islamnya kecuali sebahagian masyarakat sudah mengalami dekaden. Untuk me reka-mereka yang dekaden itulah diperlukan reformasi. Sementara di kawasan yang sudah begitu rusak seperti di Indonesia yang zalim dan corrupt, Reformasi akan menjadi permainan di tangan orang-orang hipocrite. Hal ini dapat kita saksikan sendiri kemana larinya "Reformasi" Amin Rais dan Kampusnya. Dengan kata lain reformasi adalah tambal sulam yang sudah barang pasti tidak akan efektif untuk menambal baju yang sudah begitu lusuh seperti Indonesia. Namun yang diperlukan buat Indonesia Hipocrite adalah "Revolusi". Adakah Imam benaran disana un tuk membebaskan kaum Dhu'afa dari belenggu-belenggu yang menimpa kuduk-kuduk mereka? (Q.S,7:157)



Orang yang benar Ïmannya sangat tidak dapat menerima ketika menyaksikan kaum dhuafa Jawa hidup morat marit serta hina di bawah titi kota Metropolitan, di gubuk-gubuk derita dan di kawasan-kawasan kumuh la innya, dimana mereka juga sebetulnya memiliki hak yang sama de ngan orang Jawa lainnya, andaikata system nya benar secara Islami. Kalau seorang ex Biarawati yang brillian,. Irene  Handono mencemaskan kebanya kan anak-anak pengomel di jalanan dan juga kaum dhuafa lainnya sudah menjadi Kristian, sesungguhnya pe nguasa Hindunesialah yang bertanggung jawab telah mem buat mereka menjadi kristian. Sayangnya  Irene tidak mampu memahami bahwa regime yang hypocrite   di Indonesia itu jauh lebih parah   dibandingkan pe nguasa yang non Islam, dimana mereka memang belum memahami Islam sementara penguasa yang munafiq mengetahuinya tetapi mereka fasiq, hingga Allah menutup hati mereka. Untuk lebih jelas temui Irene di sini:   http://www.youtube.com/watch?v=YDTC5n8mfzI&feature=related


 Kata Rasulullah kemis kinan itu dapat membuat seseorang men jadi kafir, lalu Imam Ali berkata, andaikata kemiskinan itu berwujud makhluk akan kubunuh dia. Kemudian Abu Dzar Ghifari menim pali, disaat kemiskinan masuk dalam suatu rumah mela lui pintunya, iman keluar melalui jendela.


Dalam rentangan sejarah, Rasulullah sebagai utusan Allah dimana tugas utamanya untuk mem bebaskan kaum dhuafa dari belenggu yang menimpa kuduk-kuduk mere ka, Imam Ali sebagai perpanjangan keimamahan Rasulullah juga sangat konsekwen dalam membela kaum dhuafa, de mikian juga Abu Dzar Ghigari sampai dia sendiri di buang Usman bin Affan ke Ravadah hingga mati kelaparan. Itu akibat menentang penguasa zalim di zamannya demi membela kaum dhuafa. Adakah "Abu Dzar Ghifari" Di Jawa dan Acheh - Sumatera? Sepertinya tidak, mereka enggeh-enggeh saja dengan penguasa disebabkan mereka masih mengharapkan rezki melalui kerja dalam system yang zalim, hipocrite dan corrupt itu, hingga senantiasa menempuh metode circle approach.

Ketika Rasulullah memperkenalkan ajaran Islam kepada masyarakat luas di Mekkah, mendapat tantangan langsung dari Abu Lahab, Abu Jahal dan Abu Sofyan. Konon menurut beberapa "Pakar" yang mengaku diri sebagai intelektual Islam, hal itu tidak akan terjadi andaikata Rasulullah saww tidak menjampaikannya secara revolusioner, dimana Rasulullah langsung menembak sembahan mereka: "Wahai kaum Quraisy ! Andai kata kukatakan pada kalian bahwa dibalik gunung ini ada seekor harimau, percayakah kalian ?" Mereka dengan serentak menja wab: "Percaya, bukankan anda ter kenal dengan El Amin?" Kalau demikian kalian juga "haq" meyakini bahwa sesung guhnya itu berhala yang kalian sembah, jangankan menolong kalian, menolong diri sendirpun tidak mampu. Justru itu sembahlah Allah Tuhan yang satu, dimana aku di utus untuk menjampaikan risalah ini".

Begitu selesainya Rasulullah mengucapkan kalimat-kalimat tersebut secepat itu pulalah Paman nya Abu Lahap menapik: "Muhammad! Sama siapa kamu meminta izin un tuk mengucapkan kata-kata yang sesat itu? Untuk itukah kamu mengundang kami sekalian kemari? Tabballak ya Muhammad". Mendengar tantangan Abu Lahap yang demikian keras dengan ucapan "celaka", kata yang paling keji menurut kultur Arab, Rasulullah berlinang airmata. Namun airmata Rasul segera dihapuskan Allah dengan menurunkan wahyunja yang berkenaan dengan kecelakaan bagi Abu Lahab: "Tabbat yada Abi lahabiw watabba........"(QS. 111: 1 s/d 5)

Bagi orang-orang yang benar-benar beriman tentu berkjeyakinan bahwa justru Rasu lullahlah yang "Pakar" dan bahkan "Pakar diatas Pakar". Artinya Rasulullah meneri ma langsung ilmunya dari Allah swt, sementara pakar-pakar itu menerimanya lewat "Penelitiannya" dilapangan dan perpustakan yang juga mengandalkan pendapat-pen dapat manusia itu sendiri, kendatipun memang ada yang benar, namun banyak juga yang keliru. Kalam Tuhan adalah mutlak kebenarannya sementara pikiran manusia harus meruju'k kepada Qur-an itu sendiri, Hadist Nabi suci dan para Imam yang diutus untuk mendapatkan keabsahannya.

Pendekatan yang diaplikasikan penjebar-penyebar Islam di kepulauan Melanesia itu, menggu nakan tekhnik Circle Approach, dimana mereka menjebarkan keyakinannya secara pelan-pelan agar tidak terbentur dengan adat pribumi yang notabenenya ada lah Hindu dan Budha. Sebagai contoh dapat kita lihat realitanya sampai sekarang di P Jawa, dimana sampai sekarang masih terlalu banyak praktek-praktek yang bertenta ngan dengan ajaran Islam itu sendiri kendatipun mereka mengaku beragama Islam. Misalnya kebiasaan rakyat jelata, menjabung ayam atau melaga ayam, membuat sesa jian, mengadakan acara tepung tawar khas Hindu dengan perci kan air rumput khu sus (naleueng sambo), memanggil "sembahyang" kepada orang yang "Shalat" dan masih banyak lagi adat Hindu lainnya yang tetap dipertahankan. Sementara "Kiyai" yang berindehoi dengan perempuan dikantor (baca sibuta yang taktau diri), pembu nuh berdarah dingin dan para koruptor masih saja dihormati ke banyakan orang disa na (baca kerejanya pencuri berdasi) baik itu dikalangan Legislatif (baca Dewan Perwakilan Rakyat hingga berobah menjadi Dewan Penipu Rakyat), Eksekutif (baca penguasa dan segenap jajarannya) danYudikatif (baca badan Hukum).

Hal ini terjadi disebabkan pendekatan "Circle Approach" atau reformasi. Ketika penje bar Islam melihat kerumunan orang yang sudah mengakui masuk Islam asik menya bung ayam, tidak titegurnya. Beliau hanya mengingatkan saja agar mereka tidak ter lambat Shalatnya. Konon ada juga kiyai yang meminta mereka agar mengucapkan Bismillah ketika mereka melepaskan ayamnya. Akibatnya sebahagian orang alim pal su berargumen bahwa semua perbuatan itu sudah di Islamkan dengan mengucapkan Bismillah (argumentasi yang demikian dhaif, bukan?).

Demikian juga di Acheh ketika penyebar Islam itu melihat kerumunan orang yang sedang me lan tunkan syair Hindunya di iringi musik tradisionalnya: "Pocut di Timu.... Pocut di Ba rat......Preung-preung- pre". Penjebar Islam ketika itu hanya menukarkan sya'irnya saja dengan: " La ila ha illallah......Preung-preung-pre". Sampai hari ini ma sih berlangsung hal yang demikian dengan kerap kali terjadi pelesetan kata: "La ila ha et lallah......Preung-preung-pre". Padahal bila kita analisa dengan cermat tidaklah di benarkan mengiringi kalimah syahadah itu dengan musik, kendatipun kita masih mampu mengucapkannya dengan benar. Jangankan Kalimah syahadah, ayat Al Qur-an saja tidak dibenarkan.

Kenapa juga penyebar-penyebar agama dari Gujarat Arab itu tidak melarangnya keti ka itu ? Sebabnya mereka menggunakan pendekatan "Circle Approach". Mereka kha watir terbentur dengan adat-istiadat kaum pribumi yang terkenal kuat mempertahan adat kebiasaannya. Disamping itu penyebar Islam itu juga sudah trauma dimana me reka diperlakukan demikian kejam oleh penguasa Zalim di negara asalnya kala itu. Itulah sebabnya mereka hijrah ke Acheh dan keseluruh kepulauan Nusantara. Juste ru itulah sampai hari ini masih kita dengar dari orang-orang Acheh sendiri dimana mereka lebih mementingkan "Adat istiadat" daripada hukum Islam itu sendiri.

Bayangkan andaikata masih banyak orang Acheh yang terpengaruh ide yang keliru itu, dapatkah diharapkan Islam yang benar akan tegak di sana ? Bila kita tegur, mere ka marah dan mencari-cari kesalahan kita untuk membela diri. Mereka bersatupadu dengan orang-orang yang berbuat zalim. Mereka menggunakan (Qur-an) hanya seba gai alat bacaan bukan sebagai Petunjuk (Pedoman Hidup). Akibatnya mereka tidak mengetahui kalau Allah mengutuk orang-orang yang membiarkan kezaliman di lingkungan Komunitasnya sendiri (QS. 5:79)


Billahi fi sabililhaq
hsndwsp
di Ujung Dunia



Dengarkan apa kata Ali Syariati yang telah mempersaksikan perjuangannya (Syahid):
"Adalah tidak cukup dengan menyatakan kita harus kembali kepada Islam. Kita harus menspesifikasi Islam mana yang kita maksudkan: Islam Abu Dzar Ghifari atau Islam Marwan bin Hakam (menantu Usman bin Af fan), sang penguasa. Keduanya disebut Islam, walaupun sebenarnya terdapat perbedaan yang sangat signi fikan diantara keduanya. Satunya adalah Islam ke-khalîfah-an, istana dan penguasa. Sedangkan lainnya ada lah Islam rakyat, mereka yang dieksploitasi dan miskin. Lebih lanjut, tidak cukup sah dengan sekadar ber kata, bahwa orang harus mempunyai kepedulian (concern) kepada kaum miskin dan tertindas. Khalîfah yang korup juga berkata demikian. Islam yang benar lebih dari sekedar kepedulian. Islam yang benar memerin tahkan kaum beriman berjuang untuk keadilan, persamaan dan penghapusan kemiskinan" . 



Ali Syari'ati menyebut Islam sebagai agama pembebasan. Islam, menurutnya, bukanlah agama yang hanya memperhatikan aspek spiritual dan moral atau hubungan individual dengan Sang Pencipta, melainkan lebih me rupakan ideology emansipasi dan pembebasan. Syari'ati juga mengatakan masyarakat Islam sejati tidak me ngenal kelas. Islam menjadi sarana bagi orang-orang yang tercerabut haknya, yang tersisa, lapar, tertindas, dan terdiskriminasi, untuk membebaskan diri mereka dari ketertindasan itu.  
 


                 IRENE HANDONO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar